CHAPTER 19

174 6 68
                                    

FORGIVE

"Mulai langkah baru dengan memaafkan semua yang terjadi di masa lalu."

✿✿✿

Suara langkah kaki mengusik keheningan di dalam ruangan sunyi. Seorang wanita berjalan dengan memakai sepatu heels menyusuri tempat yang ia kunjungi di sore hari. Ia datang bukan tanpa tujuan. Ia hendak menemui seseorang yang tinggal di bangunan berlantai dua ini.

Wanita itu masuk ke dalam ruangan yang pernah ia kunjungi. Bila dihitung belum sampai lima kali ia ke tempat itu. Di dalam ruang ia disambut hangat dengan senyuman oleh seseorang yang hendak ia temui.

"Selamat datang, Ibu Rihanna," sapa Hari. "Silakan duduk." Hari menunjuk sofa putih di depannya.

Rihanna tersenyum menanggapinya. Lalu ia mengikuti ucapan Hari untuk duduk di sofa yang telah disediakan. Sementara Hari duduk di sofa lain yang berada di hadapannya. Hari duduk setelah memberikan secangkir teh hangat pada Rihanna. Di genggamnya terdapat sebuah buku yang biasa ia gunakan untuk mencatat hal-hal penting.

"Bagaimana keadaan Adrian sekarang, Bu?"

"Adrian baik-baik saja."

"Syukurlah, seperti yang kita harapkan," jawab Hari seraya membuka isi buku itu melalui tali penanda. Ia telah menyiapkannya sebelum kedatangan Rihanna.

"Kemarin Adrian ke sini untuk konsultasi dengan Bapak. Jadi... saya ingin tahu bagaimana dengan perkembangan Adrian. Adakah kemajuan setelah mengikuti saran Bapak saat itu?"

"Dari pertemuan saya dengannya kemarin, saya melihat perkembangan Adrian sangat baik. Kini dia lebih leluasa mengekspresikan diri dibandingkan sebelumnya."

Rihanna menghela napas lega mendengar hal baik itu. "Syukurlah."

"Tapi saya sangat menyayangkan satu hal."

Ekspresi Rihanna berubah seperkian detik usai mendengar ucapan itu. Kini ia terlihat khawatir. "Apa, Pak?"

"Saya pikir keputusan untuk menjauhkan Adrian dari wanita itu adalah keputusan yang buruk. Mau bagaimana pun dia tetaplah orang yang sangat penting bagi Adrian. Bila hal ini terus dilakukan saya takut psikis Adrian kembali terganggu."

"Iya, Pak. Saya pun berpikir demikian. Tetapi suami saya tetap bersikukuh untuk menjauhkan mereka," keluh Rihanna.

"Bila Ibu melakukannya sembunyi-sembunyi mungkin tidak apa-apa. Mohon pikirkan kembali, Bu, karena yang kita lakukan ini demi kebahagiaan Adrian."

Rihanna terdiam sejenak. Netra menyorot lama langit-langit ruang berwarna putih. Barangkali ia tengah memikirkan sesuatu. Memikirkan baik dan buruk rencana yang akan ia lakukan untuk Adrian.

Setelah itu ia meninggalkan gedung karena urusannya telah selesai. Ia bergegas menghampiri mobil Lexus LM hitam yang terparkir di depan gedung. Ia masuk ke dalam mobil melalui pintu penumpang. Di dalam mobil sudah ada Rusman yang sedari tadi menunggunya.

"Sekarang tujuan kita kemana, Nyonya?" tanya Rusman.

"Rumah, Pak Rusman."

Rusman mengangguk. Kemudian ia melajukan kendaraan roda empat itu ke tempat yang dituju. Selama perjalanan Rusman melihat Rihanna termenung dari balik spion tengah. Tatapannya begitu kosong. Tampaknya ia tengah memikirkan sesuatu hingga memenuhi isi kepalanya.

...Menjauhkan Adrian dari wanita itu adalah keputusan yang buruk.

Kalimat itu seolah bersemayam di kepala. Meski ia mencoba mengalihkan namun tetap saja tidak bisa. Hari benar. Itu adalah keputusan yang buruk. Tak seharusnya kami memisahkan mereka berdua, batinnya.

She's Dating a Cold BoyWhere stories live. Discover now