jali jali

129 33 8
                                    

Jam baru menunjukan pukul sembilan malam tapi mata gue udah berat banget

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam baru menunjukan pukul sembilan malam tapi mata gue udah berat banget. Ngantuk se-ngantuk ngantuknya. Ini semua gara-gara gue masih melanjutkan adegan nangis menangis bersama mama setelah Om Erza dan Samudera pamit pulang.

Rasanya baru aja gue mau meluncur ke alam mimpi, tapi tiba-tiba hape gue bergetar kemudian nada deringnya menggema seantero kamar membuat telinga gue pengeng setengah mati.

"Assalamualaikum. Kenapa, Lin?"

Perasaan gue mulai nggak enak ketika gue mendengar helaan nafas panjang dari seberang sana.

"Cil?"

"Kali ini apa, Arselina?"

"Bantu gue mau nggak? Hidup dan mati gue ada di tangan lo sekarang."

Gue menguap lebar mendengarkan suara Selin yang super nelangsa itu. "Bantuin apa?"

"Ava.."

Gue bangun dari posisi tiduran dan berakhir bersandar di headboard sambil terus menguap. "Ava kenapa?"

Fyi, Ava adalah adik pertamanya Selin. Avanila nama lengkapnya. Umurnya sekitar delapan sampai sepuluh tahun. Tapi gue nggak tau persisnya berapa.

"Ava disuruh bawa biji jali buat prakarya...besok."

Mata gue membulat. "Biji jali tuh yang kek gimana, Lin?!"

"Ada yang hijau, putih, abu-abu. Yang pohonnya kayak jagung, Cil."

"Emang di Jakarta masih ada taneman begituan?"

Selin menghela nafas panjang. "Gue udah tanya-tanya. Terus kabar baiknya..."

"Kabar baiknya?" tanya gue nggak sabaran.

"Kata Jaya di kebun samping rumah Kareindra ada pohonnya, Cil."

"Ohhhh. Makanya lo nelfonnya gue, pinter banget ya anda Nyonya Arselina."

Selin terkikik sebentar kemudian berdehem. "Cil, coba lo tanya sama Reindra. Bener nggak kalau di samping rumah dia ada taneman jali. Terus kalau bener tanyain sekalian, biji jalinya lagi musim warna apa? Adek gue butuhnya putih atau abu-abu. Nggak boleh hijau."

"Kenapa nggak lo aja yang nelfon?"

"Nggak diangkat. Tolong ya, Cil? Gue udah frustasi banget. Mana bunda sama ayah gue lagi kondangan ke Tambun belum balik-balik."

"Oke, gue telfon Rein bentar. Lo siap-siap dulu. Jangan lupa paket jaket."

"Siap. Makasi-"

Gue menutup panggilan Selin dan langsung mendial nomer Kareindra. Udah jam sembilan lebih dikit. Kalau kebanyakan drama nanti bisa kemaleman.

"Assalamualaikum, La. Ada apa?"

Tubuh gue terlonjak mendengar suara serak Rein memenuhi indera pendengaran gue.

Bintang 5 🌟Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang