35. Misgivings

4K 292 46
                                    

Pagi ini Lucas hanya duduk berhadapan dengan Ran di meja makan. Sejak Ren bekerja di kantor, Lucas belum melihat batang hidung Ren sampai sekarang. Lucas tidak tahu kapan Ren pulang dan berangkat ke kantor.

Hari-hari Lucas dihabiskan dengan kegiatan sekolah, beberapa kali ia diajak bermain dengan klub basket, bola sepak, voli, bahkan klub renang. Merekapun dengan terang-terangan mengajaknya untuk bergabung. Tapi tentu saja ia tolak. Ia ingin bermain untuk menghabiskan waktu, supaya ia lupa semua masalah yang ada di dalam kepalanya.

Ia berusaha untuk menjalin pertemanan dengan orang lain, meskipun itu adalah hal yang paling tidak mungkin Lucas lakukan. Semua ini ia lakukan karena perang dingin Binta dan Dirga ternyata masih berlanjut, membuatnya enggan untuk berada diantara mereka. Lucas juga merasa tidak mungkin untuk mendamaikan mereka saat ini. Karena isi otaknya sendiri kini sedang berantakan.

Sedangkan Jeje semakin sibuk karena bergabung dengan klub jurnalistik. Belum lagi orangtuanya menyuruh Jeje untuk pergi ke akademi setelah pulang sekolah. Jeje pun hanya menurut saja. Padahal nilai jeje tidak pernah ada masalah. Lucas merasa sengaja dijauhkan dari Jeje secara halus oleh orang tua Jeje.

Akhir-akhir ini Lucas sering didekati oleh ketua klub ekskul sekolah merayu agar masuk menjadi anggota. Hal itu dilakukan mereka karena mengetahui bahwa banyak murid tahun pertama yang mengidolakan Lucas. Dan bermaksud Lucas bisa membantu, agar klub mereka banyak peminat dan bergabung.

Bersosialisasi adalah salah satu cara untuk memudarkan gossip yang tidak benar tentang dirinya, meskipun gossip itu sudah mereda karena postingan fotonya yang sedang memeluk Jeje di forum oleh salah satu shipper anonymousnya—yang ia yakin itu adalah sang adik kelas waktu itu— mengakrabkan diri dan memperbanyak koneksi tidak akan membuatnya rugi.

"Den... Den Uka."

Panggilan dari orang di kursi pengemudi—pak Jo—menyadarkan Lucas dari lamunannya. Panggilannya kini berubah lagi, nampaknya pak Jo mematuhi Lucas untuk tidak memanggilnya tuan muda.

"Den jangan bengong bentar lagi sampai sekolah."

Lucas diam dan menghembuskan nafas besarnya. Hanya lima hari tidak melihat batang hidung Ren bisa membuatnya gusar seperti ini. Sebenarnya apa yang ia khawatirkan, ia sendiri tahu kalau Ren lebih dewasa darinya, bahkan bisa dibilang dia lebih dewasa dari remaja seusianya.

Tentu Ren paham bagaimana cara menjaga diri, tak perlu ia khawatir seperti ini. Mungkin karena tidak ada yang diajaknya berinteraksi di rumah. Karena Ran begitu jelas menjaga jarak dengannya. Ran hanya akan datang ke kamarnya saat mau tidur, meminta peluk dan cium untuk menenangkan pikir nya. Di sekolah Ran justru sama sekali tak pernah terlihat oleh mata Lucas.

Entah, sebenarnya Ran benar-benar bersekolah disana atau tidak. Karena jika diingat-ingat Lucas hanya pernah bertemu Ran saat di sekolah ketika sikembar itu baku hantam di lapangan luar, setelahnya Lucas tidak pernah tau.

"Den.. aden mikirin apa?"

Pria disampingnya melontarkan pertanyaan lagi. Memecah keheningan dalam kotak beroda ini. Keheningan yang Lucas ciptakan sendiri. Dilihatnya pria itu lekat-lekat.

"Pak Jo... Panggil nama aja deh, jangan pake den gitu." Itu mengingatkan Lucas saat masih pertama kali memasuki area keluarga Elliott, panggilan itu membuatnya tersadar bahwa ia menyandang nama Elliott. Dan sampai saat ini, ia masih risih dengan hal itu.

"Hehe, gak bisa den. Panggilan ini adalah suatu tanda hormat. Bukan buat aden aja... Ini juga sebagai bentuk tanda hormat saya ke tuan besar Alex, bukti kalau saya menhormati anaknya juga." Awal kalimat pak Jo hanya terkekeh tapi begitu akhir kalimat, intonasi pak Jo menekan seakan memberikan penjelasan yang tidak bisa diganggu gugat.

BROTHERS.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang