21. EXTRA PART 1

327 28 103
                                    

"Seperti sebuah pepatah yang pernah dilontarkan seseorang, pisau yang tajam tak akan membunuh orang jika orang tersebut tidak berlaku seenaknya kepada dunia, ini. Mencintai darah seseorang adalah jiwa di diriku sendiri, kehancuran orang adalah kebahagiaan untukku. Maka begitu juga, penyesalan orang adalah tenaga untukku hidup. Aku, si penulis dari bait kata dan setiap ayat yang ada disini."-pecintapausbiru

"Tertawalah, disaat darah mereka mengalir keluar merembes ke wajahmu. Jangan biarkan dirimu dikukung digenggaman orang itu. Buatlah dirinya memohon, memohon untuk segerakan kematiannya. Teriakan kesakitannya, adalah irama keminatan semua orang termasuk diriku."-pecintapausbiru

***

Deo, setelah meminta permohonan untuk pengunduran pemenjraan terhadap dirinya dan tidak lupa juga dibantu oleh keluarga Alya sendiri. Ini juga dilakukan mereka, untuk membantu Deo membalas dendam atas kelakuan Tiara, Icha serta Angga.

"Jadi, dimana lokasi jalang-jalang itu?" tanya Deo dengan sangat serius. Bahkan, orang disekitarnya juga merasakan aura dingin menusuk ke diri mereka.

"Sabar dong bro, dan jalang? Bukannya lo sangat mengagungkan wanita itu sampe istri lo terabaikan?" ujar Gio menatap Deo dengan sinisnya. Jujur saja, Gio masih saja tidak menyukai bahkan dirinya juga hilang respect ke lelaki didepannya itu.

"Gue disini ga mau berantem, Gio. Gue udah mengaku kalau gue salah, terus mau lo apaan lagi?" kata Deo menahan dirinya untuk tidak marah agar tidak terjadi hal yag tidak diinginkan terjadi.

"Sudahlah, disini kita mau bertemu dengan Tiara dan yang lain. Maka, kita harus bersatu bukan seperti ini. Gio, abang mohon, jangan seperti itu." kata Gibran, sangat langka jika Gibran sudah memanggil dirinya sendiri sebagai abang kepada Gio. Itu pertanda bahwa, Gibran kali ini serius dengan setiap ucapan yang dilontarkannya.

Mendengar itu, Gio langsung terdiam dan memilih menutup mulutnya dan mengiyakan semua ucapan Gibran. Ada benarnya juga, dengan mereka menyatu, semuanya akan mudah selesai dengan cepat, juga dirinya tidak akan melihat beban satu ini lagi. Sekiranya, semuanya selesai. Fikir Gio lalu menganggukkan kepalanya.

"Gio," panggil Gibran lagi, saat tiada tanda-tanda ucapannya dijawab adiknya itu.

"Iya-iya." ucap Gio membuatkan Tirta dan Alexander yang berada di sana juga terkekeh kecil.

"Sudahlah, sebaiknya kita ke ruang penyekapan itu sekarang. Biar ga membuang waktu." kata Tirta dan diberi anggukan oleh mereka semua.

"Biar gue yang memandu arah!" tanpa mendengar jawapan yang lain, Alexander langsung saja ke depan. Lebih tepat, di samping Gibran.
Beberapa menit menyelusuri hutan yang terbilang lebat itu, kini pandangan mereka tertumpu di gubuk kecil yang terpasang pencahayaan minim didalam nya.

"Apa, mereka ada didalam sana?" tanya Deo dan diberi anggukan oleh mereka semua. Mengetahui jawapannya, langsung saja, Deo ingin berjalan maju duluan. Namun, langkahnya terhenti kala tangannya di tahan seseorang.

"Jangan gegabah, tanyakan satu persatu dulu. Jika, ini saja kita tidak tahu, maka tiada gunanya kita membunuh mereka jika akar permasalahannya tidak kita ketahui." Tirta menatap tajam kearah Deo, kini giliran Deo yang memberi anggukan mengerti.

Brakk..

"Sungguh, tidak punya sopan ya kalian. Datang tiada salam malah-"

Ucapan Tiara terhenti kala dipotong oleh Alexander dengan sarkasnya. "Memangnya, kau punya sopan? Merencanakan pembunuhan dan memporak-porandakan rumah tangga orang." Alexander terkekeh geli menatap wajah Tiara yang tidak menerima atas ucapan yang dilontarkan Alexander tadi.

"Udah, bacotnya?" tanya Tirta dengan tampang tidak sukanya. Saat ini dirinya tidak ingin bertele-tele. Dirinya ingin semuanya secepatnya selesai, menurutnya Tiara dan yang lain harus mendapatkan hal yang lebih atas perlakuan mereka terhadap Alya.

(END) Transmigrasi Elyana -After Married Where stories live. Discover now