Pagi teman ....
Maafin kemaren kelupaan
Gila! Sepertinya aku sudah benar-benar gila sekarang.
Bagaimana mungkin aku terpikirkan ide konyol semacam ini, yang sialnya malah sudah membuatku yakin untuk sungguhan merealisasikannya. Benar-benar direalisasikan di tengah-tengah obrolan siaran langsung yang disaksikan puluhan ribu orang.
"No.... Different-lah, Mas ..." Jeje membantah jawaban ku dengan gaya bercanda. Jawaban yang memang aku akui sedikit nyeleneh ketika ada pertanyaan masuk dari para penonton siaran langsung, yang benar-benar membuat mereka tidak menyangka hingga kolom komentar dipenuhi dengan berbagai emoticon yang berbeda-beda.
"Come on, Mas. No more, ok?" Dia memperingatkan aku agar berhenti bercanda. Jujur aku tidak menyangka bahwa melakukan live semacam ini bisa begitu amat menyenangkan sehingga beberapa kali aku memang sengaja menjawab pertanyaan dengan gayaku. Gaya seorang Rizal yang cukup berbeda dengan orang kebanyakan. Bahkan jawabanku tidak hanya berhasil menimbulkan berbagai reaksi dari para penonton, namun juga berhasil membuat Jeje sedikit geram dan sangat geregetan.
Aku mengangguk-angguk menanggapi. Masih dengan tersenyum manis, aku kembali menatap Jeje untuk mendengarkan apa yang sekarang ini ingin dia katakan. "Yang dia tanyakan itu bagaimana kita bisa saling kenal dan udah berapa lama menjalin hubungan, Mas .." Dia terlihat sangat gemas ketika memberitahuku maksud dari pertanyaan netizen yang sebenarnya sudah aku pahami. Hanya saja memang sengaja menjawab tidak begitu detail agar dia saja yang nantinya menjelaskan.
"Ah, I see ..." Jawabku dengan mimik wajah yang seolah sedang menggodanya.
"Jadi sejak kapan?" Aku membaca satu pertanyaan baru yang muncul, dan membiarkannya untuk menjawab dengan jawaban yang benar.
"Ini mau aku atau kamu yang jawab, Mas?"
Aku menunjuk dirinya ketika dia bertanya tentang siapa yang akan menjawab. "Kamu boleh, Mbak."
"Dua tahun lalu.." Dia melirik ke arah ku. Sepertinya sedang meminta izin untuk menceritakan lebih detail tentang awal mula hubungan kami bisa terjalin.
Aku mengangguk. Menyetujuinya untuk menjelaskan awal mula hubungan kami yang menurutku memang penting untuk dijelaskan. Apalagi dengan kami yang sudah terang-terangan meng-upload foto di Instagram maka kami juga harus siap untuk di kejar-kejar untuk menceritakan hubungan kami kepada publik seperti ini.
"Awalnya gue dan Pak Rizal ini ketemu di suatu acara. Kebetulan juga beliau ini dulunya senior di SMA gue." Mataku melotot tidak percaya setelah mendengarnya menggunakan embel-embel 'pak' di depan namaku. Benar-benar panggilan yang amat sangat tidak aku sukai karena aku terasa menjadi lebih tua dari ketika dia memanggilku dengan 'mas'.
"Kamu mau ngejelasin nggak, Mas?" Aku memilih menggeleng. Membiarkannya yang pandai bercerita untuk menceritakan kisah kami, sementara aku menjadi salah satu pendengarnya saja.
"Oke-oke karena Bapak Menteri nggak mau jelasin, jadi gue yang bakal ngejelasin tentang awal mula kedekatan kami."
"Ya, karena kebetulan kami punya almamater yang sama dan kami juga cukup kenal saat masa sekolah akhirnya setelah kejadian ketemu nggak sengaja itu kami saling bertukar kontak dan selanjutnya pedekate kaya pasangan pada umumnya." Lanjutnya menjelaskan.
"Dan seperti yang kalian pikirkan, setelah deket akhirnya... ya jadian." Dia menggeser sedikit ponselnya sebelum akhirnya kembali melanjutkan.
"Cuma karena nggak mau bikin heboh dan kami juga sibuk akhirnya ya backstreet supaya nggak menarik banyak perhatian" Jeje mengakhiri kisah singkatnya dengan senyuman. Senyum yang kian mengembang karena beberapa komentar yang muncul memang positif dan mendukung hubungan kami. Ya, meski ada sebagian juga yang tidak suka dan menuduh kami yang tidak-tidak. Tapi yang namanya sudah terbiasa, baik aku dan dia sudah tidak terlalu ambil pikir akan komentar-komentar buruk seperti itu.
"Kamu mau ngomong sesuatu nggak, Mas?" Aku langsung terpikirkan dengan ide gilaku yang aku rencanakan sejak dimulainya live tadi. Bahkan secara diam-diam aku juga sudah mempersiapkan barang paling penting yang akan aku gunakan saat merealisasikan rencana tersebut.
"Boleh sedikit..." Ucapku singkat.
"HP nya di letakin depan aja, Mbak!" Aku memberitahunya agar meletakkan hp di stand agar dia tidak perlu memegangnya, dan kami menjadi lebih leluasa. Selain itu jangkauan kamera juga menjadi lebih luas sehingga kami berdua dan bahkan sebagian ruangan terlihat jelas.
"Sini Mas?" Tanyanya setelah meletakkan ponsel sedikit lebih jauh, namun masih belum sesuai dari kacamataku.
"Lebih jauh, Mbak. Biar kita berdua kelihatan jelas."
"Ini juga udah kelihatan jelas, Mas."
"Yang nggak cuma wajahnya, Mbak."
"Oke-oke. Segini?" Akhirnya aku mengangguk setelah posisi ponsel sudah sesuai dengan apa yang aku harapkan.
"Mbak .." Aku memanggilnya dengan nada yang cukup serius.
"Ya?" Ujarnya dengan memandang heran.
"Listen to me!"
"Bismillah, Zal. Lo pasti bisa!" Ucapku untuk menyemangati diri.
"Ya?" Jeje masih merasa heran karena aku yang tiba-tiba mengambil sesuatu dari sebelahku. Barang yang diam-diam aku letakkan di sana saat dia masih asyik menceritakan kisah kami kepada pada followers-nya.
"I hope you thought the same thing with me, Mbak."
"About?"
"My feelings." Jantungku benar-benar dag dig dug der ketika mengatakannya. Was-was dengan respon yang mungkin akan diberikannya, karena jika pernyataanku di tolak maka trending twitter akan segera berganti dengan kabar penolakan ku yang dilengkapi dengan klip singkatnya.
"Yaa?"
"I have something to tell you, Mbak."
"Ya?" Berkali-kali hanya kata itu yang keluar dari mulutnya untuk merespon pernyataan ku. Sedangkan ribuan komentar terlihat masuk karena ulahku yang memberikan pertunjukan tidak terduga kepada mereka.
Aku mengehla napas. Meyakinkan diri sendiri bahwa keputusan yang aku lakukan sudah tepat dan harus aku selesaikan hingga ujung-ujungnya. Dengan mengucap bismillah aku akhirnya berujar. "Will you marry me? "

YOU ARE READING
Backstreet [2]
ChickLit"Kenapa, Mas?" Tanya Jeje dari seberang telepon. Mungkin merasa heran karena tidak biasanya aku menelpon tanpa mengiriminya pesan terlebih dulu. "Mau go public, nggak?" Ujarku tanpa basa-basi sama sekali