4. Kepercayaan

225 48 9
                                    

'Kalau kita berdua ternyata berdasar dari dua hal yang tidak baik, maka aku tidak peduli.'

Hidupkan Hidupmu

~Thierogiara

***

K

arena memang pada dasarnya kedatangan Hanna ke tempat Jarvis untuk menjadi pembantu di sana, maka Hanna langsung memulai pekerjaannya hari ini. Karena tentu saja dia tidak bisa hanya berdiam diri, sementara tadi malam saja Jarvis yang membelikan makan untuknya, mungkin setelah ini Hanna harus memasak di rumah itu, agar Jarvis juga tidak boros karena sekarang pengeluaran jadi berdua dengan Hanna. Karena sebenarnya rumah tidak terlalu kotor, maka Hanna memilih untuk mencuci baju, baju Jarvis sudah sangat menumpuk di ember cucian. Hanna juga harus mencuci bajunya sendiri, beruntung meski sebenarnya rumah itu sangat kosong, maksudnya perabotannya sangat sedikit, tapi di sana ada mesin cuci dan itu setidaknya memudahkan Hanna untuk melakukan pekerjaan ini.

Hanna menggiling sampai tiga kali, setelah itu membilas baju berkali-kali karena dia juga tidak tahu sebenarnya sudah berapa lama Jarvis tidak mencuci hingga pakaiannya menjadi sangat menumpuk begini?

Tapi Hanna memilih tetap diam, Jarvis memberinya tempat tinggal, itu artinya dia tidak boleh protes soal apa pun, hanya harus menjalani kehidupan yang ada, sebagaimana mestinya. Selesai membilas pakaian, Hanna langsung memasukkannya ke dalam mesin pengering setelah itu memindahkan seluruh pakaian ke keranjang untuk dijemur di belakang, dia sempat melihat halaman belakang dan beruntung ada jemuran di sana, jadi Hanna tidak perlu memutar otak untuk membuat jemuran sendiri.

Sekarang yang Hanna bingungkan adalah bagaimana mengangkat seluruh pakaian yang baru dia cuci ini? Pasti berat karena memang satu keranjang penuh. Bukan saatnya mengeluh, maka Hanna menarik napas kemudian membuangnya, dia lantas mencoba mengangkat keranjang baju untuk dibawa ke halaman belakang, meski dengan susah payah, dengan tertatih-tatih, dia tetap berusaha.

Sampai akhirnya Jarvis yang akan mengambil air putih melihat itu, tanpa kata dia langsung menghampiri Hanna kemudian mengambil alih keranjang pakaian yang baru saja di cuci tersebut dan membawanya ke luar. Hanna menatap punggung Jarvis yang akhirnya menghilang di balik tembok. Hanna menghela napss kemudian mengikuti Jarvis ke belakang rumah.

"Terima kasih." Hanna mengucap Terima kasih karena memang Jarvis membantunya.

"Lain kali kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk minta tolong." Jarvis mengingatkan, dengan tubuh kurusnya itu Hanna berusaha mengangkat keranjang pakaian yang mungkin beratnya sampai lima belas kilo, konyol!

Hanna hanya menganggukkan kepalanya. Jarvis terdiam sejenak, masalahnya Hanna ternyata jarang sekali berbicara, kebanyakan interaksi di antara mereka Jarvis yang memulai.

Jarvis maju dan mengulurkan tangannya, tapi Hanna mundur dan kelihatannya terkejut sekali. Jarvis mengerutkan dahinya, padahal dia hanya melakukan percobaan dan kecurigaannya benar, Hanna sepertinya takut padanya.

"Lo takut sama gue?" Jarvis bertanya, tapi masalahnya yang mendatanginya adalah Hanna, kalau Hanna takut kenapa datang padanya?

Hanna tampak menggelengkan kepalanya cepat, seolah sedang berusaha untuk menyadarkan dirinya sendiri. "Nggak."

"Sebenarnya apa yang udah lo alami dalam hidup lo?" Jarvis sudah berusaha sekuat tenaga untuk tidak kepo, tapi ternyata sulit sekali, dia masih tetap penasaran dengan kehidupan Hanna.

Hanna menggelengkan kepalanya.

"Han, kalau ada sesuatu mungkin gue bisa bantu! Kita bisa lapor polisi!" Jarvis meyakinkan, jangan sampai Hanna merasa tersiksa terus-terusan dengan hidupnya.

"Aku baik-baik aja."

"Nggak ada baik-baik aja yang bikin seluruh badan lo jadi lebam kayak gitu!"

Hanna menghela napasnya. "Karena apa pun yang ada dalam diriku, bukan urusan kamu. Terima kasih untuk tumpangannya di rumah ini."

***

Jarvis hanya memperhatikan saat Hanna sangat sibuk dengan segala urusan rumah, dia sibuk menyapu, mengepel dan melakukan semuanya. Bahkan untuk area yang sebenarnya masih bersih juga dia bersihkan kembali. Hanna itu bukan suka beberes, tapi seperti ada sesuatu dalam pikirannya yang berusaha untuk dia enyahkan dari sana, makanya berusaha untuk menyibukkan diri dengan semua itu. Tapi Jarvis yang melihatnya justru merasa kalau semua itu palsu, dia bisa melihat kalau Hanna grasak-grusuk tidak jelas.

Hanna mengelap seluruh lemari, sofa, meja dan bahkan pajangan-pajangan yang ada di lemari semuanya dia elap satu per satu, padahal tentu tidak kotor karena kemarinya terkunci rapat dan debu hanya ada di luar. Sekarang Hanna kembali mengepel lantai, padahal seingat Jarvis dia sudah melakukannya sebelumnya. Jarvis sendiri sebenarnya pura-pura serius menatap laptopnya tapi tetap susah fokus pada tugas-tugasnya karena seluruh yang Hanna lakukan sangat mengganggunya.

Jarvis bangkit dari duduknya, dia melangkah menuju Hanna dan langsung mencekal tangan wanita itu. Sepasang mata sendu Hanna menatapnya, sementara Jarvis membalas tatapan mata itu dengan sorot mata tajam.

"Udah!" Jarvis memerintahkan.

"Tapi, ini kerjaan aku dan ini belum selesai." Hanna berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Jarvis.

Tapi Jarvis semakin menarik tangan itu dan tidak membiarkan Hanna mengalihkan pandangannya.

"Stop! Dan ini perintah dari bos kamu." Jarvis akhirnya benar-benar bisa membuat Hanna menghentikan pekerjaannya, karena Hanna memang tidak sedang bekerja, dia hanya sedang berusaha untuk menenangkan gejolak kepalanya.

Jarvis langsung menarik lengan Hanna, membawa gadis itu menuju ke meja ruang tamu tempat di mana Jarvis mengerjakan tugasnya tadi, dia mendudukkan Hanna di saja.

"Kamu nggak lagi berusaha buat beres-beres, kamu cuma lagi berusaha mengalihkan pikiran kamu. Itu udah kedua kalinya kamu mau ngepel!" Jarvis menjelaskan.

Hanna hanya menghela napasnya, memang hanya dia yang paling tahu dirinya sendiri. Dia kembali diam dan diam artinya akan membuat pikirannya berkelana ke mana saja, ke kejadian-kejadian menyakitkan yang pernah terjadi di dalam hidupnya.

"Kalau kamu mau lanjut kuliah silakan, kamu nggak perlu benar-benar menjadi pembantu di sini!" Jarvis mengingatkan, karena dirinya sendiri juga agak merasa bersalah jika membuat Hanna mengerjakan semuanya di rumahnya.

Hanna menghela napasnya, bahkan rencananya dia mau berhenti kuliah. "Aku berhenti kuliah, karena tempat teraman untuk saat ini adalah rumah ini."

Jarvis menggaruk kepalanya frustrasi. Jujur ada banyak hal yang sangat ingin dia tahu dari sosok di hadapannya ini.

"Lo kenapa sih?"

"Aku dilecehkan, disiksa dan dipaksa untuk melakukan mau seseorang dan sekarang aku di sini karena kabur."

Jarvis menelan ludahnya dengan susah payah.

"Laki-laki sebenarnya adalah trauma besar buat aku, tapi sama kamu, aku harap kamu nggak nyakitin aku." Hanna mengatakan itu dengan pandangan kosong. Ya, paling tidak kalaupun Jarvis mau memerkosanya, maka Jarvis akan melakukannya sendirian, tidak seperti para bedebah itu.

"Gue nggak sebaik itu, Han!"

"Terus kamu mau membiarkan aku menjadi budak yang selalu menuntaskan nafsu mereka?" Hanna bertanya.

Seberat itu? Jarvis menelan ludahnya sendiri.

"Ada banyak pikiran jahat di kepalaku dan aku benar-benar takut untuk ketemu dengan orang lain setiap hari."

Jarvis juga orang lain, tapi dia berbeda dan Hanna yakin, kalau bersama Jarvis hidupnya akan baik-baik saja.

***

Menarik nggak sih sebenernya cerita ini?

Hidupkan HidupmuWhere stories live. Discover now