Chapter 12 : Dia yang dianggap sampah (12)

303 36 13
                                    

Chapter 12 :

Hari berubah menjadi malam dalam sepersekian menit. Aku duduk di atas kasur, merasa kelelahan. Rasanya seperti setiap sendi milikku sedang dilucuti satu per satu, hari pertama yang melelahkan.

Bruk!

"Huh, setidaknya aku tidak lagi tidur di tanah kali ini."

Aku merebahkan tubuhku pada kasur, tersenyum bahagia dan bersyukur dengan kemajuan yang ada. Selepas ini aku mungkin akan langsung mencari pekerjaan, aku tak bisa membuang waktu dengan bersantai-santai. Uangnya makin menipis, itu adalah hal paling buruk yang pernah menimpaku dari dulu. Kondisinya selalu buruk disaat uang anda buruk.

Pekerjaan apa saja boleh, asalkan ada saja dulu, setidaknya yang masih waras dan bisa kukerjakan. Aku akan bekerja sepenuh hati, serius! Ngomong-ngomong aku ini multitalenta loh, jadi tidak sulit untukku mencari pekerjaan. Memasak aku bisa, menyapu bisa, mengepel bisa, menata barang-barang apalagi! Aku ahlinya, aku suka kesal kalau adik-adikku tidak menata barangnya dengan baik. Seperti contoh, setelah adik perempuanku setelah selesai mandi dia selalu melempar handuknya sembarangan, alhasil aku harus mengomelinya lama sekali. Atau adik laki-lakiku yang suka teledor, masa menaruh buku di ruang makan? Buat apa coba? Mau dimakan?!

Itu diluar nalar, Bung! Aku sampai menganga sepersekian detik saat melihatnya, ujung-ujungnya adikku yang kebingungan dimana terakhir kali menaruh bukunya. Seperti orang tua, suka saja lupa, padahal masih muda.

Klik, klik

"Hm?"

Lampu di kamar tempat aku terbaring berkedip-kedip, aku terdiam, berasumsi bahwa hantu-hantu nakal akan berulah kembali. Kalau begitu, ketimbang diganggu dan merasa tidak nyaman, mending aku lekas tidur.

"Eh, kamu?"

Itu seorang manusia mungil? Yang memiliki sayap di punggungnya, dia menampakkan dirinya tepat di depan mukaku, terbang, melihat diriku. Aku meraihnya—sebenarnya mengusirnya untuk minggir. Jadi yang tadi itu karena dia?

"Apa? Hantu? Sekarang peri?" Celetukku kesal, sambil berusaha duduk dan melihat lebih jelas keberadaan mahkluk mungil itu.

Dia melayang-layang sambil tertawa kepadaku. Sial, dia lebih membuat ngeri ketimbang hantu itu, kenapa dia mengingatkanku kepada kecoa? Ya, walau warnanya lebih terang ketimbang kecoa sih.

"Apa? Kau mengikutiku sampai sini? Pergi saja sana, Liam mencarimu."

Mahkluk itu, peri lebih tepatnya mengacungkan jari telunjuknya kepadaku. 《"Aneh, sepertinya pria itu bahkan tidak memperkenalkan namanya saat itu. Kenapa kamu tahu?"》

Itu membuatku sadar dan berakhir mengutuk mulutku yang sembarangan berbicara. Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal dan mencari alasan untuk menutupi kecerobohanku ini. Dalam sekejab, aku balik menunjuk peri mungil itu,

"Kamu tidak kenal Liam? Sayang sekali. Padahal dia adalah prajurit paling terkenal seantero Orphas, siapa yang tidak kenal dia?"

《"Aku tidak kenal."》

"Yah, sayang sekali kalau begitu. Padahal dia sangat terkenal. Tidak ada yang tidak mengenal dia, mungkin rakyat bawah saja yang kurang kenal, selain itu kenal."

《"Jadi kamu bukan rakyat bawah pada awalnya?"》

"Iya." Aku tidak menutupi sedikit pun bahwa aku pernah menjadi seorang yang merasakan kekayaaan. Lebih tepatnya Evan yang merasakannya, manusia bajingan itu.

Lagipula, terlalu bodoh untuk menutupi hal tersebut disaat anda memakai pakaian mahal pada awal pertemuan. Aku bisa ingat kalau pakaian kerajaan Evan masih melekat saat Evan dibuang, jadi aku tidak berniat berbohong sedikit pun.

Lord Who is Considered TrashWhere stories live. Discover now