Chapter 11 : Dia yang dianggap sampah (11)

506 74 9
                                    

Chapter 11 :

"Kamu... Anak raja?"

Pertanyaan tersebut membuat saya terpenjat sekaligus tidak berkutik sama sekali dari tempat saya berdiri. Bagaimana dia tahu? Terlebih lagi, mengapa mendadak dia malah menyinggung itu?

"Benar? Salah?" Tanyanya ulang. Saya terpaku dan memperhatikan wajahnya yang penuh tanda tanya. Ia seperti anak kecil yang suka sekali menebak-nebak.

"Apa yang membuatmu berasumsi begitu?"

"Kamu tahu? Sejak tadi aku selalu merasa aneh darimu. Manusia biasa dari kalangan biasa tidak akan memunculkan cahaya lembut dari tangan mereka."

Itu membuatku kehabisan kata-kata. Oke oke, ini negeri sihir, keluar cahaya lembut dari tangan? Oke, bisa dong dipahami kalau anda sedang ada di negeri sihir. Semuanya mungkin disini.

"Tidak mungkin kau anak biasa, karena hal seperti itu hanya terjadi pada keturunan raja. Orang biasa tak dapat melihatnya, tapi aku bisa."

Aku terpaku pada hantu yang mulai mengemut  jari telunjuknya sendiri itu, seraya berpikir keras aku tetap berusaha mengalihkan asumsinya tersebut. "Saya baru tahu ada yang begituan, bagaimana bisa keturunan raja memiliki cahaya di tangan mereka?"

Hantu tersenyum, lantas segera menatap saya kembali dengan wajah berbinar-binar, "kamu tahu? Dahulu kala, istana ini tak ada sama sekali. Daerah ini dulunya sepenuhnya medan perang! Lantas istana ini dibangun dengan kerja keras rakyatnya sendiri hingga bisa seperti sekarang."

"Aku tahu kalau cuma itu."

"Ya, tapi, memutus jalinan perang itu tidak mudah. Dahulu, bahkan setelah rakyat itu bersatu, mereka akan tetap kalah dimakan peperangan dan meninggal. Inti mengapa rakyat berhasil menghentikan daerah ini menjadi medan perang adalah, karena satu orang. Lebih tepatnya pahlawan yang telah dipilih dan mendapatkan karunia dari Tuhan untuk menjawab doa-doa rakyat pada kala itu."

Hantu tersebut tertawa, dengan seru menyebutkan, "dialah yang menjadi raja pertama kerajaan ini!"

Secara garis besar saya langsung bisa membayangkan wibawa raja pertama saat itu, dia haruslah orang yang hebat dan dikagumi banyak orang. Perawakannya tegas namun lembut disaat bersamaan, saya baru mengetahui tentang hal ini, sungguh. Karena dalam novelnya cerita tentang keluarga kerajaan hanya diceritakan segelintir saja, tidak benar-benar detail, tapi cukup jelas untuk memenuhi pertanyaan pembaca. Saya baru tahu kalau kerajaan Orphas ini dibangun karena pengaruh satu orang yang dikaruniai Tuhan. Walau begitu, saya tetap mengelak,

"Ya, hebat. Jadi kamu baru saja mengatakan bahwa karena raja pertama dulunya adalah pahlawan yang dikaruniai, keturunannya menjadi orang-orang yang terciprat karunia itu juga? Hah, jangan bercanda..."

"Tapi itu benar..."

Aku berdecik, merasa kecewa dengan cerita yang diceritakan oleh hantu ini. Buat apa aku mendengarnya? Mending dari awal aku potong dan kutanyakan pertanyaan dalam benakku.

"Jangan bodoh, ini sudah 48 tahun sejak saat itu. Kamu kira karunia itu akan terus mengalir?"

Hantu dihadapan saya menggaruk-garuk kepalanya dan menunduk, dia bertingkah seperti orang linglung untuk sepersekian detik setelah mengisahkan kisah fantastis. Aku mendengus kecewa, mendekatinya dan segera memotong suasana. Percuma, memikirkannya hanya membuat pusing saja. Anda hampir membuat jantung saya copot dengan asumsi yang tepat mengenai target, tapi asumsi itu masih terlalu lemah tanpa bukti yang jelas, hanya cerita, sebuah legenda itu saja. Mending ku tanyakan pertanyaan yang mulai tadi tersumbat di kepalaku.

"Sudah? Ku beri pertanyaan lain kalau begitu."

Kepala hantu itu mendongak, menemukan saya yang ada di dekatnya, saya menunduk untuk bisa memperhatikan wajah kusam hantu itu lebih jelas.

Lord Who is Considered TrashWhere stories live. Discover now