37. Pelecehan?

594 72 5
                                    

Ayyara menghembuskan napasnya kasar berkali-kali sepanjang dia berjalan di koridor sekolah. Tangannya terfokus pada ponselnya yang memperlihatkan sebuah pengumuman seleksi untuk lanjut pada tahap ETERNITY. Dia lolos, itu adalah hal yang menyenangkan. Akan tetapi, pengumuman selanjutnya membuatnya pusing.

Babak ETERNITY dilaksanakan 18 September 2022 secara berpasangan.
Satu informasi lagi, pasangan tidak dibolehkan satu gender.

“Aduh, ini kompetisi atau ajang pacaran sih?” rutuk gadis itu.

Ketika mengangkat kepalanya, ia melihat punggung Apin yang baru saja keluar dari bilik kamar mandi. Tunggu-tunggu, Ayyara sepertinya mengingat sesuatu.

“RAVINDRA!” teriak Ayyara keras.
Pemilik nama berhenti, membalikkan badannya bertepatan dengan Ayyara merangkul bahunya. Seperti cowok bertemu cowok.

“Bar-bar,” komen Apin.

“Halah, gitu-gitu juga lo naksir.”

“Nasgor kalik.”

“Dih, laper.”

Apin terkekeh pelan. Mereka berdua berjalan menyusuri koridor bersama-sama.

“Soal rencana lo bongkar suap gimana? Masih lanjut?” tanya Apin tiba-tiba.

Kepala menggeleng dari Ayyara sebagai jawaban. Ayyara menghela napasnya panjang.

“Kita putusin buat berhenti. Kita gak mau ada korban di sini.”

Apin mengangguk paham atas keputusan triple A. Di sebelah Apin, Ayyara bergumam tak jelas beberapa detik.

“Gue waktu itu lihat lo main piano.”

Apin menoleh ke arah Ayyara yang menghentikan kalimatnya. Ia mengangkat alisnya sebelah.

“Terus?”

“Mau gak jadi partner gue di kompetisi Eternity?”

Ayyara memperlihatkan sebuah pengumuman di ponselnya kepada Apin. Tanpa bertanya atau sekadar basa-basi, Apin langsung menggeleng tegas.

“Gak mau,” tolaknya.

“Please, ayo mau. Gue gak tahu harus cari partner ke mana.”

Bahu Ayyara meluruh. Apin satu-satunya harapan dia untuk dijadikan partner dalam kompetisi ini.

“Apin sayang.” Dengan sengaja Ayyara merangkul lengan Apin manja. Gadis itu mengedipkan matanya beberapa kali, mencoba terlihat menggemaskan supaya Apin luluh. Sayangnya, Apin hanya melirik sekilas tanpa minat.

“Gue gak pinter piano. Gue gak mau kacauin kompetisi lo.”

“Waktu itu bagus.”

Ayyara menggoyangkan lengan Apin. Berharap sekali Apin mau.

“Mau ya? Gue traktir bakpao, deh,” rayu Ayyara.

“Enggak.”

Apin masih tetap menolak. Apin tidak berani mencampuri urusan mimpi Ayyara. Ia sangat takut menghancurkan mimpi gadis itu.

“Ayo mauuu, jahat banget!”

“Pemaksaan.”

Melihat Apin yang sama sekali tidak berminat, Ayyara melepaskan diri dari Apin. Ia menatap Apin sebal.

“Bukan pemaksaan, tapi minta tolong.”

Langkah Apin terhenti, otomatis membuat Ayyara juga ikut terhenti. Cowok itu memasukkan kedua tangannya di saku celana. Sorot mata terlihat menatap Ayyara begitu serius.

“Lo bisa kena pasal soal pemaksaan,” kata Apin tiba-tiba membahas hukum. Ayyara tidak peduli, toh Apin tidak mungkin melaporkannya kepada pihak berwajib.

PYTHAGORAS (END)Where stories live. Discover now