9. Percobaan Sekali Lagi

186 41 7
                                    

'Lakukan terus dan aku akan selalu pastikan kamu tetap hidup di sisinya.'

Hidupkan Hidupmu

~Thierogiara

***

S

etelah pemeriksaan waktu itu mereka masih bolak-balik ke dokter. Jarvis yang menjadi wali dan sosok yang akan menemani hidup Hanna juga diminta untuk konsultasi ke psikolog, karena dia akan menjalani kehidupan bersama Hanna, dia harus memiliki penerimaan yang baik atas kondisi gadis itu. Karena seseorang dengan kondisi seperti Hanna ini sangat butuh dukungan, apalagi mereka semua tahu kalau Hanna adalah korban pelecehan. Tidak tahu seperti apa kasus lengkapnya, mungkin Hanna menyampaikan semuanya ke psikiaternya, tapi tidak dengan Jarvis, dia sama sekali tidak cerita soal apa pun pada Jarvis.

Mereka kembali hidup normal, Jarvis juga menganggap kalau Hanna adalah gadis normal, sama seperti yang lainnya. Dia tidak menganggap Hanna sedang sakit atau apa pun itu, Hanna baru hanya terjangkit virus, belum sampai tahap virus tersebut menggerogoti tubuhnya, itu kenapa Jarvis masih menganggapnya gadis biasa saja. Jarvis tidak takut sama sekali, justru prihatin, seumur hidupnya Hanna harus minum obat, dia harus selalu meyakinkan dirinya untuk hidup. Belum lagi sanksi sosial yang kemungkinan akan dia dapatkan kalau orang-orang sudah tahu bagaimana kondisinya yang sebenarnya.

Keduanya sedang asik menyantap yang siang saat mendengar ketikan pintu rumah. Ada dua kemungkinan, orang yang mencari Hanna atau keluarga Jarvis dan dua kemungkinan itu harus Hanna hindari.

"Sembunyi!" Jarvis mengatakan itu pada Hanna. Hanna sendiri langsung melihat kertas nasi yang menjadi alas nasi Padangnya. Wanita itu langsung bangkit dan mencuci tangannya.

"Iya! Sebentar!" Jarvis berteriak untuk menenangkan sosok yang masih mengetuk pintu rumah itu.

Jarvis juga mencuci tangannya yang barusan digunakan untuk makan, setelahnya berjalan menuju pintu. Dia sendiri juga tidak tahu Hanna bersembunyi di mana, mungkin di kamarnya.

Ternyata yang datang adalah Ayana dan mama dari Jarvis. Memang mamanya itu rutin datang, untuk setidaknya memastikan apakah di rumah Jarvis ada beras atau tidak. Anaknya itu selalu ngotot untuk tinggal sendirian, sementara sebagai seorang ibu makanan adalah hal yang harus sangat terjamin.

"Lama banget bukain pintunya! Nyimpen cewe ya?" Namanya juga Ayana, tentu saja dia kalau berbicara dengan abangnya suka ceplas-ceplos.

Jarvis malah sedikit gelagapan, soalnya memang iya dia menyimpan cewek. Yang Ayana juga sebenarnya kenal sosok itu.

Tapi Jarvis memilih tak menjawab, dia malah mengacak puncak kepala Ayana, kalau dia menjawab takutnya suaranya bergetar dan mamanya malah benar-benar menaruh curiga.

Jarvis membukukan pintu lebih lebar membiarkan dua orang itu masuk. "Baru selesai makan aku." Jarvis kemudian berjalan ke belakang, dia kemudian mencuci lagi tangannya di wastafel dan melihat ke arah kamar Hanna, gadis itu mematikan lampu kamarnya, hal yang menurut Jarvis bagus sekali karena semua kamar di sini kosong, jadi lampunya harus mati.

Jarvis kembali ke tempat mama dan adiknya.

"Agak bersihan rumah kamu." Mamanya melirik anak laki-lakinya itu, biasanya dia datang hanya untuk mengomel pada Jarvis, tapi yang kali ini malah dia terheran-heran sendiri, ada apa gerangan.

Iyalah bersih, Hanna yang membersihkan seluruh ruangan, tapi tentu saja Jarvis tidak mengatakan itu dengan jujur. Kalau sampai ketahuan mereka tinggal satu rumah, maka dapat dipastikan kalau mereka akan langsung dipikirkan, belum siap Jarvis harus bertanggung jawab dengan anak orang.

"Lagi rajin aja, Mas." Ya, dia juga manusia, ada satu hari di dalam hidupnya dia ingin rajin, anggapan begitu.

Mamanya menatapnya agak aneh, soalnya biasa mereka memanggil tukang bersih-bersih dulu, baru rumah Jarvis bisa bersih.

"Emang lagi rajin aja, apa sih?" Jarvis tidak terima dicurigai begini, dia masih anak mamanya yang polos kok, hanya saja memang harus memberikan pertolongan pada Hanna sekarang ini.

"Aku sih yakin dia bawa cewek ke sini!" Ayana masih berusaha mengompori mamanya, membuat Jarvis ingin sekali rasanya menyimpan mulut adik perempuannya itu.

"Ya, emang ada cewek yang mau jadi pembantu di sini? Yang mau sama cowok miskin kayak gue?" Jarvis realistis saja, di zaman sekarang mana ada perempuan mau diajak susah, kecuali Hanna, itupun karena hidup Hanna sudah susah duluan.

Ayana hanya mengedikkan bahu, ya siapa tahu saja? Dunia ini tempatnya hal-hal yang tipu-tipu.

***

Akhirnya mama dan adiknya pulang dari sana, jiwa Jarvis sempat ketar ketika saat mamanya berusaha untuk mengecek seluruh kamar, saat akan menekan handle pintu kamar Hanna ternyata sebuah panggilan masuk ke ponselnya hingga hal itu tidak jadi terjadi. Jarvis langsung menuju ke kamar Hanna untuk memastikan sendiri bagaimana keadaan wanita itu. Jarvis masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, saat pintu kamar Hanna terbuka ternyata sama sekali tidak ada orang di sana.

"Han!" Jarvis memanggil.

Dia mendengar sebuah suara, kecil sekali seperti cicitan. Jarvis kemudian melangkah ke arah sumber suara yaitu lemari kayu yang ada di sudut kamar. Dia kemudian membuka pintu lemari dan tubuh Hanna jatuh terkulai begitu saja, pasti pengap.

"Han!" Ini entah sudah yang keberapa kali Jarvis dibuat khawatir dengan keadaan Hanna.

Dia kemudian membopong tubuh Hanna ke atas kasur yang ada di kamar tersebut, dia membuka kaca jendela dan mengatasinya angin di depan wajah Hanna agar pasokan udara cukup untuk wanita ini.

Jarvis juga menepuk-nepuk pipi Hanna. "Sadar Han!" Dia juga memanggil-manggil nama Hanna. Berusaha untuk segera menyadarkan wanita ini.

Jarvis tahu kalau Hanna pasti sengaja tetap berada di dalam lemari, dia masih berusaha untuk membunuh dirinya sendiri. Jarvis berjalan keluar dari kamar, mencari minyak angin di kamarnya sendiri, setelah itu baru kembali ke kamar Hanna. Hanna seperti lupa kalau Jarvis ini mahasiswa teknik sipil, dia malah selalu berusaha menguji Jarvis dalam ilmu kesehatan. Jarvis menempelkan tisu yang sudah dia olesi minyak angin ke hidung Hanna.

"Aku sadar." Hanna akhirnya bicara dan Jarvis langsung menghela napas lega.

Hanna sadar hanya saja masih lemas, masih berusaha untuk mengambil napas banyak-banyak, dadanya masih sesak, seolah sangat butuh pasokan yang banyak.

Jarvis terdiam. "Pasti ini percobaan bunuh diri lagi, 'kan?" Jarvis bertanya.

Hanna hanya diam, sekali lagi dia masih fokus dengan pernapasannya.

"Kenapa sih Han? Lo nggak percaya sama gue. Gue menerima lo dan semuanya akan baik-baik aja, gue yang akan pastikan itu."

Hanna hanya menelan ludahnya sendiri, Jarvis bisa memastikan itu tapi bahkan situasi Hanna sekarang ini membuat Hanna tidak punya minat untuk hidup.

Jarvis menatap wanita ini dengan pandangan sendunya. "Gue mohon, mati nggak akan menyelesaikan apa pun."

Jarvis juga tidak bisa marah lama-lama, karena ujung-ujungnya juga dia tidak tega dengan Hanna.

***

Jangan lupa dukungannyaa!

Hidupkan HidupmuOù les histoires vivent. Découvrez maintenant