Pelaku Tak Terduga

5.8K 533 27
                                    

Teror Arwah Gentayangan #20

Hari sudah sore saat aku tiba di rumah.
Saat aku memasuki pekarangan rumah, rupanya Dina tengah berdiri di teras rumah kami.

"Mau Magrib kok di luar, Dek?" tanyaku.

"Nungguin Mas pulang, lah! Jadi gimana tadi di rumah Mbak Nisa, Mas?"

"Kita masuk dulu, yuk. Nanti di dalam Mas ceritain semuanya."

Dina mengekor masuk ke dalam, dan langsung ambil posisi duduk disampingku.
Cerita itu mengalir dengan lancar dari mulutku.
Semua yang terjadi di rumah Mbak Nisa kuceritakan kepada Dina.

Dina nampak antusias mendengarkan ceritaku.

"Alhamdulillah, kalau Mbak Nisa dan Mbok Nah mau memaafkan Ikmal."

"Iya, Dek. Oh, iya! Nanti malam Mas sama Pak Ustad mau nemenin Ikmal ke lokasi kecelakaan itu ya?"

"Aku ikut ya, Mas?" pinta Dina.

"Jangan, Dek. Sebaiknya kamu di rumah saja. Enggak ada perempuan yang ikut juga,"

Walau sedikit merengut akhirnya Dina mengerti dan mau tetap tinggal di rumah.

"Ya sudah, Mas mandi dulu ya."

Dina mengangguk, dan aku berlalu meninggalkan ia yang masih sedikit cemberut.

Malampun tiba.
Aku duduk termenung di beranda rumah.
Memikirkan apa yang sudah dilakukan oleh Ikmal.
Sebenarnya dibalik keusilannya, Ikmal memiliki satu niat yang menurutnya baik.
Ikmal ingin membuat arwah Rian gentayangan dan memburu pelaku yang sudah menabraknya.
Meski akhirnya ia sendiri yang hampir celaka karena di gentayangi arwah almarhum.
Apapun itu alasan Ikmal, tindakannya sangat tidak terpuji dan tidak bisa dibenarkan.

Dua motor yang memasuki pekarangan rumah, membuyarkan lamunanku.
Waktu yang dinanti telah tiba, Pak Ustad dan Ikmal datang menjemputku.

"Ayuk kita langsung berangkat, Mas Dimas? Sebelum malam semakin larut."

Karena motorku masih ada di warung dekat tempat kecelakaan Rian, akhirnya aku membonceng Pak Ustad.

Ikmal melaju di depan. Jiwa mudanya seakan sulit diimbangi oleh Pak Ustad, laju motor kami tertinggal lumayan jauh.

Tidak banyak rintangan yang berati, hanya kerusakan jalan dan minimnya penerangan membuat kami sulit mengendalikan laju motor. Sesekali motor kami hampir ambruk.

Saat kami tiba di dekat gapura makam, Ikmal nampak berhenti menunggui kami.

"Kenapa berhenti, Ikmal?" tanya Pak Ustad.

"Saya ingin meminta maaf kepada almarhum Pak Ustad. Boleh kita ke makamnya dulu?"

"Nanti saja, Ikmal. Selasaikan dulu tugasmu. Pulangnya nanti kita mampir kesini,"

Pak Ustad memberi saran yang langsung disetujui oleh Ikmal.
Ikmal kembali menstater motornya.
Saat motor Ikmal berjalan, aku melihat seseorang duduk dijok belakang motornya.

Seketika aku merinding melihatnya.
Karena takut, aku sedikit menarik baju Pak Ustad dan menyembunyikan kepalaku dibalik punggung beliau.

"Apa Mas Dimas melihatnya?" tanya Pak Ustad.

Aku mengangguk.

"Abaikan, pura-pura saja tidak melihat."

"Baik, Pak Ustad."

Walau begitu, aku tetap tidak berani menatap ke arah punggung Ikmal.

Sampai akhirnya kami sampai di tempat kejadian.

Teror Arwah Gentayangan (TAMAT) Where stories live. Discover now