💌 43 | One Week After...

30 1 0
                                    

WELCOMEEE

ini chapter dibuat di tahun 2023 ges, skrg dah 2024 huhh

hope u enjoy it

and happy readingg

"Siapa yang menakdirkan kita berdua?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Siapa yang menakdirkan kita berdua?"

"Tuhanku apa Tuhanmu?"

—Just Aletha

43. One Week After...

Jumat, 12 Jul 2024
Aletha Aleana
15.00 a.m.

💟

Satu bulan terakhir amat menegangkan itu berlalu. Meninggalkan sederet kisah unik tak terlupakan. Menyebabkan rasa itu terealisasikan. Menyisakan berbagai kekhawatiran yang menjadi dalam pikiran.

Dinding pembatas perbedaan supertinggi itu menghalang aku dan Moses.

Ya, itu adalah satu hal yang akan sulit kugapai nantinya. Nantinya, jika rasa ini semakin merambat ke langkah keseriusan, yang melibatkan perbedaan kepercayaan.

Kepalaku dihantam oleh ingatan saat Alesha mengkhawatirkan hubungan virtualku dengan Moses akan berjalan—Alesha belum tahu Moses sebenarnya adalah Tobi—Alesha belum tahu Tobi yang merupakan Moses adalah seorang Katholik—Dan Alesha belum tahu bahwa aku dan Moses sudah menjalani hubungan.

Aku membuang satu helaan panjang. Selama seminggu terakhir aku sudah berada di Semarang, mengistirahatkan diri. Begitu pula Moses. Mengambil cuti panjang untuk masa pemulihannya.

Katakan saja kami sedang dalam hubungan jarak jauh. Di waktu yang akan datang aku akan mampir ke Sukabumi untuknya.

Rintik hujan mulai turun. Dengan tergesa aku langsung beranjak dari bangku panjang taman kompleks perumahanku untuk mencari tempat teduh. Di sebuah pohon besar.

Sialnya aku saat ini. Tak ada payung yang bisa mengantarkanku pulang. Mau menghubungi Pak Hanif supaya membawakanku payung (kalau bisa sekalian antar pulang) aku sadar aku benar-benar tepat di bawah pohon yang rawan oleh petir.

Kegelisahanku semakin menjadi, tempias air mulai membentur kakiku dengan perlahan. Sepertinya tak ada cara lain untuk menghindar dari situasi berbahaya ini. Maka aku segera mengantungkan ponselku usai mengaktifkan mode pesawat, dan...

Berlari sekencang mungkin! Menerjang angin yang menusuk wajahku seenaknya.

Tak butuh waktu lama aku tiba di halaman sebuah minimarket. Tempat untuk berteduh yang jauh lebih baik.

Merasa sudah aman aku segera menghubungi Pak Hanif untuk segera datang menjemputku. Jarak taman ini menuju rumahku sangat jauh. Berbeda blok.

Akhirnya Pak Hanif mengangkat teleponku dan bersiap menjemputku.

Shutting Down My HeartWhere stories live. Discover now