Chapter 8

113 55 178
                                    

Chapter 8

1 Agustus 2012

Shena tidak pernah menyukai ide Putri yang mengajak teman-teman sekelasnya untuk berfoto di rooftop Gedung Pertemuan Phoen1x Jakarta Selatan ini. Dia sudah sangat lelah seusai mengikuti acara wisuda pelepasan untuk kelas 6 SD Permata Bangsa.

Pagi itu, Shena bangun pukul 4. Membersihkan diri, beribadah, dan langsung ikut Mama ke salon yang sudah menjadi langganan keluarga mereka beberapa tahun terakhir. Shena mengenakan kebaya berwarna cokelat susu, dipadukan dengan bawahan batik cokelat yang serasi. Wajahnya dipoles dengan halus, dengan bedak, maskara, blush, dan pewarna bibir tipis.

Khusus untuk hari ini, mama membelikan Shena heels yang tidak terlalu tinggi, berwarna senada dengan bajunya. Cocok digunakan untuk anak seumurannya. Rambutnya tidak dibiarkan terurai, melainkan dicepol ke belakang dengan sangat rapi agar memudahkan Shena nantinya ketika mengenakan toga.

Cantik.

"Sudah siap?"

Shena mengangguk.

Mereka akhirnya sampai di Gedung Pertemuan Phoen1x Jakarta. Sorak ramai menyambut kedatangan Shena. Ia dapat melihat teman-temannya yang bertambah cantik dan tampan.

Wulan menyapa Shena, "Shen! Ayo sini!"

Shena mengangguk karena ia dapat melihat Angga di antara kerumunan teman-temannya, tengah berfoto bersama Putri, Riani, Wulan, dan teman sekelasnya yang lain. Perempuan itu ikut berbaur dengan mereka hinga prosesi wisuda dilaksanakan dengan khidmat.

"Aduh, capek, aku susah jalannya," Shena menggerutu. Pasalnya, sepatu tinggi ini memang indah saat dikenakannya, tetapi jika harus menaiki tangga sampai ke atap gedung, rasanya Shena tidak mampu. Kakinya serasa mau patah!

Angga yang melihat Shena di depannya lantas tertawa, "Lagian, ngapain bawa sandal tinggi-tinggi."

Shena melirik dengan kesal, "Namanya high heels, Angga. Bukan sandal."

"Ya sudah. Ayo semangat, dikit lagi sampai."

Mereka akhirnya sampai di atap gedung. Hal pertama yang dapat Shena katakan adalah indah. Dari atas gedung, pemandangan Kota Jakarta terlihat sangat menakjubkan. Meski hari mulai terik, tetapi pemandangan jalan, pohon, gedung-gedung tinggi, pedagang kaki lima, dan lautan manusia cukup memanjakan mata. Udara siang itu sangat menyegarkan bagi mereka.

Anak-anak itu akhirnya langsung berbaris rapi. Bersama Bu Nova, mereka mudah sekali di atur. "Yang cowok duduk dengan gagah di depan yaaa, nanti kita yang perempuan di belakang. Ayo anak-anak!" Bu Nova memberi instruksi untuk yang terakhir kalinya. Dengan berlatar belakang pemandangan indah itu, mereka akhirnya mengambil gambar.

"Satu... dua..."

Ada flash kamera yang terpancar, hingga mereka semua tersenyum bahagia.

Lulus.

6 tahun menimba ilmu di Sekolah Dasar nyatanya berlalu begitu cepat. Shena merasa, baru kemarin ia dan Angga menginjakkan kaki pertama kali di sekolah ini, baru kemarin ia dan Putri jatuh ketika bersepeda, tetapi sekarang mereka sudah melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Shena melihat sahabatnya, Angga. Ia mengenakan kaos putih bersih, dan memadukannya dengan jas berwarna hitam dan celana senada. Angga juga mengenakan dasi pita berwarna biru dongker. Rambutnya disisir sangat rapi, memancarkan aura yang tidak Shena mengerti. Ia tengah sibuk dikelilingi teman-teman perempuannya yang mengantre untuk berfoto dengannya. Apalagi Wulan dan Putri. Mereka sibuk sekali menyuruh Angga berpose aneh-aneh yang membuat mereka terlihat konyol, setidaknya menurut Shena.

Perempuan itu tengah menyandarkan kedua lengannya di atap gedung yang tidak terlalu tinggi. Hingga ia bisa melihat ke arah bawah gedung, melihat pemandangan jalanan Jakarta. Shena tidak pernah tahu bahwa berfoto dan menikmati waktu di rooftop itu sangat menyenangkan.

Perlahan, Shena memejamkan matanya, merasa tenang.

"Cen!" Seru Angga, menghampiri gadis yang tengah berdiri sendiri di pojok Utara bangunan. "Ngapain?"

Shena menunjuk pemandangan di hadapannya, "Lihat, indah banget ya, Ngga. Aku nggak pernah tahu kalau Jakarta ternyata bagus banget pemandangannya."

Angga, sahabatnya lalu melihat ke arah mana pandangan gadis itu, ia lalu mengangguk setuju. "Nanti, pas SMP, kita masih satu sekolah?"

"Pastinya."

"Kalau aku nggak bisa?" tanya Angga. Sahabat perempuannya sudah diterima di SMP Arjuna Jakarta Selatan melalui jalur prestasi atau nilai rapor. Sedangkan Angga gugur karena nilainya tidak memasuki kriteria. Tetapi, Angga berniat untuk mengikuti tes, dan jika masih gagal, jalan satu-satunya ialah menggunakan Nilai Ujian Nasional (NUN).

Shena terkekeh, "Ya nggak apa-apa. Nanti aku pindah sekolah."

Terkejut, Angga menggeleng keras, "Ya nggak boleh!"

"Bercanda. Lagian kenapa kamu ambil pusing? Mau sekolah di mana aja itu gak apa-apa. Asal serius. Kalaupun nanti beda sekolah, nanti aku sering main ke rumah kamu. Kamu juga bisa sering main ke rumah aku, Angga. Gampang kan? Kalau banyak tugas, kita bisa kerjain bareng." Shena menjawab, dengan sangat bijak untuk ukuran anak seusianya.

Mendengar itu, Angga setuju. Tak apalah jika harus berbeda sekolah. "Tapi aku mau tetep ikut tes di SMP Arjuna. Kamu mau nemenin?"

"Tanggal berapa?"

"Besok."

"Oke."

Keduanya akhirnya diam. Sama-sama larut dalam pikiran masing-masing. Sibuk dengan beragam pertanyaan dan pernyataan yang mungkin terbesit di dalam benak. Hingga sebuah suara membuyarkan lamunan mereka.

Om Hans bertanya, "Eh, Shena, anak Pak Haris. Ayo sini, boleh saya foto kalian berdua?"

Keduanya saling melirik, Shena tidak tahu bagaimana fotografer itu mengenal Papanya. Tetapi akhirnya Angga tersenyum dan menyetujui ide tersebut.

"Satu, dua, tiga..."

Lalu suara klik terdengar, dan mereka saling tersenyum satu sama lain.

"Selamat wisuda, Cena."

"Selamat wisuda juga, Angga."

***

Next?

[Picts from Pin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Picts from Pin. All rights reserved]

I Am PlutoWhere stories live. Discover now