Chapter 10 : Dia yang dianggap sampah (10)

415 65 5
                                    

Chapter 10 :

Dahulu kala, ada dikisahkan tentang pedagang yang ulung di daratan warga biasa. Walau dirinya dulu adalah seorang yang miskin, namun dalam sekejab dia menjadi yang paling kaya diantara saudara-saudaranya. Beliau bernama Kedame, seorang pria berumur 20 tahun saat menginjak kesuksesannya. Dengan banyak kenalan beliau mencari ilmu sebanyak-banyaknya, tak elak kepada para bangsawan yang telah absolut kekuasaannya.

Kedame memulai usahanya dari menjual susu, dia antarkan kepada rumah-rumah, pagi-pagi sekali saat semua masih tidur, dia telah bangun, bersiap lantas bekerja seorang diri. Kedame adalah pekerja keras yang pandai dan cerdik, dia mampu memanfaatkan segala situasi hingga mendapat pengakuan dari bangsawan yang memerintah daerah itu sendiri. Kedame memastikan susu yang ia perah adalah susu berkualitas tinggi, dia merawat sapi perahnya dengan baik, telaten sungguh dirinya.

Beliau dengan rendah hati tak pernah merasa tinggi, sungguh seorang mulia yang hanya ingin mencari suatu barokah dalam pekerjaannya. Kedame mulai mendirikan pabrik susu sejak dia diakui oleh bangsawan yang memimpin daerah itu, dia memilih karyawan-karyawannya dengan teliti. Diantara karyawannya itu, tak satu pun yang merupakan saudaranya. Alasannya sederhana, karena dia yang paling tahu sifat licik dan buruk saudaranya, ia tak mau kejadian paling buruk akan menimpanya kelak karena ini.

Oleh sebab itu, dia mendapat olokan tajam dari saudara-saudaranya itu,

"Bagaimana bisa?! Bagaimana bisa kamu membiarkan kakak tidak bekerja dan menjadi pengangguran seperti ini? Kamu kan bisa jadikan aku karyawanmu dan menggajiku dengan harga yang baik!" Seru salah satu saudara Kedame dengan wajah tersungut-sungut.

Kedame hanya mendengus, dia dapat melihat saudara lainnya setuju dengan seruan itu, satu sepakat. Namun ia tahu bahwa niat mereka bukan hanya menjadi karyawannya. Saat Kedame menjadikan saudara-saudaranya itu menjadi karyawannya, mereka akan kikir, menindas karyawan lain mungkin karena mereka memiliki posisi sebagai saudara kandung Kedame, bahkan dengan santainya meminta gaji tambahan walau pekerjaan mereka berantakan nyaris lalai.

"Kakak-kakakku. Tidakkah kalian lebih memilih mencari pekerjaan sendiri yang lainnya, bukankah pekerjaan di lingkungan ini ada banyak? Sama seperti saya dulu, saya bekerja apa saja, asalkan saya dapat mencari nafkah itu sudah cukup. Tidakkah kalian mau mencoba juga? Dimulai dari titik yang sama?"

Demikian saudara-saudaranya langsung mencacinya tak tahu diri dan mengejeknya habis-habisan. Mana bisa?! Kalau bukan karena Kedame yang beruntung bertemu dengan penguasa wilayah mereka tidak akan dapat sesukses Kadame yang sekarang! Bisa-bisanya adik kecil ini malah menyuruh mereka untuk mencari kerja sendiri? Dia benar-benar tidak punya hati!

Kedame kecewa dengan kakaknya dan bersedih. Dia akhirnya menjauhkan diri dari saudara-saudaranya dan tidak pernah menghubungi mereka lagi.

"Ya, terus?" Tanyaku bingung, bertanya pada William yang tengah bercerita di ruang tengah, ruang tamulah sebutannya.

Habis mencuci piring dan menyelesaikan beberapa kebutuhan aku lekas kembali turun dan mendapati William yang ingin bercerita.

"Ya, terus begitu dong."

"Apanya yang begitu?" Tanyaku lagi, makin bingung.

Bicara apa dia? Kedame siapa pula? Ya tau dia adalah pedagang ulung, terus kenapa harus diceritakan kepada saya? Apa hubungannya sih.

"Mas, tau ga? Setelah itu Kedame bertemu dengan seorang wanita sederhana, walau begitu Kedame terpana dengan kesederhanaannya. Kedame jatuh cinta dan segera meminang wanita itu, setelahnya dia segera membuat rumah mewah dan megah agar mereka berdua dapat hidup bersama. Dan rumah itu adalah rumah ini, Mas. Rumah yang Mas tempati saat ini."

Aku mengangguk, sedikit paham setidaknya, tapi ya tetap saja, "Ya terus kenapa?"

Aku dapat melihat William mendengus dari tempat duduknya, dia merebahkan punggungnya pada sofa dan melanjutkan cerita, "Mas harus tahu endingnya." Katanya.

"Setelah itu, mereka dikaruniai satu anak. Anak mereka tumbuh besar dan sehat, rambutnya hitam sedikit acak-acakan karena dia adalah anak bandel yang suka jahil. Hidup dalam ruang lingkup mewah memang membuatnya seperti itu, tamak, nakal, tapi untungnya dia masih tahu adab. Anak itu sangat menghormati kedua orang tuanya. Demikian waktu berlalu, anaknya tumbuh remaja, saat masa-masa keemasan itu, anak mereka diterima di akademi pusat dan mendapatkan beasiswa. Itu adalah hal membanggakan."

"Namun, kabar ini terdengar sampai telinga saudara-saudara Kedame sendiri. Setelah sekian lama tidak menghubungi, ternyata Kedame sedang hidup bahagia! Dengan satu orang istri dan seorang anak yang pintar. Itu menyulut rasa dengki di dalam diri mereka. Akhirnya, saudara-saudara Kedame merencanakan hal buruk, hingga membuat petaka yang tidak dapat Kedame hindari. Petaka yang membuat satu keluarga ini mati dalam satu malam."

William menatapku dengan tatapan serius, dia segera menunjuk salah sisi gedung dan melanjutkan, "Mas, lihat disana. Itu bekas kebakaran."

Aku lantas mengikuti kemana telunjuk William mengarah dan menemukan bekas kebakaran yang kelihatan sudah lama, warnanya hitam pekat termakan usia, karena itu aku menelan ludah. Itu sudah kejadian lampau, hal itu yang menyebabkan 1 keluarga ini meninggal bersamaan tanpa sisa, pantas saja rumah mewah ini dijual murah, bekas orang mati ternyata. Sial juga aku, ya?

"Mas, Mas mau pergi?" Tanya William, yang membuat diriku terkejut dan segera melihatnya.

"Mas jangan pergi."

Aku sekali lagi menelan ludah. Melihat wajah sedih William membuatku tidak enak.

"Saya akan mengunjungi Mas setiap hari, jadi jangan pindah."

Sekali lagi membuatku tidak nyaman. Ini tidak seperti aku mendapat pilihan untuk mau tinggal dimana, bagaimanapun aku tidak punya uang, tipis dompetku. Uang dari senjata yang diberikan Liam kepadaku hanya cukup untuk sesaat, selanjutnya terserah bagaimana aku berjuang. Aku menatap William tenang, "Tenang saja, aku tidak akan pindah. Aku akan segera terbiasa."

Walau begitu aku harus tetap menyiapkan mental, jaga-jaga kalau hal di luar nalar terjadi di hadapanku. Aku bisa melihat Agileo memberi wajah meremehkan, tapi aku tetap tersenyum. Kata orang, hati orang keras bisa luluh dengan tabah. Karena itu, di depan Agileo setidaknya, aku harus jadi orang paling tabah!

"Syukurlah, kalau begitu saya akan melanjutkan pekerjaan saya dan Agileo. Tinggal sedikit, Mas."

"Silahkan, aku harus beres-beres yang lain juga."

Aku berdiri bersamaan dengan William dan Agileo. Kami berpencar untuk bekerja masing-masing. Aku segera memutar pacuan kaki ke arah kamar, lekas-lekas berjalan dan berniat menemui dia. Ini firasatku, tapi kurasa benar?

Sampai di depan pintu, buru-buru ku buka,

Brak!

Aku menemukan pria remaja dengan perawakan kocar-kacir itu akhirnya di kamarku. Seperti yang dibayangkan. Aku hendak mendekatinya, tapi dia segera meluruskan tangannya padaku dan menyuruhku diam.

"Jangan mendekat. Sepertinya aku sudah tahu."

Aku menaikkan salah alisku, "Hah?"

"Tidak, sepertinya aku sudah tahu mengapa.... Kamu aneh..."

Wow, dia benar-benar menggunakan otaknya. Jadi dia sungguh-sungguh berpikir saat diberi waktu olehku? Baguslah. Sebelum aku bertanya yang lain, aku akan mendengarkannya dulu.

"Jadi apa? Kau mau menyimpulkan bahwa aku memiliki darah spesial atau semacamnya?" Tanyaku bercanda, setengah tertawa.

"Ya."

Hantu tersebut yang duduk dengan posisi ngangkang dan kepala tertunduk segera melihatku, menaikkan dagunya dan bertanya, "Kamu, anak raja?"















Hei! Terimakasih ya sudah membaca sampai sini. Saya kira sekian dulu chapternya, mungkin kalau ada kesempatan lagi, saya akan update :3

Lord Who is Considered TrashWhere stories live. Discover now