Teka-teki Kecelakaan Rian

5K 395 3
                                    

Teror Arwah Gentayangan #9

Aku menambah kecepatan laju motorku dan mengabaikan apa yang aku lihat di rumah Mbak Nisa.

Melihat penampakan makhluk halus bukanlah hal baru bagiku.
Namun tidak bisa aku pungkiri aku masih saja takut saat mengalami hal mistis seperti itu.

Aku sengaja tidak menceritakan apa yang baru saja aku lihat kepada Dina, agar ia tidak semakin merasa ketakutan atas teror arwah Rian.

Di sepanjang jalan, aku melihat banyak warga yang menggantungkan Bangle di depan pintu rumah mereka.

"Mungkin semua orang menjadi resah karena desas-desur Teror Arwah Rian. Semoga saja semua ini segera berlalu dan almarhum bisa tenang." Batinku.

"Mas, aku langsung masuk ya. Aku mau masak," Ucap Dina saat motor kami telah berhenti di depan rumah.

"Iya, Dek."

Dina berlalu, dan aku memutuskan untuk berbaring sebentar di kursi panjang yang ada di teras samping rumah.

Kelopak mataku kian terasa berat, hingga perlahan terpejam.

Sayup-sayup aku mendengar teriakan orang.

"Tolong! Di sini ada kecelakaan,"

Nampak di kejauhan seorang anak remaja yang tergeletak di jalan dengan motor yang menindih tubuhnya.
Seorang laki-laki paruh baya berdiri di dekatnya, aku tidak bisa melihat jelas wajahnya. Pria itu memandang sekilas tubuh remaja tersebut lalu beranjak memasuki mobilnya.
Mobil melaju dengan sangat kencang, namun sekilas aku masih bisa melihat stiker yang tertempel di mobilnya.
Dua tangkai bunga matahari yang merunduk layu, stiker itu tertempel di kaca belakang.

"Tabrak lari!!!!" Teriak seorang perempuan yang sedari tadi berada di sana.

"Tabrak lari? Mungkinkah Bapak tadi pelakunya?" batinku.

Aku ingin sekali berteriak dan ikut mengejar, namun badanku mendadak kaku, dan berat seperti tertindih sesuatu.
Mulutku tidak bisa mengeluarkan suara.

"Mas!! Bangun Mas!! Mas!"

Sebuah suara seakan memanggilku, di iringi dengan sebuah guncangan di pundakku.
Perlahan badanku terasa ringan, aku pun terbangun.

Aku terus beristighfar.
"Mimpi buruk," gumamku.

"Kamu mimpi apa sih, Mas? Sampai susah sekali dibangunin?" Tanya Dina dengan raut khawatir.

"Enggak apa-apa, Dek." Elakku.

"Enggak apa-apa gimana? Au au au gitu?"

Pertanyaan Dina penuh selidik namun aku tetap enggan menceritakan yang sebenarnya.
Aku tidak mau Dina semakin ketakutan jika aku bercerita soal mimpiku.
Aku sendiri belum tau makna di balik mimpiku barusan.
Mungkinkah pertanda? Atau hanya bunga tidur?

"Ya udah, ayuk kita makan siang."
Ajak Dina setelah ia menyerah dengan pertanyaanya.‎

"Ayuk," jawabku penuh semangat.

Dina mendahuluiku, berjalan dengan wajah yang sedikit cemberut. Sepertinya ia belum benar-benar puas dengan jawabanku.

Ketika aku hendak berdiri, sebuah hembusan angin menerpa pipiku.
Aku menoleh ke kanan dan kiri, melihat dedaunan yang ada di sekitar rumah.
Tidak ada satupun daun yang bergoyang, menandakan tidak ada angin yang berhembus.

"Tooooollllooooong,"

Suara misterius itu lagi.
Kini suara itu terdengar sangat jelas, seperti bersumber di dekatku.
Merinding, itu yang aku rasa.
Aku coba mengabaikan, namun suara itu terdengar lagi.
"Tooooloooong, Perihhhh."

Sangat jelas, membuat jantungku berdegub dengan sangat cepat.
Aku tak berani menyahut, karena aku tau itu bukan suara manusia melainkan arwah.

Entah mengapa arwah Rian terus meminta tolong padaku, padahal kami belum sempat saling mengenal.
Mungkinkah karena kelebihanku, yang bisa merasakan kehadiran makhluk halus?

"Mas! Buruan! Aku udah laper nih!" Teriak Dina disusul dengan kepalanya yang menyembul dari balik jendela.

"Iya, iya Dek."

Lekas aku menyusul istriku yang cantik itu ke meja makan, sebelum wajahnya berubah menjadi horor.
Jujur saja, aku lebih takut melihat wajah Dina yang penuh amarah daripada melihat arwah.
Namun jika boleh meminta, aku tidak ingin melihat hantu lagi.

"Dek, nanti kita jadi ikut Mbok Nah dan Mbak Sari?" tanyaku saat kami telah menyelesaikan makan siang kami.

"Jadi, Mas. Biar bisa kelar masalahnya."

"Aamiin."

Kami memutuskan untuk bersiap karena waktu Ashar akan segera tiba.‎

Bersambung...

Teror Arwah Gentayangan (TAMAT) Where stories live. Discover now