Bab 23 : Kolektor dan Direktur

172 16 0
                                    

Gita POV

Dengan setelan pakaian formal yang dibawakan Celine, saat ini aku sudah rapi untuk menghadapi babak baru selanjutnya dalam hidup. Sementara aku juga sudah mengganti pakaian milik Nabila. Gadis itu terus saja menolak untuk ku berikan pakaian pengganti. Namun bukan Gita jika tidak keras kepala.

Altezza entah mengalami hal baik apa hingga bangun sepagi ini. Pria itu tengah asyik menyaksikan televisi bersama Aditya. Sementara bunyi peralatan masak dari dapur sudah membuatku tahu, siapa yang sedang ada di dapur. Pria itu sudah siap dengan seragamnya menikmati aroma masakan.

"Selamat pagi, Nona".

Sapa pria itu ringan membuatku menarik senyum kecil sebelum beranjak mendekati beberapa masakan yang belum tersaji di piring. Aroma citrus segar segera menyapa indra penciuman ku begitu berdekatan.

"Kamu penggemar Tom Ford Neroli Portofino?"tanyaku membuatnya tergelak pelan.

"Apa aku akan membeli parfum semahal itu, Nona?"tanya Dirga membuatku mengingat sesuatu.

"Atau Issey Miyake L’eau D’Issey Pour Homme?"tanyaku menerka membuatnya menggeleng pelan.

"Jangan berharap tinggi, Nona. Saya cuma pakai sabun mandi aroma lemon saja. Saya cukup menggunakan parfum biasa tidak perlu semewah itu,"ucap Dirga membuatku mengangguk mengerti.

Beberapa jenis sayuran dan lauk begitu cepat matang. Sepertinya Dirga memang sudah piawai dalam urusan memasak dan mengurus rumah. Padahal dia kan memiliki istri. Hah, aku harus selalu mengingat pria itu sudah memiliki istri. Hati kecil ku sangat menjerumuskan ke arah dosa dengan terus mengingatnya.

"Mbak, malam ini akan ada pertemuan penting. Tapi sebelum itu, Pak Dhito ingin bertemu empat mata dengan Anda. Selain itu, komisaris besar perusahaan dan mantan direktur lama juga ingin bertemu,"ucap Celine membuatku mengangguk mengerti.

"Sepertinya aku seperti aktris hari ini. Baiklah, Celine. Bagaimana kondisi Citra? Kita akan menemuinya dulu sebelum bertemu dengan yang lain,"ucapku memahami situasi berbahaya di depan mata.

"Sebelum itu, makanlah dulu. Aku tidak menambahkan apapun. Mari kita makan dulu sebelum melanjutkan pekerjaan,"ucap Dirga menyajikan nasi yang masih panas di atas meja makan.

Altezza yang terlihat sangat segar segera mengambil tempat di sebelah ku. Tidak lama Aditya dan Nabila bertandang. Tampak kedua orang itu hanya berdiri membuatku menendang kaki Dirga. Apa iya kita makan mereka hanya menyaksikan saja?

"Duduklah. Kita bukan sedang di lapangan,"ucap Dirga membuat keduanya segera bergabung.

"Semalam tidur dimana, Mbak Gita?"tanya Nabila membuat Dirga berdehem pelan.

"Semalam aku insomnia dan memilih duduk di ruang tamu saja,"ucapku.

"Bukannya Pak Dirga semalam bilang mau tidur di ruang tamu, ya,"ucap Altezza membuat semua wajah menatap kami.

"Yah, benar. Kita hanya berbincang sepanjang malam,"ucap Dirga membuatku menghela nafas lega.

Acara sarapan pagi yang sederhana menjadi begitu menyebalkan hanya karena hal kecil. Selepas makan, Celine dan Nabila segera mengemas piring tanpa mengizinkan ku berkecimpung. Baru saja mau beranjak membawakan minuman menuju ruang tamu, mataku melirik Dirga tengah membaca koran di ruang tengah.

"Mau teh?"tanyaku.

"Boleh,"ucapnya tanpa menurunkan korannya.

Wajahnya terlihat sangat serius membaca seluruh informasi yang ada disana. Di zaman sekarang, menemukan orang membaca koran sepertinya mulai sulit. Padahal dia bisa saja membaca lewat website dengan kecanggihan teknologi yang ada.

Renjana : Arutala Dirgantara Where stories live. Discover now