Bab 16 - Penahanan

453 71 23
                                    

Ini adalah hari ketiga Rifky tidak hadir lagi di kantor. Terakhir adalah saat ia tiba-tiba muncul di ruang HRD, lalu mengantar Tia pulang dengan pesan yang aneh. Kabar yang beredar mengatakan jika Rifky ditahan di kantor polisi. Berita ini sudah santer berembus.

Tia sendiri tak berani bertanya pada siapapun, termasuk Pak Indra. Namun, selama itu pula Pak Indra dan Pak Ali terlihat sangat sibuk. Bahkan meminta Tia membantu menyiapkan berkas-berkas yang akan dibawa. Walau semua berjalan seperti biasa, tetap saja terasa ada yang berbeda. Seperti ada yang hilang.

Tia sendiri tentu saja ikut merasakan kehilangan itu. Termasuk perasaan horor ketika memasuki ruangan Rifky. Ruangan itu terasa lengang. Tak ada tatapan dingin atau ucapan yang membuat hatinya sering menciut. Ya, sudah berkali-kali ia ke sana. Mengambil sesuatu atau mencari apapun yang diminta Pak Indra.

Seperti saat ini, kala ia sedang merapikan kertas yang berserakan di lantai karena ulahnya. Tangannya tanpa sengaja menjatuhkan sebuah buku agenda. Tia segera berjongkok merapikan kertas-kertas kecil yang terlempar saat jatuh. Saat itulah matanya melihat sebuah foto. Diambilnya foto tersebut dengan hati berdebar. Ditatapnya lekat-lekat foto yang sangat ia kenal.

Pintu terbuka. Membuat Tia mengangkat wajah dan mendapati Pak Indra di ambangnya.

"Tia, ikut saya sekarang."

"Baik, Pak." Ditumpuknya kertas-kertas tadi di ujung meja tapi tidak dengan foto yang malah ia sembunyikan di saku celana. Lantas keluar ruangan dan menguncinya.

Cepat ia berjalan mengikuti Pak Indra, tapi ponselnya tiba-tiba berdering. Nama Rendi tertera di layar.

"Assalamu alaikum. Tia, nanti sore ada acara? Bisa kita ketemu sebentar? Ada yang mau saya bicarakan."

"Kenapa, Ren? Ada apa? Gue nggak tau bisa apa nggak, nanti gue kabarin ya," jawab Tia.

"Ya udah, gue tunggu kabarnya ya." Sambungan telepon pun diputus. Tia bertanya-tanya kenapa Rendi tiba-tiba mengajaknya bertemu.

"Tia, kamu ikut saya, ya," ujar Pak Indra saat Tia baru saja duduk di sisi pengemudi. Pak Indra sendiri yang mengendarai mobil kantor ini.

"Ke mana, Pak?"

"Kantor polisi."

Deg! Jantung Tia seolah berhenti. "Apa Pak Rifky benar-benar ada di sana?" batin Tia bertanya-tanya.

Sepanjang jalan Tia merasa jantungnya berdebar aneh. Mendadak suhu di dalam mobil terasa panas, meskipun pendingin bekerja dengan baik. Keringat dingin mengalir dari kening, bahkan duduknya pun sedikit gelisah.

"Duh, kenapa gue jadi gini, sih?" rutuk Tia sebal.

Tia melangkah pelan mengikuti Pak Indra. Setelah melapor kepada petugas yang berjaga di depan, mereka lalu dipersilakan masuk. Seorang petugas yang baru datang, mengantar mereka menuju sebuah ruangan.

"Silakan, Pak. Di dalam sudah ada tamu juga," ujar petugas yang mengantar sebelum berlalu dari sana.

"Terima kasih, Pak."

Tia mengikuti Pak Indra memasuki ruangan. Sayup-sayup terdengar suara orang bercakap-cakap. Hal itu membuat debaran jantung Tia semakin menguat, saat mendengar suara yang sangat dikenali dari dalam. Hati Tia serasa mencelos karenanya, tampaknya kabar yang beredar itu benar adanya.

Di sana terdapat sebuah meja dengan kursi di sisinya. Nampak seorang wanita paruh baya duduk di sana, menangis sambil memeluk ... Rifky. Di kursi seberangnya ada Pak Ali. Terlihat sedang terlibat pembicaraan yang serius. Pak Indra lalu ikut duduk di kursi sebelah Pak Ali, sementara Tia menuju kursi di dekat dinding.

[TERBIT] Secret Admirer Where stories live. Discover now