Chapter 8 : Dia yang dianggap sampah (8)

468 70 14
                                    

"Pak... Erik?"

Benar, itu nama saya sekarang. Bukan Evan lagi, tapi Erik! Perpaduan nama asli saya (Arka) dan Evan, maka jadilah nama itu. Sebenarnya ini nama spontan yang saya buat. Tapi bagus juga.

"Ngomong-ngomong usiaku lebih muda darimu, tolong jangan panggil aku pak."

Umur asliku mungkin 27 tahun, namun umur tubuh yang kutumpangi masih berusia 19 tahun.

"Aku tidak cocok dengan panggilan itu..."

William sedikit menunduk malu dan menggaruk-garuk tengkuknya sendiri, ia tertawa kecil dan mengangguk kepada saya.

"Bagaimana saya harus memanggil anda?" Tanyanya,

"Panggil aku Erik, itu sudah cukup."

Pria itu lantas mengerti dan mulai mengobrol dengan saya, "Mas Erik, sepertinya anda tidak perlu ikut membantu kami. Kami dibayar memang untuk melakukan pekerjaan ini..." Jawabnya dengan senyuman yang membuat aku sempat khilaf sesaat.

Entah bagaimana semakin dilihat, dia semakin mirip dengan seseorang. Tapi anak ini jauh lebih baik dari seseorang itu. Aku melirik William yang mulai melakukan pekerjaannya, dia tipe yang anti-mengeluh saat bekerja (sepertinya). Sekalipun mau, dia tetap akan mengusahakan untuk tidak.

Aku turun dari tangga, mendekati William dan temannya.

"Aku akan keluar belanja makanan sebentar... Kalian akan kutinggal." Sapaku,

"Saya mengerti, Mas. Saya dan kawan saya akan menyelesaikan separuhnya saat anda kembali."

Aku mengangguk, kembali ke kamar tidur dan mengambil uang yang ada. Sepertinya ini cukup untuk makan hari ini, terus bagaimana besok? Aku terus berpikir keras dengan bagaimana cara membuat uang oleh usaha saya sendiri. Aku tidak mau minta-minta.

Ada beberapa pekerjaan yang tentunya bisa saya cari, namun perekrutan tidak selalu berjalan semudah itu. Untuk aku, yang sekarang statusnya hanya bermarga rakyat biasa—tanpa kenalan. Pastilah sulit untuk menemukan pekerjaan layak hingga bisa memberikan cukup uang untuk bertahan hidup.

Kalau begitu, ayo kita cari pekerjaan rendahan. Aku akan mencari pekerjaan di perjalanan nanti. Setidaknya pekerjaan itu harus cukup untuk membayar sewa sebulan sekali, uang makan, dan kebutuhan bulanan. Saya mengangguk-angguk dagu dengan bangga, kalian tahu? Saya itu jenius!

Saya tahu ini tidak akan cukup mudah, tapi saya sangat jenius untuk meyakinkan diri saya sendiri bahwa kelak akan mendapatkan pekerjaan yang baik.

Saya kembali turun ke bawah dan meninggalkan para pekerja. Mereka menyapa dan saya balas menyapa. Ini saatnya belanja.

***

Pasar daerah, adalah pasar yang bisa kalian temukan di berbagai daerah. Dimanapun itu, di daerah manapun, kota, kerajaan, pasti ada pasar di dalamnya. Pasar yang saya temui termasuk pasar tradisional. Tidak mungkin juga menemui pasar modern di zaman seperti ini. Saya mendekati pedagang sayur. Melirik-lirik apa yang ia jual,

Pedagangnya menyapa, "Kemari Nak! Kemarilah... Sayur yang kujual sungguh segar!"

Saya hanya tersenyum mendengarnya  dan akhirnya mendekat untuk memilih beberapa yang bagus.

"Saya bisa mendapatkan berapa bila membayar 5 koin perak?"

"Apa? Hm... Setengah kilo boleh untukmu, Nak. Tapi dengarkan ini, ingat, ini rahasia di antara kita. Harga seperti itu hanya ada untukmu!" Jawabnya berbisik-bisik, mendekatkan mulutnya ke telingaku dan menutupinya dengan tangan, seakan takut akan ada yang mendengar.

Pedagang itu mendekat hanya untuk mengatakan hal tersebut, lantas mengedipkan mata dan membantu saya membungkus sayur mayur ini. Saya tersenyum, hampir tertawa. Saya beli beberapa jenis lainnya juga, untungnya mendapat diskon yang sama. Entah memang didiskon atau sedang mau menipu saya. Saya tak tahu. Karena saya baru, saya tak menahu soal harga pasar di dunia ini. Kalau di dunia saya, semuanya jujur-jujur saja sih, jika memanh ada barang yang didiskon demi saya, maka artinya itu benar-benar didiskon. Anda tahu? Kehidupan sebelum ini saya cukup mendapatkan peruntungan yang mengejutkan. Dan itu luar biasa.

Lord Who is Considered TrashDove le storie prendono vita. Scoprilo ora