23 - 10 Funfact

757 99 18
                                    

Hawa dingin masih menyelimuti pagi ini akibat hujan semalam. Bercak coklat di lantai serta genangan air di beberapa tempat tertentu terlihat begitu jelas. Embun-embun mulai berevaporasi tatkala sang surya menampakkan diri. Surya menyingsing, menyalurkan kehangatan pagi penduduk bumi.

Aktifitas di pagi yang dingin memang cocok untuk kembali menarik selimut, bergemulat di bawah lilitan hangatnya selimut tebal di kamar. Namun, tentu saja hal itu sangat mustahil dilakukan para pelajar karena mereka berkewajiban ke sekolah guna menuntut ilmu.

Suara Pak Barata menggelegar, meramaikan suasana pagi hari. Meneriaki setiap siswa yang tidak taat akan peraturan sekolah.

"Dasinya Jo!" tegur guru pria tersebut.

"Almetnya dipakai!"

"Ya Gusti, bocah bandelnya nggak bisa diobati," keluh Pak Barata.

Di kantin sekolah, Apin dan Aldev memilih sarapan dengan tenang. Garza, si ketua osis itu ikut menertibkan seluruh siswa SMA Angkasa.

Aldev melirik Apin yang terlihat tidak bersemangat. Cowok itu banyak melamun sejak tadi. Bahkan perlu dicatat dalam sejarah perbakpaoan seorang Ravindra Azamelvoz bahwa hari ini pertama kalinya ketua bakpao itu tidak nafsu menyantap bakpao di hadapannya. Bibirnya tertutup rapat, mengunyah bakpao dalam tenang dan lamban.

"Mikirin hutang Negara lo?" tanya Aldev.

"Galau gue, harga bakpao naik lima ratus rupiah," ucap Apin.

"Mau naik gocap juga pasti lo beli."

"Ya enggak lah, anjir. Nggak worth it, kecuali kalau dapet gift Mbak Karina gitu baru gue borong."

"Kegilaan lo emang udah stadium akhir," tukas Aldev sambil menggelengkan kepala tak habis pikir.

"Masih aman kalau belum terverifikasi pasien RSJ."

"Bahkan RSJ aja kayaknya nggak sanggup tanganin lo---"

"Oh jelas, gue terlalu mempesona," sela Apin penuh percaya diri.

Aldev memutar malas matanya. Tingkat kepercayaan diri Apin di hadapannya sangatlah tinggi.

"Jangan lupa ntar latihan basket buat tanding sama Garuda. Minggu lalu lo udah dua kali absen."

"Anjirlah, gue aja masih stres mikir presentasi nanti." Apin menjambak rambutnya sendiri.

Pikiran Apin masih tertuju pada kejadian semalam saat ia bertengkar dengan Ayyara di koridor sekolah. Ada begitu banyak hal yang menggerogoti jiwanya. Tentang alasan dia lost control untuk kesekian kalinya, tentang sebuah bentakan tak wajar, dan tentang sikap kasarnya. Apin bahkan belum berkomunikasi lagi dengan Ayyara. Semalam ia sibuk mengerjakan tugas bersama Fanny.

"Lo ambil materi apa buat presentasi?" tanya Aldev. Sontak Apin mengangkat kepalanya, menatap Aldev.

"Koloid. Niatnya alkuna tapi gue lagi stres berat."

"Berantem sama Ayyara?" tebak Aldev tepat sasaran. "Gara-gara Fanny?"

Melihat keterdiaman Apin, dapat Aldev simpulkan bahwa tebakannya benar.

"Kalau gue jadi lo, gue bakal pilih Fanny."

Merupakan pernyataan tak terduga dari mulut Aldev. Apin mengerutkan keningnya bingung.

"Soalnya Apin bego, makanya pilih Fanny."

"Nambah beban pikiran lo!" hardik Apin tidak mengerti.

"Kalau gue jadi Aldev, terus terus gue punya pacar Ayyara baru gue pilih Ayyara karena Aldev pintar."

PYTHAGORAS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang