Bab 1 - Surat Misterius

1.5K 141 5
                                    

Pagi menjelang. Sinar mentari mengintip malu-malu dari sela gorden yang sedikit tersingkap. Sementara si empunya kamar masih berada di kamar mandi sejak selesai mendirikan shalat subuh tadi.

Tak berselang lama, seorang gadis keluar dari pintu yang berada di sisi lemari putih, mengenakan bathrobe berwarna merah muda. Rambutnya yang panjang dan bergelombang digelung ke atas hingga menampakkan lehernya yang jenjang.

Kakinya yang masih sedikit basah langsung beranjak menuju lemari putih kesayangan yang sudah berusia setengah umurnya kini. Mencari pakaian untuk dikenakannya ke kantor hari ini.

Dia adalah Tiarani Syarifah yang tak lama lagi menginjak usia 19 tahun. Namun, keberuntungan benar-benar berpihak pada dirinya. Pasalnya saat ia baru saja menyelesaikan pendidikan di sekolah menengahnya, ia langsung diterima bekerja di sebuah perusahaan hanya selang beberapa bulan saja setelah menambah keterampilan dengan mengikuti kursus komputer. Otomatis kekecewaannya karena tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi, dapat sedikit terobati.

Selesai berpakaian, Tia mematut dirinya di depan cermin. Kerudung berwarna pastel dengan atasan senada dan celana kulot berwarna krem menjadi pilihannya pagi itu. Ia ingin bisa bergerak dinamis dengan tetap memakai hijab untuk menutup aurat. Ah, sepertinya sudah rapi semua.

"Oke, siap berangkat,” gumamnya pelan.

Puas menatap pantulan di cermin, Tia tersenyum puas dan mengambil tas selempangnya, berikut berkas kantor yang sudah diselesaikan tadi malam. Lalu bergegas keluar kamar dan mulai menuruni anak tangga menuju lantai bawah dan langsung ke meja makan di mana orang tuanya berada saat ini.

"Pagi Pa, Ma," sapanya riang.

Demi mendengar sapaan tersebut, sepasang suami istri yang sudah mulai menikmati sarapan di hadapan sekilas menoleh. Mama bahkan tersenyum melihat penampilan anak perempuannya pagi ini, berbeda dengan papa yang sudah kembali menekuri makanan di piring.

"Ya ampun anak siapa ini. Cantiknya, bikin Mama pangling aja," ujar mama sembari menyenggol lengan sang suami.

Yang digoda jadi tersipu, "Mama bisa aja. Pantes gak, Ma, begini?"

"Pantes dong, coba dari dulu begini.”

"Tia pantes gak. Pa?" Tia menoleh pada papa seolah kurang yakin dengan jawaban sang mama. Meski demikian, tangannya tetap cekatan mengambil piring dan mulai mengisinya dengan nasi goreng yang dibuat mama dengan penuh cinta.

Papa kini melihatnya dari ujung kepala sampai kaki, lalu mengacungkan kedua jempol tangan. Papa meraih cangkir berisi kopi di sisinya dan meneguk hingga tersisa sedikit saja. "Cepetan sarapannya, ya. Papa ada meeting pagi ini."

"Tia udah selesai nih, Pah," sahut Tia yang langsung menyambar gelas berisi air putih. Mama terlihat akan melancarkan protes melihat anak gadis tersebut tidak menghabiskan sarapannya.

“Nanti Tia makan lagi di kantor, Ma,” sambung Tia demi menenangkan perasaan sang ibunda. Lalu mengikuti langkah papa yang sudah beranjak dari kursi makan. Mama menggelengkan kepala, memilih mengalah pada putri satu-satunya tersebut. Lalu menyerahkan tas kerja pada papa yang sempat diambilnya tadi.

"Hati-hati, ya, Pa. Tia juga harus hati-hati," pesan mama sambil mencium tangan papa.

"Iya, Mama, Tia berangkat ya.” Gantian Tia yang mencium tangan mama lalu berjalan ke luar di mana papa sudah duduk manis di balik kemudi.

Tak lama mobil pun melaju menuju jalan raya. Meskipun hari masih terbilang pagi, tapi kondisi jalanan sudah ramai oleh kendaraan roda dua dan empat. Karena itu papa tak ingin terlambat berangkat atau akan semakin terjebak kemacetan hingga tiba di kantor.

[TERBIT] Secret Admirer Where stories live. Discover now