Bab 31 - Maaf Saya Tak Sempurna

662 74 15
                                    

"Hari ini kita kumpul di ruang meeting ya. Pak Ali mau kasih pengumuman sedikit. Kalian habis ini langsung nyusul ke sana, ya," ujar Pak Indra yang lalu keluar ruangan dengan tergesa. Meninggalkan Tia dan Mirna yang saling bertukar pandang.

Keduanya yang baru saja masuk, jelas terkejut mendapati ruangan HRD yang biasa cukup ramai kini mendadak sepi. Hampir semua orang sudah berpindah ke ruang meeting, seperti yang dikatakan Pak Indra tadi. Setelah menyimpan tas, kedua gadis tadi pun segera menyusul ke sana.

Tia cukup terkejut melihat siapa saja yang berada di sana. Selain Pak Ali, Pak Indra dan suaminya, ada pula Hera yang tadi disebut-sebut Mirna. Tampaknya Tia harus mengakui kemampuan Mirna dalam mencari berita, buktinya kabar yang disampaikan tadi benar adanya. Begitu pula dengan berita kembalinya Hera di sini.

Perempuan berparas cantik dengan tubuh bak seorang model serta mengenakan blazer cokelat dengan celana panjang senada, kini tersenyum di sisi Rifky. Rambut lurus sebahunya digerai sempurna, menambah keanggunannya. Tampak serasi berdampingan dengan Rifky yang tampan. Seketika Tia merasa kepercayaan dirinya turun hingga ke titik nol.

Tia memilih untuk berdiri di sisi pintu ruang meeting saat Pak Ali mulai memberikan pengumuman. Dan seperti yang sudah disampaikan Mirna tadi, Hera benar-benar bergabung kembali dengan perusahaan sebagai asisten Pak Ali, setelah sebelumnya kuliah dan bekerja di Australia.

Mengetahui kenyataan bahwa Hera bukan hanya cantik tapi juga pintar, membuat Tia merasa tak ada apa-apanya. Terlebih setelah melihat bagaimana Hera seperti sengaja mendekatkan diri pada suaminya, hampir saja Tia pergi kalau bukan karena ditahan oleh Mirna.

"Nggak sopan, Neng. Tunggu dulu, ya. Sabar. Cukup hati yang panas, pikiran jangan," ujar Mirna mengingatkan.

Tia memutar mata mendengar ucapan tersebut. "Kalau lu jadi gue, kesel nggak kira-kira, Mir? Laki lu dipepet perempuan di depan mata lu sendiri? Lagian apa iya dia nggak tau kalo cowok di sebelahnya itu udah kawin?"

"Sabar. Sabar. Bisa jadi aja, dia emang nggak tau kalo Pak Rifky udah nikah. Kan lu denger sendiri kalau dia baru balik dari Australi. Lagi juga Pak Rifky nggak nanggapin kan, kecuali kalau si bapak nanggapin, baru deh lu boleh ngamuk."

"Ya, tapi masa iya diam aja dipepet perempuan cakep gitu? Nggak mungkin kalau nggak seneng, kan. Udah, ah. Gue udah kesel banget liatnya."

Tanpa bisa dicegah lagi, Tia diam-diam keluar dari ruangan. Berharap tak ada yang akan menyadari kepergiannya. Toh, ada atau tak ada dirinya, tak akan berarti apa-apa. Hera akan tetap bekerja di sini lagi seperti dahulu.

Tia memilih melarikan gundahnya dengan mengerjakan data-data payroll yang harus segera diserahkan. Jadi, daripada berlarut-larut dengan perasaan tak mengenakkan ini, ia memilih untuk menyelesaikan laporan agar bisa gajian secepatnya.

Tak berselang lama, Mirna sudah kembali. Ia menggelengkan kepala melihat Tia, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya mengatakan jika Rifky berkali-kali mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan seperti tengah mencari seseorang, tapi hanya ditanggapi helaan napas dari Tia.

Siang harinya, seperti biasa Tia ke mushola dan makan siang dengan Mirna. Sengaja ia meninggalkan ponselnya yang tengah diisi baterai di laci meja. Namun, sejam kemudian saat kembali ternyata sudah banyak pesan yang dikirim seseorang yang sejak tadi ingin ia hindari.

[Nanti kita lunch bareng ya.]

[Tia, kamu di mana? Cepat ke ruangan saya.]

[Tia? Kamu di mana?]

[Marah bukan begini caranya, Tia. Tolong dewasa sedikit.]

Dan masih banyak pesan lainnya yang terlanjur malas untuk dibaca. Segera disimpan kembali ponselnya lalu meneruskan pekerjaan yang sempat tertunda tadi.

[TERBIT] Secret Admirer Where stories live. Discover now