Mengumpulkan Petunjuk 2

4.5K 384 1
                                    

Teror Arwah Gentayangan #12

Memikirkan bagaimana cara untuk menolong almarhum Rian membuat kepalaku berdenyut.
Dengan mata tertutup, ku pijit pelipisku untuk mengurangi rasa sakit di kepala.

"Mas,"

Suara Dina yang pelan mampu membuatku tersentak kaget.

"Kenapa sih, Mas?" tanya Dina dengan heran.

"Ehm, enggak apa-apa Dek."

"Jangan bohong, Mas."

Dina terus saja membujukku untuk berkata jujur.
Akhirnya, dengan kesepakatan bahwa Dina tidak akan menjadi lebih ketakutan mendengar ceritaku.
Aku menceritakan interaksiku dengan arwah almarhum.

"Terus apa yang bisa kita lakukan untuk membantu almarhum, Mas?"

Aku menggeleng.

"Entahlah, Dek. Biar besok kita diskusikan dengan Pak Ustad."

Dina mengangguk tanda setuju.

"Ini, Mas." Ucap Dina sembari mengulurkan segelas air putih yang aku minta.

Malam semakin larut, aku dan Dina memutuskan untuk segera beristirahat.

Perlahan kupejamkan mata, berharap diri lekas terlelap.

Kabut yang sangat tebal, menambah suasa malam yang hening kian mencekam.

Seperti berjalan dalam kegelapan.
Ku ayunkan langkah setapak demi setapak.
Tidak ada cahaya seperti tempat sebelumnya, namun perasaan takut kini telah sirna.

"Ini tempat yang sama. Mungkinkah Rian ingin memberi petunjuk?" batinku.

Perlahan, ku ikuti naluri untuk berjalan.
Aku yakin, naluriku akan menuntun kemana aku harus pergi.

Dari kejauhan nampak cahaya mobil yang menyilaukan.
Mobil itu kian mendekat, hingga akhirnya berhenti di depanku.

Seakan tidak ingin terlalu mencolok, seseorang yang ada didalam mobil itu memadamkan lampu mobil sebelum keluar.
Kondisi yang sangat gelap membuat aku kesulitan untuk memerhatikan sekelilingku, namun aku merasa ini adalah tempat yang sama. Tempat dimana almarhum Rian mengalami kecelakaan.

Sebuah cahaya perlahan muncul.
Seperti layar ponsel yang sengaja dihidupkan sebagai senter.
Seseorang itu menggunakan ponsel sebagai penerangan.

"Untuk apa?" tanyaku dalam hati.

Orang itu mengarahkan ponselnya ke segala arah.
Seperti mencari sesuatu.
Ia menunduk, mengamati setiap jengkal tempat ini.

"Sial! Kemana jatuhnya!"

Orang itu terus saja mengumpat, karena tak kunjung menemukan apa yang ia cari.
Aku bergeming, karena aku tau orang itu tak melihatku.
Bahkan saat orang itu melintas di depanku, ia bahkan tak menoleh sedikitpun.

Meski aku tidak bisa melihat wajahnya, namun bisa aku pastikan ia seorang laki-laki.
Laki-laki itu berdiri di dekat mobilnya, sekali lagi ia mengarahkan ponselnya ke kanan dan kiri.
Tidak sengaja, sama-samar indera penglihatanku menangkap sebuah gambar yang tidak asing bagiku.
Sebuah gambar 'dua tangkai bunga matahari yang merunduk layu'.

"Astaga! Mobil ini? Mobil yang menabrak almarhum Rian!" ucapku.

Laki-laki itu tak mendengar teriakanku.
Ia berlalu, memasuki mobilnya.
Seketika lampu mobil menyala, mengarah lurus ke depan.
Dari sorotan lampu mobil, aku bisa melihat seseorang yang berdiri di tengah jalan.

Aku coba mempertajam penglihatanku, untuk bisa mengenali siapakah orang itu.

"Ri ... Rian!"

Iya benar, itu almarhum Rian.
Ia berdiri di tengah jalan dengan wajah yang sangat pucat.
Satu tangannya menunjuk ke sisi jalan.

"Apa?!" tanyaku.

Dengan badan yang gemetar aku memberanikan diri bertanya kepada almarhum Rian, sembari mendekat ke arah yang ia tunjuk.

Rian tidak menjawab, ia terus menunjuk ke sisi jalan.
Ada sebatang pohon di tepi jalan yang dibawahnya ditumbuhi semak.
Belum sempat aku memeriksa semak yang di tunjuk oleh almarhum Rian, cahaya mobil yang menerangi berpindah membuat pandanganku seketika kabur.

Mobil melaju, meninggalkan lokasi menembus tubuh Rian yang berdiri di tengah jalan. ‎

"Hei! Jangan kabur! Anda harus bertanggung jawab! Hei!"

Teriakku coba menghentikan pelaku tabrak lari itu. Siapapun dia, dia harus bertanggung jawab.
Aku tau, berteriakpun sia-sia karena orang itu tidak mungkin bisa mendengar namun aku tidak bisa berhenti.

"Hei!!"

Dalam gelap aku terus berteriak.
Lelah sekali rasanya, sampai aku merasa sebuah tangan memegang pundakku.‎

"Mas!" Kejut Dina.

Aku membuka mata, aku melihat Dina yang kini tengah duduk di sisiku.

"Mas kenapa?"

"Mas harus pergi sekarang, Dek."

"Pergi kemana? Ini masih gelap Mas."

"Nanti, Mas ceritakan semuanya."

Ku raih jaket yang tergantung di dekat ranjang.
Tidak lupa mengingatkan Dina untuk mengunci pintu, dan memintanya untuk tetap di rumah sampai aku pulang.

"Hati-hati, Mas." Pesan Dina sebelum menghilang dibalik pintu.‎

Ku nyalakan motor, menembus dinginnya pagi.
Jalanan yang lengang, membuatku leluasa melajukan motorku.
Aku ingin segera sampai ke lokasi yang di maksud oleh almarhum Rian.
Aku yakin disana ada petunjuk yang bisa aku temukan.

Walau aku tidak tau pasti lokasi kecelakaan itu, namun setidaknya Dina pernah memberitahuku bahwa almarhum kecelakaan di jalan raya tak jauh dari kampung ini. Dibantu dengan petunjuk yang ada didalam mimpiku, aku yakin bisa menemukannya.

Aku ingin segera sampai, dan mencari tau apa yang ingin ditunjukan oleh almarhum.
Aku yakin, itu adalah sebuah petunjuk untuk bisa membantu almarhum Rian.

Bersambung...‎

Teror Arwah Gentayangan (TAMAT) Where stories live. Discover now