💌 35 | Our First New Year

25 1 0
                                    

"Terus bertahan, untuk sebuah ketidakpastian."

—Mr. D'Unknown

35. Our First New Year

Sabtu, 31 Des 2023
Aletha Aleana
23.53 p.m.

💌

Biar kuhitung ada berapa banyak destinasi di kota Jakarta yang sudah kukunjungi.

Kota Tua, Taman Ancol, Taman Mini, Monas, dan Pantai Indah Kapuk.

Aku dibuat puas olehnya selama 5 hari berada di sini. Kemudian kami kembali pada suatu pertemuan terakhir kami untuk merayakan tahun baru. Yaitu tempat di mana kami pertama kali bersinggah saat aku baru mendatangi kota ini.

Pantai Ancol.

Kuselip beberapa helai rambut ke belakang daun telinga karena terpaan angin laut malam menerjang. Suasana begitu ramai, banyak di antaranya menikmati malam perayaan tahun baru ini bersama keluarga, kekasih, tak jarang seorang diri.

Lalu aku yang mana? Sulit dikategorikan.

Aku tak bisa berhenti memandangi laut bermandikan cahaya rembulan bersama kerlap-kerlip lampus hias yang berganti warna tiap detiknya.

Kukira aku akan merayakan akhir tahun 2023 ini seorang diri bersama rasa hampa yang lama telah menyerangku sejak 2 tahun terakhir. Perkiraanku salah lagi. Seseorang masuk ke dalam kehidupanku.

Dia adalah Tobias. Berdiri santai di sampingku.

Detik ketiga dia memulai pembicaraan. "Aletha."

Aku segera menoleh, "Iya?"

"Kamu mau duduk nggak di sana?" Aku mengikuti arah pandang Tobi yang mengarah ke hamparan pasir yang tidak banyak diduduki oleh pengunjung.

Melihat kondisi di tempat sebelah sana aku mengangguk setuju. Tidak terlalu ramai. Bisa menyaksikan kembang api lebih afdal.

Aku dan Tobi berjalan melewati jembatan dermaga hingga kaki kami sama-sama bergabung pada hamparan pasir lembut. Tobi memintaku untuk menunggu sebentar, menyewa tiker.

Tiker sudah berada bawah bokong kami masing-masing. Aku menyelonjorkan kaki, lega.

Kusimpan tasku, tak sengaja terbuka sendiri, terlihat ponselku menyala.

Daffa mengirimku pesan.

Daffa:

Where r you?

Aku hanya membacanya dari guliran notifikasi. Enggan membuka laman WhatsApp untuk sekadar membaca pesannya apalagi membalasnya. Kusimpan.

"Letha." Tobi mengambil posisi duduk sila.

"Iyak?"

"Jam berapa ini?"

Kubuka ponsel. "Jam 23.57."

Tobi mengangguk. "Oke."

Sekilas aku memandang raut Tobi yang tersenyum berubah gusar dalam sesaat. Menyadariku mengamatinya ia langsung memasang senyum lebar.

"Kamu kenapa?" tanyaku khawatir. Dia hanya menggeleng.

Ia berbohong, dan aku penasaran.

Maka itu aku memaksa untuk dirinya menjawab jujur pertanyaanku.

"Kenapa?" tanyaku singkat.

Tobi menoleh. "Kenapa apa?"

"I saw you."

Shutting Down My HeartWhere stories live. Discover now