O4 - Biola & Ayyara

1K 110 6
                                    

Suara gesekan violin mengalun sedemikian indahnya memenuhi penjuru kamar Ayyara. Si pemain violin memainkan alat musik itu dengan senyum yang selalu terpatri di wajah ayunya. Ayyara sedang berada di fase asmarandana sekarang.

Di depan pintu kamar ada Arya, menatap datar Ayyara. Berulang kali ia katakan supaya Ayyara tidak memainkan violinnya lagi. Namun, gadis itu sangat keras kepala.

"Gue udah peringatin lo," kata Arya ke sekian kalinya.

"Bentar, Kak. Mama sama Papa masih lama pulangnya."

Jengah sekali Arya menghadapi Ayyara yang terus saja menanti-nanti. Dengan kesal Arya melempar sebuah buku catatan di atas meja belajar Ayyara hingga menimbulkan suara yang cukup keras.

"Tanggung sendiri!"

Arya menutup pintu kamar Ayyara kasar sampai pemilik kamar terkejut atas tindakannya. Tidak masalah. Ayyara tetap melanjutkan gesekan violinnya pertanda bahwa hatinya sedang berbunga-bunga.

Beberapa menit berlalu sebelum akhirnya suara mobil memasuki halaman rumahnya, langsung membuat Ayyara berlari menilik gorden di pintu balkonnya. Orang tuanya baru saja tiba di rumah. Buru-buru Ayyara menyembunyikan violinnya di kolong kasur.

"Lagi?"

Satu kata mengarah pada sebuah pertanyaan itu mengagetkan Ayyara yang sedang merapikan tempat tidurnya. Ayyara menoleh ke arah Raya --Mama Ayyara dan Arya-- dengan wajah berusaha tenang.

"Hai, Ma," sapanya.

"What are you doing, baby?" tanya perempuan berumur itu pada putrinya.

"Lagi mau belajar, Ma. Ayyara mau masuk kelas unggulan." Ayyara menghampiri meja belajarnya, berusaha untuk tidak gugup.

Dapat Ayyara rasakan badannya yang panas dingin. Namun, perasaannya menjadi lega ketika mendapati sebuah senyum di wajah Mama.

"Belajar yang rajin," kata Raya sambil tersenyum puas. Selama ini nilai Ayyara membuatnya sangat kesal dengan gadis itu. Melihat tekad Ayyara masuk unggulan kini membuatnya bangga.

"Jangan pikir CCTV di kamar kamu mati."

MAMPUS!

Ayyara dapat merasakan perubahan napasnya yang terasa sulit. Pikirannya bercabang memikirkan apakah Mamanya baru saja memantaunya dari rekaman CCTV.

"Stop, Ayyara!"

Tentu saja anggukan kepala Ayyara berbanding terbalik dengan suara hati gadis itu. Menjadi seorang pemain violin ternama menjadi cita-citanya sejak kecil.

"Promise?"

Ayyara menggeleng mendengar hal itu. Mana mungkin dia berjanji untuk diingkari.

"No, Ayyara nggak janji tapi Ayyara bakal usaha yang terbaik, Ma."

"Dan yang terbaik buat Ayyara adalah bermain violin," lanjut Ayyara dalam hati.

Raya mengangguk paham. Ia mengusap bahu Ayyara sedikit penekanan.

"Jangan kecewain Mama sama Papa."

Setelah itu, Raya menutup pintu kamar Ayyara. Saat itu juga Ayyara membanting bukunya marah. Selalu saja kesusahan bernapas jika berada di dekat Mama-Papanya. Ayyara benar-benar ingin mengamuk.

"JAUHIN VIOLIN? NEVER!"

☆☆☆☆

H-14 menuju berlangsungnya ujian akhir. Di mana semua siswa fokus belajar dan belajar demi bisa masuk kelas unggulan yang selama ini mereka impikan. Memang, tidak banyak bedanya dengan kelas reguler dalam segi mengajar. Hanya saja di kelas unggulan siswa-siswi menjadi sorotan. Mendapat perlakuan istimewa dari para guru membuat siapa saja iri melihatnya.

PYTHAGORAS (END)Where stories live. Discover now