Masih Misteri

6.1K 485 9
                                    

Teror Arwah Gentayangan #4

Atas permintaan Dina akhirnya kami memutuskan untuk memberhentikan motor kami di depan gapura makam.
Di sisi sebelah kiri gapura nampak motor Mbak Nisa sudah terparkir.
"Mbak Nisa pasti masuk ke dalam, Mas."

"Kita samperin aja yuk, Dek."

"Iya. Ayuk Mas! Takut ada apa-apa sama Mbak Nisa."

Makam almarhum Rian memang berada tidak jauh dari gapura.
Begitu memasuki area makam, Pandanganku bisa langsung menangkap keberadaan Mbak Nisa.

Mbak Nisa berjongkok membelakangi kami.
Tangannya memeluk nisan, dan menyandarkan kepalanya disana.

Hingga jarak kami semakin dekat, Mbak Nisa nampaknya belum menyadari kedatangan kami.
Mungkin Mbak Nisa sedang kalut dengan pikirannya sendiri.

Aku dan Dina menghentikan langkah kami saat jarak kami dengan Mbak Nisa tinggal beberapa tapak lagi.

"Mbak Nisa," Sapa Dina pelan.

Mbak Nisa berjingkat kaget saat Dina menyapanya, walaupun suara Dina sangat pelan.

"Mbak Nisa, sedang apa di sini? Ini sudah mau magrib Mbak. Ayuk pulang Mbak,"

"Mbak kangen sama Rian, Din."

Seketika air mata Mbak Nisa tumpah ruah. Kesedihan Mbak Nisa nampaknya tidak terbendung lagi. Dina spontan memeluk Mbak Nisa.

"Yang kuat Mbak. Mbak Nisa harus ikhlas, biar almarhum Rian bisa tenang."

Mendengar ucapan Dina rupanya bukan membuat Mbak Nisa menjadi tenang, justru membuat amarah Mbak Nisa tersulut.

"Kamu enggak tau Din gimana rasanya! Aku enggak bakal bisa ikhlas sebelum pelakunya tertangkap!"

Dina terpaku mendengar ucapan Mbak Nisa yang penuh dengan amarah.
Mbak Nisa sangat marah, hingga Tas bawaan yang ia raih dengan kasar membuat isinya berhamburan.

Tanpa diminta aku dan Dina segera membantu Mbak Nisa untuk memungut belanjaannya. Jeruk nipis, salak, duku, dan rambutan berserakan.
Mbak Nisa tidak bersuara namun air matanya terus saja mengalir deras.
Jelas sekali raut sesal pada Dina, namun ia pun hanya diam sembari memunguti buah-buahan Mbak Nisa satu persatu.

Tanpa permisi apalagi berterimakasih, Mbak Nisa meninggalkan kami setelah kami selesai membantunya.

"Mas," ucap Dina.

"Sudah, enggak apa-apa,"

Sebelum Dina melanjutkan ucapannya aku sengaja memintanya diam, karena aku tau Dina hanya akan menyalahkan dirinya sendiri karena membuat Mbak Nisa marah. Ku raih tangan Dina dan menuntunnya untuk beranjak dari sini.

"Eesssssst ...,"

Sebuah suara menghentikan langkah kami.

"Mas," Dina mencengkeram lenganku sangat kuat.
"Udah kita lanjut jalan saja."

"Eesssstt,"

Suara yang mirip dengan desis an itu terdengar lagi.

"Suara apa itu Mas?"

Aku tak menghiraukan ucapan Dina karena perasaanku benar-benar tidak enak.
Area makam mendadak terasa mencekam.
Hanya hawa dingin dan harum bunga kamboja yang sangat mistis yang ku rasakan.
Ku tarik tangan Dina untuk segera mengikutiku keluar dari tempat pemakaman ini.

"Peeeriiiihhhh,"

Suara yang pelan namun mampu membuat jantungku berdegup kencang.

"Siapa?!" tanyaku dengan keras.

"Suara siapa itu, Mas?" tanya Dina setengah berbisik.

"Perrrriiiiiihhhhh!"

Kali ini suara itu semakin jelas terdengar.

"Itu seperti suara almarhum Rian, Mas!"

Sebuah pohon waru tak jauh dari gapura nampak bergoyang sangat kencang, berbeda dengan pohon yang lain.

"Aaaahhhh!!!!"
Aku dan Dina berteriak bersama saat sesosok anak laki-laki berlumuran darah tiba-tiba menampakan diri di bawah pohon waru.
Kami memalingkan pandangan kami untuk beberapa saat, dan secara misterus sosok di bawah pohon waru itu hilang.

Dina sangat ketakutan, hingga aku putuskan untuk mengajaknya kembali ke rumah.
Di sepanjang perjalanan pulang kami lebih banyak diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Kenapa Rian menampakan diri ke kita ya Mas?"
Aku menggeleng karena aku juga punya pertanyaan yang sama dengan Dina.

Bersambung...

Teror Arwah Gentayangan (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang