55 - DIBAWA JAUH

15 2 0
                                    

Dokter dan perawat langsung berdatangan begitu mendengar suara nyaring dari dalam ruang ICU, lebih tepatnya dari dalam ruangan Dania. Semua yang tengah menunggu di Ruang tunggu pun ikut cemas, mereka takut sesuatu yang buruk sudah terjadi. Bima yang sedari tadi hanya berdiri pun sekarang langsung berlari menuju kaca jendela untuk bisa melihat Dania lebih dekat.

Awalnya, Eyang putri dan Tuan Asnara terkejut dengan kedatangan Bima. Namun, melihat Bima yang sepertinya juga cemas melihat keadaan Dania akhirnya hanya bisa membiarkan.

"Mulai resusitasi," perintah Dokter kepada salah satu Perawat.

"Baik, Dok."

"Siapkan Defibrilator," suruh Dokter itu lagi kepada Perawat yang lain.

Eyang putri yang tengah memandangi Dania hanya bisa pasrah, Beliau tidak mampu lagi berkata apapun. Rasanya seluruh harapannya sudah menghilang.

"Kita mulai defibrilasi, Naikkan ke 150 joule."

Masih belum ada tanda-tanda perubahan pada Dania. Semua yang menyaksikkan nampaknya sangat panik, apalagi Tuan Asnara yang harus kembali melihat seorang perempuan tercintanya harus terbaring di atas ranjang pesakitan itu. Yang bisa dilakukan sekarang hanyalah berdo'a dan memasrahkan diri, berdo'a agar Dania bisa kembali, hanya itu yang diinginkan oleh semua orang.

"Dania.. Kembali.."

Tiiiiitttt.. Tit.. Tit.. Tit.. Tit..

Suara yang berbunyi nyaring itu tiba-tiba berhenti, tekanan darah Dania kembali stabil, layar monitor yang sebelumnya menampilkan garis lurus kini kembali menampilkan garis zig-zag. Denyut nadi Dania kembali, Gadis itu tidak benar-benar pergi.

****

Umi Fatima tak henti-hentinya memandang wajah pucat sang Putri yang saat ini masih belum sadarkan diri. Tidak biasanya Clara pingsan sampai selama ini. Umi Fatima menggenggam tangan Clara yang terbebas dari infus.

"Nak, bangun ayo, Umi kangen," rintihnya.

Perasaan seorang Ibu memang tidak bisa dibohongi, Clara adalah Anak tunggal yang sangat dimanjakan dan sangat disayangi oleh Keluarga mereka. Kelahiran Clara sudah menjadi sebuah hadiah yang paling indah bagi Tuan dan Madam Mustikaraja. Clara bagai seorang Putri yang hadir setelah beberapa tahun istana kerajaan tidak diisi oleh suara Anak-anak.

Melihat Clara yang memang menjadi kesayangan membuat Umi Fatima hancur-sehancurnya ketika mendengar bahwa Clara mengidap penyakit serius. Umi Fatima pernah menyalahkan Tuhan dan selalu bertanya mengapa semua terjadi pada Putrinya.

Umi Fatima bahkan memohon agar ia saja yang sakit, jangan Putrinya. Umi Fatima tidak bisa hidup jika sesuatu terjadi pada Clara.

Perlahan, sudut mata Umi Fatima melihat jari-jemari Clara mulai bergerak, Umi Fatima langsung segera beranjak, Beliau langsung mendekati Clara.

"Anak Umi.." panggil Umi Fatima.

Pelan namun pasti, kelopak mata Clara mulai bergerak dan akhirnya membuka. Betapa bahagianya hati Umi Fatima ketika melihat kembali mata cantik Clara yang belum lama ini terpejam. Umi Fatima menangis haru, air mata menetes di pipinya. Ia menangis bahagia akhirnya Putrinya sadar.

"Ini Umi, Nak."

"Um-i..." panggil Clara lirih.

Umi mengangguk, satu tangannya dengan sayang mengusap rambut Clara.

"Iya Sayang, ini Umi, ada yang sakit, Nak?" tanya Umi.

Dengan lemah, Clara menggeleng. Satu tangan terangkat, Clara mencoba menyentuh pipi sang ibu untuk menghapus air matanya.

DUNIA DAN(D)IA : A Story begins here (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang