Bab 30 - Seseorang dari Masa Lalu

651 77 18
                                    

Pagi ini, Rifky dan Tia sudah berada di mobil. Rifky memutuskan menggunakan mobil saja agar lebih aman untuk istrinya. Beruntung jalanan sedang bersahabat, hingga mereka tiba di kantor dengan cepat.

Setelah berpisah di parkiran, Tia bergegas ke ruangan HRD. "Pagi, Pak," sapanya pada Pak Indra yang sudah berada di tempatnya.

"Eh, kok, pengantin baru udah masuk aja. Saya pikir bakal nambah cuti nih," seloroh Pak Indra.

"Hehe, tadinya juga maunya begitu, Pak. Tapi, kayak Pak Rifky mah mana mau." Tia tertawa. Kemudian berjalan menuju mejanya.

Mirna masuk beberapa menit kemudian dan berlari menghampiri saat melihat Tia. Dipeluknya sahabatnya erat. "Neenngg, udah masuk nih, nggak jadi bulan madu?"

"Siapa yang bulan madu?" Tia kembali tertawa.

"Ya, kirain mau bulan madu. Abis liat statusnya seru banget kayaknya. Enak, ya, jadi istri General Manager?" goda Mirna. Pak Indra tertawa ikut mendengarnya.

"Biasa aja, tuh."

"Masa biasa-biasa aja? Cerita dong, Neng. Gue kan penasaran nih, gimana rasanya nikah sama manusia kul–"

"Sstt …!" Tia langsung menutup mulut sahabatnya tersebut, jangan sampai terdengar orang lain yang ada di ruangan ini. "Lu jangan bilang begitu di sini, nggak enak, kan, kalau ada yang dengar."

Mirna hanya nyengir saat Tia berkata demikian, tapi karena waktu telah menunjukkan pukul delapan, jadilah ia bergegas ke mejanya. Masih sempat pula mengingatkan untuk bercerita saat makan siang nanti, yang direspon Tia dengan tawa kecil.

Tia memulai pekerjaan seperti biasa. Sengaja memilih berdiam diri di ruangan saja, menghindar berpapasan dengan orang lain. Atau meminta tolong pada Samsu, jika memang terdesak harus keluar ruangan, terkecuali saat istirahat tiba. Mau tak mau ia harus keluar juga, sekalipun sedang tak sholat untuk makan siang. Seperti saat ini, ia sudah berjalan bersisian bersama Mirna menuju mushola.

Baru saja hendak memasuki mushola, tiba-tiba saja Rifky keluar dari sana. Tia mendadak menjadi canggung saat berpapasan dengan suaminya di sana. Namun, tetap dipaksanya sebuah senyuman demi menghargai Rifky.

Sementara Rifky hanya tersenyum memaklumi. "Nanti ke ruangan saya, ya. Saya duluan," bisik Rifky saat melewati Tia.

Tia sendiri hanya mengiyakan, tak berani merespon berlebihan karena ada banyak pasang mata yang sejak tadi memandang ke arah mereka berdua. Seolah menanti terjadi sesuatu antara mereka. Sayang, Rifky pergi begitu saja. Begitu pula dengan Mbak Santi yang memperhatikan dari dalam mushola, tatapannya terpaku ke arah Tia. Jadilah, ia menanti Mirna sholat dengan tak tenang.

"Lama amat sih! Hayuk, buruan! Gue udah risih diliatin aja dari tadi." Tia langsung menarik tangan Mirna saat melihat temannya keluar dari mushola. Membuat Mirna jadi tergesa memakai sandal lalu mengikuti langkah Tia menuju kantin.

"Emangnya kenapa sih, Neng? Buru-buru amat," protes Mirna saat Tia akhirnya melepas tangannya di meja kantin yang biasa mereka tempati. Di sana sudah ada Bang Andi yang melihat keduanya dengan heran.

"Ada apa ini? Kenapa tarik-tarikan begitu?"

"Nggak tau, tuh. Tia maen tarik aja, baru juga selesai sholat."

"Gue risih tau, diliatin terus kayak alien aja. Apalagi Mbak Santi, lu nggak tau aja sih gimana dia liatin gue. Kayak mau makan orang!"

Namun, Bang Andi malah tertawa mendengar ucapan Tia yang menggebu-gebu tadi. "Udah biarin aja. Dia lagi kesel nggak berhasil deketin Rifky. Plus iri soalnya Tia yang dilamar."

"Ya, tapi Tia sendiri kan, nggak pernah ngerencanain mau nikah sama dia. Dia aja yang tiba-tiba ke rumah bawa keluarganya," ujar Tia membela diri.

"Iya, gue tau, kok, ceritanya. Udah biarin aja. Ntar juga capek sendiri. Lagian mau ngejar-ngejar kayak gimana kalau nggak jodoh, ya nggak bisa juga. Iya, kan?" tukas Bang Andi yang langsung diiyakan Mirna.

[TERBIT] Secret Admirer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang