Chapter 7 : Make A Friendship

3.8K 520 77
                                    

⚯͛

Bak seperti burung hantu, Harry masih terjaga karena matanya yang tak juga terpejam tidur. Seolah bayang-bayang Voldemort masuk ke dalam pikirannya saat dirinya mencoba masuk ke alam mimpi. Pikiran lain yang membuatnya sulit tidur adalah Draco dan Cedric. Kedua anak Adam itu puas menggaggu pikirannya. Cedric yang secara mengejutkan menyukainya dan Draco yang masih ia sukai dengan usahanya untuk menjauhi si pirang itu.

Pada akhirnya Harry bisa memejamkan matanya saat pukul setengah tiga pagi, ia terlelap sampai saat dirinya bermimpi bertemu Voldemort dengan mimpi yang sama saat musim panas yang lalu. Dahinya penuh dengan peluh, matanya terpejam tetapi tubuhnya menolak untuk diam, seakan berontak. Di dalam mimpinya ia melihat seseorang terbunuh, ia juga mendengar jika Voldemort berencana untuk membunuhnya. Harry pun tidur dengan tak nyaman sehingga ia terperanjat bangun dari tidurnya.

Melihat sekeliling, Harry menemukan Ron tengah menatapnya di tepian kasur menatap Harry dengan khawatir. "Harry! Kau tidak apa-apa? Kau resah dan mengingau."

"Ron, aku bermimpi lagi tentang Voldemort persis seperti musim panas tahun lalu," ujar Harry menelan saliva, ia meringis merasakan sakit yang luar biasa di dahi tepat di bekas lukanya. "Sudah beberapa kali mimpi itu muncul. Apakah kamu berpikir jika ini benar-benar terjadi? Rasanya sakit di dahiku muncul lagi." Lanjutnya, Harry masih saja menyentuh dahinya. Ron yang mendengar itu mematung memandang Harry. Seakan sadar, Harry melihat sinar matahari yang masuk; fajar pun menyingsing.

"Harry, aku tak yakin jika aku adalah orang yang tepat kau beri tahu. Profesor Dumbledore harus mengetahui ini. Melihat sekarang dahimu sakit lagi sehingga aku benar-benar punya firasat tak menyenangkan tentang ini."

"Aku akan memikirkan hal itu." ujar Harry lesu, sakit di dahinya perlahan hilang.

Ron memandang Harry beberapa saat dan menepuk pundaknya, ia berjalan menjauh keluar kamar asrama. "Mate, sebaiknya kau siap-siap. Aku akan menunggumu di ruang rekreasi." kata Ron yang melenggang pergi, Harry menyadari bahwa Ron sudah rapih dengan seragam dan jubahnya.

Tak butuh waktu lama untuk Harry siap-siap, ia menghampiri kedua sahabatnya dengan tergesa-gesa. Sebelumnya, ia tak mempunyai habit berdandan ria sebelum sekolah dimulai, tetapi saat dirinya mempunyai orang yang istimewa entah kenapa Harry sangat peduli dengan penampilannya.

Walau surai hitam itu terlihat berantakan, namun Harry sudah mencoba menyisirnya dengan rapih sampai setelah Ron melihat hal itu terkejut, seperti bukan Harry yang ia kenal. Maka, Ron mencoba mengacak-acak lagi rambutnya seperti biasa.

"Kau tidak cocok dengan gaya seperti itu, mate. Sudah pakai kacamata masa mau dibuat tambah culun? Tidak tidak! Lebih baik seperti ini saja." ujar Ron mengacak-acak rambutnya kala itu yang masih Harry ingat. Memang saat Harry merapihkan rambutnya, ia membelah rambutnya menjadi dua. Siapa yang suka gaya seperti itu? Ditambah ia memakai Sleekeazy, ugh!

Harry juga menjadi suka dengan bebauan parfum dan mencoba memakainya, ia mengetahui ini dan itu tentang parfum dari Hermione yang memberi tahu Harry jika pembuatannya bisa diracik sendiri. Harry pun berpikir jika ia mungkin lebih suka meracik parfum dari pada meracik Ramuan.

Terkadang, Harry suka sekali bercermin yang di mana hal itu bukan kebiasaannya. Ia merasa penampilan dirinya lumayan menarik jika tidak memakai kacamata, ia suka dengan bola mata hijau Zambrud nya yang cantik tanpa kacamata yang bertengger. Sesekali ia juga menyentuh bibirnya, merah dan plum. Lalu bergeser ke pipinya, seputih salju dan tampak semburat merah merona tanpa ia perintah.

Tetapi Harry sadar, pikiran semua tentang dirinya membuat salah satu anak Hufflepuff itu menyukainya. Entah senang atau merasa miris mengingatnya, Harry juga terkadang membayangkan berada di posisi Cedric—menolaknya begitu saja, rasa sakitnya pasti lebih-lebih. Tetapi, adakah yang lebih menyakitkan melihat orang yang kamu sukai berciuman dengan yang lain? Walaupun bukan siapa-siapa, Harry seakan merasa dirinya sudah kalah, jauh sebelum berjuang.

How Can I Belong To You? (Drarry)✓Where stories live. Discover now