32. Crack

4.3K 311 25
                                    

Beberapa hari sejak kejadian baku tembak, kehidupan Lucas terasa normal kembali. Yang membedakan adalah kaki tangan Ren Yang mengikuti Lucas kali ini lebih banyak tapi tidak berpakaian mencolok dan berkacamata hitam, hanya earbud yang bertengger di lubang telinga mereka.

Itu semua atas kesepakatan antara Lucas dan Ren, Lucas mau diikuti tapi tidak mau terlihat mencolok dan Lucas berjanji tidak akan menghilang dari pandangan para pengawal.

Dave sedang dalam masa penyembuhan dan Mike yang bertanggung jawab untuk mengawal Lucas, sedangkan Ran hanya bisa keluar rumah untuk bersekolah, dan sekarang dua hari sekali psikolog akan datang ke rumah untuk memeriksanya. Berbeda dengan dulu yang hanya satu minggu sekali, hal ini menandakan kondisi mental Ran memburuk.

Selain itu mereka hidup dengan normal, Lucas masih sibuk dengan band nya dan Ren juga sibuk mempersiapkan tim basketnya untuk menghadapi pekan olahraga melawan sekolah lain.

Orang disekitar mereka tidak mengetahui yang telah terjadi. Jeje pun tidak tahu dan bersikap seperti biasanya. Dia tetap makan siang bersama Lucas mengobrol tentang ini dan itu. Termasuk belajar bersama untuk menghadapi ujian semester nanti.

Lucas menghampiri mesin minuman untuk membeli susu pisang dan vanila untuk Jeje. Lucas menempelkan ponselnya pada mesin itu lalu menekan tombol pada layar untuk memilih rasa susu yang ia inginkan.

"Lo keliatan gak khawatir tentang nyokap."

Suara Ren muncul, Ren berdiri di samping mesin minuman dan bersandar didinding. Menurut Lucas, Ren seperti arwah bisa muncul dimana saja. Dan secara tiba-tiba.

"Lo bukan tipe orang yang bakal ingkar sama janji yang udah lo buat."

Lucas menekan tombol sekali lagi untuk membelikan Jeje susu vanila. Ren yang tadinya bersandar di dinding, memajukan badannya untuk mendekati Lucas.

"Kenapa lo jadi dingin? Dan selalu nempel sama cewek itu?"

"Bukan urusan lo!"

"Lo akhir-akhir ini selalu ngehindar dan susah buat diajak ngobrol."

Tangan kiri Ren terangkat, berniat untuk memegang tangan Lucas. Tapi Lucas menepisnya dengan keras membuat tangan kiri Ren terpelanting, menghantam mesin itu. Membuat jam tangan yang selama ini ia pakai untuk menutupi tattoo jangkar itu rusak. Bagian karet gelangnya terputus dan jelas tidak akan bisa dipakai lagi.

Diliriknya tangan Ren yang memerah itu, tentu Lucas sedikit khawatir meskipun ia tahu Ren tidak kidal tapi tangan dan kaki merupakan hal yang penting untu pemain inti tim basket sekolah.

Melihat muka Ren yang tidak kesakitan membuatnya lega, menandakan kalau tangan Ren tidak mengalami cidera serius.

"Gak ada hal yang perlu kita obrolin."

Lucas merogoh sesuatu dalam saku celananya, sebuah handband biru tua yang dipakainya waktu P.E class tadi ia lemparkan pada Ren. Dan Ren menangkapnya.

"Kita seharusnya gak perlu banyak ngobrol. Gue gak mau Jeje mikir aneh-aneh."

Lucas mengambil botol susu kedua yang keluar dari mesin itu, lalu meninggalkan tempat itu. Membiarkan Ren terdiam ditempatnya berdiri dengan segala prasangka buruk yang muncul dikepalanya.

Lucas bergegas menaiki tangga menuju lantai 3 tempat ia meninggalkan Jeje tadi. Sebuah balkon yang menghadap taman belakang sekolah memang selalu sepi dari hiruk pikuk murid-murid. Tempat ini semacam ditinggalkan oleh mereka karena merasa tidak ada yang spesial dari tempat ini.

Namun bagi Lucas dan Jeje yang merasa mudah sekali lelah ditempat keramaian jika terlalu lama, tempat ini menjadi tempat yang damai. Mereka bukan tipe orang yang terlalu tertutup, mereka bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar dengan mudah. Namun tetap, tempat yang paling mereka sukai adalah yang tidak ramai dan berisik.

BROTHERS.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang