Penangkal Teror

5.3K 410 5
                                    

Teror Arwah Gentayangan #7

Bangle,
Memiliki bentuk yang menyerupai Jahe dengan ukuran yang lebih besar.
Seperti Jahe, Bangle juga sering di manfaatkan sebagai jamu.
Manfaat lain dari Bangle, khususnya yang masih di percayai warga kampung ini adalah Bangle mampu mengusir makhluk halus.
Bangle, dan bawang putih yang dikaitkan di daster atau bahkan pakaian dalam wanita hamil dengan peniti masih sering terlihat, dilakukan oleh masyarakat kampung ini.
Tujuannya tidak lain adalah untuk menghindarkan wanita hamil tersebut dari gangguan gaib.
Tidak jarang warga kampung merangkai Bangle dan beberapa bumbu dapur seperti Cabai, Bawang merah, dan bawang putih menggunakan benang.
Rangkaian itu mereka gantung di atas pintu, tujuannya tak lain adalah untuk mencegah makhluk halus datang.
Banyak hal baru yang aku ketahui berdasarkan cerita Dina, istriku.

Hari berganti,
Setiap hari selalu saja ada orang yang datang membeli Bangle ke rumah kami.

Satu minggu berlalu setelah kematian almarhum Rian.
Desas-desus arwah Rian gentayangan kian santer terdengar.
Banyak orang yang mengaku mendapat teror dari almarhum Rian.
Aku dan Dina memilih untuk diam, tidak ikut menceritakan kejadian mengerikan yang menimpa kami beberapa waktu yang lalu.

"Mas, anterin aku ke warung Mbak Ida yuk." Ucap Dina yang kini tengah menyiapkan beberapa bahan jamu.

"Iya, Dek."

Semenjak kejadian itu, Dina tidak pernah absen memintaku untuk mengantarkan kemanapun ia pergi.
Tentu saja aku tidak bisa menolaknya.

Pagi ini suasana masih sangat sepi, dan gelap.
Ku lajukan motorku meninggalkan rumah untuk mengantar Dina.
Aku berharap di jalan sudah banyak warga yang beraktifitas di luar rumah.
Namun kenyataan tak sesuai harapanku, kampung ini nampak seperti kampung mati.

Aku rasa orang-orang tidak berani keluar rumah sebelum matahari memancarkan sinarnya.
Semua itu karena Teror yang ada.

Saat motorku hendak melintasi jalan di depan Rumah Mbak Nisa, aku berdoa dalam hati "Semoga penghuninya sudah ada di luar semua. Aamiin"

Tidak aku sangka, semakin mendekati area Rumah Mbak Nisa sayup-sayup terdengar kegaduhan.
Semakin mendekat, kegaduhan itu semakin memekakan telinga.

"Siapa itu Mas? Orang yang marah-marah di rumah Mbak Nisa?"

"Enggak tau, Dek."

"Kita berhenti saja yuk, Mas. Takut ada apa-apa,"

Aku dan Dina memutuskan untuk menghapiri sumber keributan.
Kami memarkirkan motor tidak jauh dari bekas tempat mensucikan jenazah.

"Tooooloooongggg,"

Suara parau lirih terdengar saat aku memijakan kaki, di ikuti dengan hawa dingin yang menjalar ke seluruh tubuh.

"Ayuk, Mas. Jangan bengong disini."

"Iya, Dek."

Aku dan Dina melangkah menuju teras rumah Mbak Nisa.
Dengan pintu terbuka, nampak seorang perempuan berbadan bongsor membelakangi kami.
Satu tangannya memegangi pinggang, dan satu tangan yang lain menunjuk tajam ke arah Mbok Nah.

"Mbok, cucumu itu kurang ajar! Sudah meninggal juga tetap kurang ajar! Dia menggentayangi anakku!"

Hardik wanita itu yang belum ku lihat wajahnya.

"Yang sopan bicara sama orangtua, Mbak Sari!!"

Mbak Nisa datang menimpali ucapan wanita itu dengan amarah yang tidak bisa di sembunyikan dari wajahnya.

"Kalian! Mau apa kesini hah?! Mau ikut memfitnah anakku, Rian?" tuduh Mbak Nisa dengan menunjuk ke arah kami.

"Maaf, Mbak. Kami kebetulan melintas dan tidak sengaja mendengar keributan di sini. Kami khawatir."

Dina mencoba menjelaskan, namun Mbak Nisa tetap dengan ketidak sukaannya itu.

"Nisa, kamu jangan berburuk sangka sama Dina dan suaminya. Ingat, mereka orang baik. Mereka sudah membantu kita selama proses pemakaman Rian." Mbok Nah coba membela kami.

Aaaaarrrrghhhhh!!!

Mbak Nisa berteriak sangat keras, badannya merosot ke lantai dengan air mata yang semakin berderai.

"Anakku Rian anak yang baik. Malang sekali nasibmu, Nak. Semasa hidup kau belum pernah merasakan kebahagiaan. Kini kamu sudah meninggal, orang-orang jahat ini memfitnahmu gentayangan!"

Kami hanya diam dan saling pandang melihat keadaan Mbak Nisa.

"Sudah, Nis. Ikhlaskan semuanya," Mbok Nah coba menasehati.

"Sari, kamu jangan asal bicara. Ucapanmu itu bisa jadi fitnah bagi almarhum, dan kami keluarganya." Ucap Mbok Nah kepada Mbak Sari.

"Saya tidak asal bicara, Mbok!"

"Lebih baik kita buktikan. Hari ini kita semua datang ke makam Rian, kalian berdua juga ikut sebagai saksi."

Lagi, Mbok Nah coba memberi jalan keluar.
Mbok Nah meminta aku dan Dina ikut serta sebagai saksi.
Mbok Nah ingin membuktikan sendiri apakah Rian benar-benar gentayangan atau tidak, dengan melihat biji-bijian yang beliau tabur di atas makam Rian.

Bersambung...

Teror Arwah Gentayangan (TAMAT) Where stories live. Discover now