Chapter 4 : Dia yang dianggap sampah (4)

651 94 3
                                    

Aku mengeluh kesakitan, memegangi perutku yang nampaknya lebam dan membuka mata sedikit demi sedikit.

"Ughh... Liam... Protagonis sialan itu, bukannya kamu orang baik?"

Perutku sepertinya sedang hancur, aku bertanya-tanya bagaimana bisa memperbaiki perut ini.

"Bah, sekarang aku tidak mempunyai perut sepertinya."

Perlahan-lahan saya bangkit dan menemukan bahwa saya sudah tidak ada di hutan lagi. Ini dipinggir hutan, di depan saya sudah banyak rumah-rumah yang kalau saya telusuri bisa sampai ke balai kota. Liam tidak bohong soal membawa saya keluar dari hutan belantara itu. Ia benar-benar menepati kata-katanya, bahkan pedang yang saya minta ada di dekat saya.

Saya tersenyum, tertawa karena anak itu begitu penurut.

"Hahahaha... Ternyata kamu memang anak baik, ya?"

Saya mengambil pedang tersebut, hendak menjualnya dengan harga tinggi. Pedang ini asli dari istana, diberikan oleh rajanya langsung. Saya harus mendapatkan harga tinggi bagaimanapun caranya!

Setelah ini mungkin saya akan mencari penginapan dengan harga rendah, aku tidak peduli jika aku mendapatkan fasilitas yang jelek. Yang penting hari ini aku memiliki tempat bernaung sementara. Atau mungkin, begini saja. Aku bisa menyewa rumah kotor dan rusak untuk ditinggali? Harusnya itu murah, yakan?

Saya berjalan melewati trotoar, mencari orang yang mau membeli pedang ini dengan harga tinggi dan mendapatkan uangnya. Laku keras! Bahkan orang biasa saja bisa tahu, pedang ini memiliki nilai yang tinggi.

"Ah, pak. Tambah lagi dong koinnya!"

"Ini sudah penawaran terakhir ya, aku tidak bisa menambah lagi setelah ini. Rugi aku kalau menurutimu terus!"

Aku mengeluh, padahal kalau ditambah lagi aku bisa mendapatkan koin lagi.

"Yasudalah, bapak ini pelit sekali."

"Ini sudah harga tertinggi, nak!"

"Iya... iya... Sekarang, mana koinnya?"

Pengrajin pedang itu masuk ke dalam tempat kerjanya, menghitung sekantung koin dan memberikannya kepadaku. Ku hitung ulang agar tidak kena tipu, dan hasilnya sesuai dengan yang dijanjikan.

"Hehe... Terimakasih, pak! Senang berbisnis dengan bapak."

"Ck, pergilah.. Jangan sampai aku melihat wajahmu lagi!"

Saya tertawa, meninggalkan bapak itu sambil melambaikan tangan. Saya ingin membeli pakaian sebentar, saya tidak berniat membuang baju ini sih, kalau dicuci baju ini masih bisa dipakai. Tapi saya masih butuh baju ganti.

Di pinggir jalan, saya menemukan kios pakaian yang nampaknya menjual baju murah. Tepat waktu! Ini saatnya saya berbelanja pakaian..

Keluar dari kios itu, saya memesan makanan. Bubur, ah saya tak tahu namanya. Yang pasti ini adalah bubur, terus saya mencari-cari rumah kosong yang sekiranya memiliki harga murah. Saya harus cepat, tanpa saya sadari waktu berlangsung begitu cepat.

'Wah, kota ini lebih luas dari yang ku bayangkan.'

Aku mendengus, kalau begini terus aku bisa-bisa tidur di luar. Sama seperti aku saat masih di hutan. Lantas apa bedanya? Aku kemari untuk mendapatkan peningkatan hidup! Bukan begini....

Tarik...

"Hm?"

Saya melirik bagian bawah, ada anak-anak kecil menarik pakaian saya. Apa? Saya tidak punya cukup uang untuk membiayai kalian. Sudah pergi saja sana. Dunia ini memang kejam nak, aku juga kejam. Makanya jangan nempel-nempel.

Lord Who is Considered TrashTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang