Rizal 24 • Misunderstanding

9.6K 1K 40
                                    

Selamat pagi 🤗
Jangan lupa komentarnya ya

Aku mati-matian menahan tawa melihat wajah tegang Jeje yang tidak biasanya dapat aku nikmati. Wajah tegangnya selama perjalanan menuju restoran tempat kami makan malam bersama mama dan papa setelah harus diawali drama karena aku yang tiba-tiba saja ingin mengenalkannya secara resmi kepada keluarga. Ingatanku kembali melayang, tepat ke kejadian beberapa jam lalu setelah aku memasuki apartemennya.

“Kamu gila, Mas?” Jeje langsung berdiri dari sofa ketika aku selesai mengutarakan tujuan kedatanganku ke apartemennya sore ini. 

“Everything about you always makes me crazy, Mbak.” Jawabku setelah mendongak dan menatap ke arahnya.

Jeje kembali duduk di tempatnya semula. “Aku bener-bener nggak tau sama jalan pikiran kamu, Mas. At least ngabarin sehari sebelumnya kek. Jangan mendadak gini.”

“Aku jadi nggak bisa mikir dan nggak tau harus nyiapin apa aja.” Terangnya memberitahu alasan dia mengataiku gila sebelumnya. Dia merasa sangat kaget karena tiba-tiba aku memintanya untuk ikut makan malam bersama kedua orang tuaku.

“Kamu nggak perlu nyiapin apa pun, Mbak. Cukup dandan yang cantik dan semuanya bakalan baik-baik aja.” Ujarku menenangkan. Buktinya pertemuannya dengan grandma juga berjalan dengan sangat lancar dan bahkan mereka bisa langsung akrab seperti layaknya seorang teman. Jadi bersama orang tua ku juga harusnya tidak berbeda bukan?

“Nggak papa, Mbak. percaya deh sama aku…” Lanjutku menambahkan.

“Percaya sama kamu sesat, Mas. Percaya tuh sama Allah!” Bisa-bisanya dalam situasi semacam ini dia masih bisa melontarkan candaan seperti itu. Padahal baru beberapa detik yang lalu dia terlihat tegang karena tiba-tiba diajak bertemu dengan calon mertua.

“Iya, maksud aku gitu.”

“Tapi aku belum siap, Mas. Belum ada persiapan.” Lagi-lagi dia mengungkapkan bahwa dirinya belum siap untuk bertemu dengan kedua orang tuaku. Tapi yang namanya manusia memang selalu dihantui dengan rasa ketidaksiapan, dan sudah sewajarnya dipaksakan untuk membuktikan bahwa beberapa hal memang tidak akan membutuhkan waktu cukup untuk mempersiapkannya. Karena pada dasarnya rasa takut lah yang membuat seseorang tak kunjung juga merasa tidak siap, padahal rasa takut itu tidak kompatibel untuk dilestarikan karena tidak berdasar dan hanya berada di dalam kepala.

“Kemaren aku juga ketemu mama papa kamu nggak ada persiapan, Mbak. Tiba-tiba kepikiran dan kepengen dateng, terus langsung otewe tanpa pikir panjang.” Lagi-lagi aku meyakinkannya bahwa dia tidak perlu khawatir untuk makan malam ini. Ini hanya sebatas dinner as usual yang kebetulan juga menjadi acara untuk mengenalkannya pada keluarga.

“Ini aku udah bawain gaun, nanti buat di pake.” Aku memberikannya paperbag yang berisikan kotak dengan isi sebuah gaun warna hitam dengan model sabrina dan high heels dengan warna yang senada.

Jeje menerima pemberianku, meletakkannya di pangkuan dan membukanya. “Bagus, Mas.” Respon pertama yang dia berikan setelah mengangkat gaun dari dalam kotak dan mengamati bentuknya. “Style aku banget. Kok kamu bisa tau?” Tambahnya memberitahu keheranannya.

“Aku telpon Mas Bisma buat nanyain butik langganan kamu. Terus ya gitu …you can guess it yourself!” Jeje mengangguk-angguk mendengar penjelasan singkatku.

“Yaudah aku siap-siap dulu. Kamu tunggu sini!” Pintanya sebelum akhirnya berdiri dan berjalan ke arah kamarnya sembari menenteng paper bag yang tadi aku gunakan sebagai wadah kotak.

***

    "Mbak, baju aku tadi kamu taruh mana?" Aku bertanya pada Jeje yang sedang berada di ruang tamu. 

Selepas makan malam yang berjalan super santai tadi aku memang pulang ke apartemen Jeje dan menumpang mandi. Badanku basah kuyup karena tidak membawa payung di mobil, sementara tempat parkir dan gedung apartemennya cukup berjarak sehingga membuat pakaianku basah. Jadi daripada harus menyetir dalam keadaan basah, aku lebih memilih mandi dan berganti baju di tempatnya. Kebetulan aku memang meninggalkan beberapa pasang baju untuk berjaga-jaga jika terjadi situasi tidak terduga seperti ini.

Jujur aku tidak tahu apa yang salah saat ini. Tepat ketika aku muncul dan menemukan sosok Jeje yang sedang mengobrol dengan bocah yang aku kenali sebagai pacar sewaannya, kedua melotot ke arahku dan membuatku bingung. Memangnya apa yang salah?

"Tadi aku masukin keranjang Mas. Basah kan soalnya..." Jawab Jeje setelah beberapa saat terdiam. Sementara laki-laki di hadapannya masih menatapku lalu bergantian menatap Jeje dan kembali lagi menatapku.

"Basah?" Tiba-tiba aku mendengar teman artis Jeje ini menggumamkan kata basah.

"Lo abis ngapain, Mbak?" Lanjutnya yang membuatku mendelik, lalu menebak arah pikirannya. Menebak bahwa dia mungkin salah paham dengan kalimat yang diucapkan Jeje barusan dan berpikir macam-macam di dalam otaknya. Sebagai laki-laki aku tidak munafik bahwa pernyataan Jeje agak sedikit ambigu dan mampu menggiring ke arah yang tidak-tidak.

Entah setan darimana aku tiba-tiba terpikirkan untuk menjahilinya. Akan sangat menyenangkan untuk membuat temannya semakin salah paham dan membuat pipinya memerah karena malu. "Di kamar kamu?" Serangan pertama yang aku lontarkan padanya. Sengaja mengucapkan tiga kata yang berkaitan dengan ruang pribadinya dan berpotensi besar membuat orang yang mendengarnya menjadi salah paham.

ASTAGA ZAL ....

ISENG BANGET SUMPAH ELU!

"Iya, Mas." Jeje sepertinya sudah geregetan untuk menimpukku dengan bantal, namun yang bisa dia lakukan hanya menjawab pertanyaanku dengan suara yang sedikit pelan. Diam-diam aku menarik sudut bibir. Merasa senang karena misi pertama berjalan dengan lancar dan sesuai harapan.

"Di kamar?" Senyumku kian lebar saat menyadari bahwa laki-laki di depannya kembali menggumakan kata yang menunjukkan ruangan yang sangat privat dan personal. Asumsiku   mengatakan bahwa probabilitas kesalahpahamannya sudah naik beberapa persen akibat keisengan yang sengaja aku lakukan.

"Baju aku yang kemaren aku tinggal masih ada?" Serangan kedua yang aku lontarkan, yang sayangnya hanya dibalas Jeje dengan anggukan. Langkah preventif yang diputuskannya untuk menghentikan kesalahpahaman agar tidak kemana-mana. 

"Mas..." Jeje memanggil ku yang masih sibuk mengeringkan rambut dengan handuk, lalu melirik ke arah depan untuk memberitahuku bahwa dia sedang menerima tamu. Dia mungkin mengkode ku untuk menyingkir dari ruang tamu untuk menghindari gosip. Gosip yang ingin dia hindari, namun sengaja aku ciptakan dengan beberapa hal yang memang aku lakukan dengan sadar.

"Eh, lagi ada tamu ya?"  Akhirnya aku mengikuti kode yang diberikannya. Meski sebenarnya masih ingin menjahilinya, aku memilih menyudahi karena tujuanku sudah tercapai. Menunjukkan pada pacar sewaannya bahwa seorang Talisa Jessi sudah berpawang tidak available lagi.

DASAR BUCIN TINGKAT DEWA LO, ZAL!

Backstreet [2]Where stories live. Discover now