CHAPTER 13

290 16 62
                                    

MENTAL HEALTH

"Kebanyakan orang masih menyepelekan tentang kesehatan mental. Terkadang mereka tak sadar telah melakukan hal yang dapat mengganggu mental orang lain."

✿✿✿

Beberapa menit berlalu ia habiskan berada di dalam ruang bernuansa putih. Ruang itu terlihat asing baginya. Mungkin karena ini adalah pertama kalinya ia mengunjungi Psikiater. Ia tak datang sendiri. Ia datang bersama Rihanna dan Rusman pengawal kepercayaannya.

Selepas dari rawat inap di rumah sakit, dokter menyarankan Rihanna untuk membawa Adrian ke Psikiater. Beliau berkata ia membutuhkan penanganan untuk luka yang ada di dalam tubuhnya. Meski sulit untuk dipahami, hal yang dimaksudkan adalah luka batin dan juga kesehatan mentalnya.

Sebagian besar dokter menyarankan untuk mendatangi Psikiater bernama Hari. Banyak yang mengatakan pengobatan bersama Hari akan mendapatkan hasil yang baik sehingga dapat menyembuhkan seiring berjalannya waktu.

Hari meminta Adrian untuk berpindah ke ruang sebelah. Ruang itu kerap kali ia gunakan untuk berbincang dengan pasiennya. Ruang itu merupakan ruangan kedap suara sehingga mereka akan lebih leluasa untuk menceritakan pengalaman pahit hidupnya.

Selama berbincang Hari merasa Adrian belum terbuka dengannya. Masih ada rahasia yang Adrian sembunyikan untuk dirinya sendiri. Ia hanya membicarakan tentang perilaku buruknya yang melakukan self harm. Meski begitu Hari tak memaksa untuk mengungkapkan semua. Setiap orang berhak memiliki privasi dalam hidupnya.

Dua puluh menit sudah Rihanna menunggu seorang diri di ruang sebelumnya. Ia tak didampingi Rusman. Lelaki itu bertugas berjaga di depan ruangan. Ia sadar bila ia tak perlu ikut campur perihal atasannya.

"Adrian." Rihanna tersenyum menyambut kehadirannya.

Adrian tak menunjukkan ekspresi. Selalu begitu bahkan dengan ibunya. Ia mengalihkan pandangan ke bawah ketika berjalan menghampirinya. Duduk di sebelahnya tanpa mengucapkan sepatah kata.

Rihanna mengambil tangan Adrian dengan lembut. Ia dapat merasakan suhu tubuhnya yang dingin disertai gemetar. Rihanna langsung menatapnya khawatir. Mengusap kedua tangannya dengan lembut berharap agar ia menjadi hangat. "Kamu... kamu gemetar, Adrian. Ada apa?" tanya Rihanna.

Hari yang duduk di depan mereka menghela napas berat. Ia melirik Adrian sejenak lalu membuka buku di tangannya. Ia langsung membuka halaman bekas ia menulis baru-baru ini.

"Dari hasil wawancara menunjukkan Adrian menderita penyakit self harm."

"Self harm?" tanya Rihanna memastikan.

"Iya. Tindakan seseorang untuk menyakiti bahkan melukai dirinya sendiri, itu adalah self harm."

Netra Rihanna berkaca-kaca menatap Adrian. Ia tak pernah menyangka selama ini anaknya menderita penyakit seperti itu. "Ba... bagaimana hal ini bisa terjadi? Apa... apa yang menjadi penyebabnya?" ucapnya dengan napas tersendat. Seperti ada yang mencekal di kerongkongannya.

"Penyakit ini dapat terjadi di usia remaja dan dewasa yang sulit mengekspresikan emosi dan perasaan. Mereka tidak tahu cara untuk meluapkan rasa trauma, rasa sakit, dan tekanan secara psikologis," jelas Hari kepada Rihanna. Sedetik kemudian ia mengalihkan netra menuju Adrian. "Hal itulah yang menyebabkan Adrian melakukan self harm. Selama ini dia menerima semua tekanan, baik melalui fisik maupun verbal. Hal itu telah melukainya baik dari luar maupun dari dalam. Dia tidak tahu bagaimana cara meluapkannya sehingga dia mencari pelampiasan dengan melukai dirinya sendiri."

She's Dating a Cold BoyWhere stories live. Discover now