Bab 15 - Saya Saja yang Rindu

518 71 21
                                    

"Tia, ini daftar pegawai yang dimutasi bulan ini. Tolong buatkan suratnya, ya," ujan Pak Indra sambil membubuhkan tanda tangan di selembar kertas berlogo perusahaan. Namun, tak ada respon apapun dari orang yang diajak bicara. Hal ini membuat Pak Indra bahkan Mirna ikut menoleh juga ke arah Tia.

"Tia ...." panggil Pak Indra, tapi tetap saja tak ada jawaban dari Tia. Barulah setelah Mirna mendekat dan menepuk bahunya, Tia menoleh dengan wajah bingung.

"A-ada apa, Pak?" Jawaban Tia ini membuat Mirna tanpa sadar mencubit pipinya gemas sebelum kembali ke mejanya. Tapi adegan barusan sukses membuat Pak Indra tertawa pelan. Kemudian dengan sabar mengulangi kata-katanya tadi.

"Maaf, Pak, saya nggak dengar tadi," ujar Tia penuh penyesalan.

"Iya, nggak apa-apa. Asal suratnya jangan lupa aja, ya. Saya keluar dulu." Usai berucap demikian, Pak Indra pun berjalan ke luar ruangan. Kondisi ini dimanfaatkan Mirna untuk kembali mendekat pada Tia, ia masih penasaran kenapa sahabatnya sangat aneh hari ini.

"Eh, Neng, lu kenapa sih? Lagi sakit? Apa lagi PMS? Kayaknya dari pagi sering banget bengong. Awas nanti kesambet, kalo kebanyakan bengong."

Namun, Tia hanya menghela napas panjang. Membuat Mirna semakin bertanya-tanya lantas menatap manik mata sahabatnya tersebut lamat-lamat.

"Kayaknya gue tahu deh, kenapa lu begini," tebak Mirna. Mendengar hal tersebut, Tia menoleh, menatap gadis di hadapannya dengan kening berkerut.

"Kenapa?"

"Lu begini sejak nggak ada Pak Rifky di kantor. Iya, kan?"

Mata Tia membulat demi mendengar perkataan Mirna. Lantas tertawa geli. "Apaan sih lu, Mir? Ngarang aja, deh. Siapa juga yang mikirin dia."

Pada dasarnya hati kecil Tia mengakui jika yang diucapkan Mirna benar adanya. Sejak pria tersebut tak nampak lagi di kantor, Tia merasa ada yang berbeda. Terasa ada yang kurang dalam hari-harinya. Padahal Rifky baru beberapa hari saja tak hadir di kantor karena memenuhi panggilan pemeriksaan pihak kepolisian.

"Dari cara lu ngelak, udah jelas banget kalo lu lagi mikirin dia, Neng. Lu jadi sering nggak fokus kerja, terus berapa kali gue pergokin lu ngeliatin ke ruangannya lama banget. Udah, deh, ngaku aja, Neng."

"Apaan sih, Mir? Emang gue siapanya dia sampe harus begitu? Lu jangan ngada-ngada deh. Gue cuma khawatir aja, dia berapa hari ini bolak-balik kantor polisi, sampai nggak sempat ke kantor sama sekali. Berarti kan urusannya berat. Lu, kan, tahu sendiri, gue juga masih ada urusan yang soal payroll kemarin. Gimana gue nggak cemas coba." Tanpa diduga Tia sudah bicara panjang lebar, membuat Mirna akhirnya terdiam sambil mengelus bahu Tia lembut.

"Jadi bener nih, nggak kangen sama si bapak?" goda Mirna yang tampaknya masih belum puas dengan jawaban Tia. Namun, detik berikutnya gadis berkerudung tersebut sudah meringis kesakitan lalu sibuk mengusap lengannya. "Apaan sih, lu, Neng? Pake cubit-cubit segala."

"Sekali lagi ngomong begitu, hati-hati aja, lu, Mir!"

"Duh, segitunya yang-"

"Segitunya apa?"

Belum sempat Mirna menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba terdengar suara yang berat dan dalam dari seseorang yang sudah sangat mereka kenal. Mirna sontak menoleh ke arah pintu sambil menyenggol lengan Tia dengan wajah cerah. Berbeda dengan Tia yang malah membeku di tempat. Entah bagaimana ia merasa jantungnya berdegup lebih cepat kala mendengar suara yang sudah familier untuknya itu.

"Kalian lagi gosipin siapa, hmm?" tanya seseorang itu lagi seraya mendudukkan diri di sofa tamu tak jauh dari tempat Tia.

"Eh, nggak, sih, Pak. Nggak ngegosip, cuma Tia nih yang katanya lagi kangen seseorang aja." Demi mendengar perkataan Mirna ini, Tia langsung menoleh ke arah Mirna sambil melotot.

[TERBIT] Secret Admirer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang