33. Apathy.

5.2K 335 59
                                    

Libur semester telah tiba, setelah pekan olahraga dan ujian semester usai Lucas menjadi manusia gua. Dia lebih memilih untuk lebih banyak berada dalam rumah. Harusnya ia sudah bersenang-senang dengan Dirga, Binta dan Michelle, atau bahkan dengan Jeje. Tapi Lucas memilih untuk menghindari mereka dahulu sampai keadaan benar-benar aman, dan terjebak di rumah ini bersama dengan si kembar yang sering ribut.

Mereka sering meributkan hal yang tidak penting, seperti garpu yang jumlahnya lebih di atas meja makan atau meributkan kepemilikan susu yang berada di kulkas. Banyak hal sepele yang diributkan. Lucas juga tidak terlalu peduli karena ia sudah lelah dengan mereka.

Memang benar usia fisik mereka sudah dewasa tapi jika mereka disatukan usia mentalnya sungguh masih kekanak-kanakan, bukan seperti anak kelas 12 melainkan bocah taman kanak-kanak.

Hari-hari Lucas habiskan dengan membaca komik favoritnya, marathon anime, bermain gitar atau melukis. Dia hanya ke bawah saat waktu makan tiba. Lucas juga sudah tidak peduli dengan anak laki-laki yang kerap muncul di mimpinya, karena terakhir kali ia mencari tahu ia malah dikejutkan dengan fakta bahwa Evand, yang selama ini ia anggap ayah biologisnya ternyata hanya ayah sambung. Tidak bisa dibilang hanya memang, karena Evand juga ikut andil dalam mendidik dan membentuk karakter Lucas.

Libur panjang kenaikan kelas tidak pernah semembosankan ini bagi Lucas, biasanya saat liburan Lucas tidak pergi berlibur keluar kota atau pergi ke tempat wisata. Ia hanya menghabiskan waktu bersama Jeje mencoba banyak hal baru, seperti bercocok tanam, membuat tembikar atau apapun itu. Asalkan bersama Jeje, tidak akan terasa membosankan.

Jeje semakin sibuk mempersiapkan diri untuk menjadi pewaris tunggal sehingga waktu bersama Lucas menjadi berkurang, sedangkan Binta dan Dirga sedang berlibur di villa Michelle. Double date karena Bara juga ikut. Lucas merasa tidak adil karena ia harus mengurung diri di rumah. Hal itu yang membuatnya kini berada di dapur dan menguleni sebuah adonan. Ia telah sampai di titik jenuh melakukan aktivitas dikamar yang repetitif.

Lucas menguleni adonan itu dengan sedikit melamun, menarik perhatian Ran yang tadinya ke dapur untuk mengambil air minum menjadi tertunda.

"Lo ngapain?" Ran memundurkan kepalanya untuk melihat ekspresi Lucas.

"Lo buta?" Jawab Lucas jutek.

"Ya maksudnya lo lagi bikin apa? Tumben banget lo keluar dari goa." Ran suka sekali menggoda adik tirinya ini.

"Gue bosen dirumah mulu."

"Ya lo tau sendiri sekarang gimana keadaannya..."

Lucas hanya diam dan terus mengulen adonan itu.

"Maaf ya.. semua gara-gara gue." Ran menyandarkan pantatnya pada meja dapur dan tertunduk lesu.

"Lo gak sengaja tau aja tentang mereka."

Lucas terus menguleni adonan itu semakin kuat, seperti sedang menuangkan emosinya ke dalam adonan.

"what are you doing?" Ren tiba-tiba datang dan menaruh gelas kosong diatas meja. Lalu mencoba memegang adonan itu dengan telunjuknya.

"Don't touch the dough!!!! Tangan lo kotor." Lucas kesal dengan tindakan Ren.

"Tangan gue bersih." Ren menunjukkan kedua telapak tangannya pada Lucas.

"Tapi lo pasti abis pegang ini itu." Omelnya

"Bikin apasih?" Ran sejak tadi ingin tahu apa yang sedang dibuat Lucas.

"Pizza." Jawabnya singkat.

"If you want pizza, just order it. Kenapa susah-susah bikin." Ucap Ren

Alih-alih menjawab Ren, Lucas justru meninju adonan itu. Tentu membuat sikembar terkejut. Ran yang disampingnya dengan otomatis memundurkan badan dan memasang kedua tangannya di depan badan takut tinju Lucas berubah sasaran. Dan Ren yang didepannya terlihat memaksakan raut mukanya untuk biasa saja. Tapi tetap aura marah Lucas mampu membuat merinding bulu pahanya.

BROTHERS.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang