Chapter 21

266 35 15
                                    

Bagaimana jika seseorang bisa meramalkan semuanya? Semua orang berpikir apa yang terjadi tergantung pola pikir mereka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bagaimana jika seseorang bisa meramalkan semuanya? Semua orang berpikir apa yang terjadi tergantung pola pikir mereka. Tapi jika manusia bisa mengatur dan menghentikan perasaan cinta sesuka hati, jika bisa mengendalikannya. Apakah itu anugerah, ataukah siksaan?

💜💜💜

Empat Tahun Kemudian

Jika seseorang merasa sepi dan tidak dicintai dalam waktu yang cukup lama, terkadang ia merasa bahwa dirinya adalah pertanda buruk. Hal itu dirasakan Zhang Qiling satu tahun terakhir dari tahun-tahun yang telah berlalu.

Pada awalnya, entah bagaimana, pamannya berhasil membujuk dirinya untuk terus menjalani kehidupan dan rutinitas normal yang membosankan. Tapi satu hal tidak bisa dia lakukan. Dia menyerah menjadi makcomblang. Dia tidak peduli lagi atas segala macam tipuan, dan kehilangan kepercayaaan. Walaupun begitu, penglihatannya tidak bisa dinetralkan. Jadi ia seringkali membutuhkan waktu untuk pergi sendirian ke tempat sepi di akhir pekan mau pun di kala waktu senggang.

Pamannya menggunakan tabungan pribadinya untuk membeli sebuah pondok peristirahatan di pinggiran kota, jauh di perbukitan dengan pemandangan danau biru yang molek dibingkai savana dan hutan. Pondok itu memiliki dua kamar, tidak terlalu besar untuk ditinggali sendiri dengan suasana tenang, lebih sepi dari biasanya. Sebenarnya, kawasan itu khusus untuk segelintir orang yang memiliki uang dan berani membayar privasi dengan mahal.

Musim dan tahun yang berganti tidak kunjung menyembuhkan kecewa dalam hati, dan saat ia merasa sulit melanjutkan hidup, ia akan mengemasi barang-barang dan pakaian lantas menginap di pondok itu untuk beberapa waktu. Merasa lega bahwa dengan seperti ini, dia cepat atau lambat akan dilupakan dan melupakan.

Di pertengahan musim gugur yang muram tahun ini, lagi-lagi Zhang Qiling memutuskan untuk mundur dari keramaian dan mengambil cuti.

Waktu yang dihabiskan dalam pondok di tepi danau tidak lagi terasa seperti waktu. Ini lebih mirip dengan serangan kesepian yang panjang, melemahkan dan menyedihkan.

Saat fajar berlalu, Zhang Qiling semakin sedih, tidur sebanyak mungkin, sering bangun hanya ketika makan siang dikirim oleh petugas pengantar makanan yang dia hubungi. Dia tidak berusaha menyisir rambut atau berpakaian dengan rapi setiap hari. Sebaliknya, dengan setelan santai yang nyaman, ia berdiri di dekat jendela dan menatap bukit, danau serta pepohonan, memikirkan Wu Xie dan kenangan mereka. Dia merenungkan setiap ingatan yang dimiliki, setiap percakapan yang dapat ia ulangi. Terus-menerus meratapi kehilangannya yang tiba-tiba, saat-saat ketika ia terlalu kesal untuk memahami drama yang diciptakan Wu Xie, atau terlalu angkuh untuk diam-diam berbaikan. Zhang Qiling mengutuk semua kesalahannya sendiri tanpa ampun atas kesepian hidupnya sekarang ini. Bahkan hingga tindakan yang terkecil.

Zhang Qiling selalu menjadi pria yang aktif, tetapi menenangkan diri terlalu lama perlahan mencuri energinya seperti hujan yang turun diam-diam di hari yang panas. Sejujurnya, dia mungkin adalah pria yang lemah dalam sisi melankolis dan jika bukan karena pembicaraan dengan paman Rishan di telepon, ia mungkin akan layu dan terpesona oleh ketenangan dan keindahan tempat ini sampai gila.

𝐅𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Where stories live. Discover now