Bab 60 : Merobek Waktu

74 10 0
                                    

Mata ku melirik dirinya mengenakan seragamnya untuk dinas tengah berbincang beberapa saat bersama dengan rekan yang lain. Rasa takut dalam benak ku sedikit berkurang setelah berbincang dengan Azhara kemarin sore. Dirinya sendiri yang mengatakan tugas Dirga saat dinas tidak akan seberat anggota pasukannya. Tetapi tetap saja dia harus melindungi anggotanya.

Pria itu tersenyum lebar begitu melihat ku menatapnya. Dirinya segera berlari membuatku tersenyum kecil. Kali ini dirinya tidak akan mengantar ku hingga keberangkatan. Dia akan sibuk dengan urusan penerbangannya sendiri. Terlebih dirinya yang mengendarai pesawat itu. Aku baru menyadari profesinya jauh lebih berbahaya dari tentara pada umumnya setelah dinas ini.

Siapa yang akan menjamin selamat jika terjatuh dari ketinggian?

"Sebentar, saya berkeringat,"ucapnya mengusap keringat yang menetes di wajahnya.

Semenjak Dirga mengetahui kabar kehamilan ku, dia selalu menjaga kebersihan dalam semua hal. Dia berusaha menghindari menemui ku saat belum mandi. Khawatir akan membawa kuman dari luar pada ku. Mataku melirik papan namanya di baju terbangnya. Aku harus melepas burung milik negara terbang ke angkasa menjadi penjaga dirgantara.

"Saya jadi tahu alasan nama Anda, Dirga,"ucapku membuatnya terkekeh geli.

"Kalau begitu kenapa nama Anda, Dyah? Padahal Anda bukan orang Sunda,"ucap Dirga tidak mau kalah membuatku memutar bola mata malas.

Pertanyaan tidak masuk akal saat pertama kali aku bertemu dengannya itu masih terngiang di kepala. Pria itu memberikan ku sebuah tas kecil berisi buah-buahan yang telah di potong kemarin. Apa dia tidak mengerti memakan sesuatu dalam jumlah banyak bisa membuatmu muak? Sesuatu yang berlebihan itu memang tidak pernah baik.

"Jangan rewel ya, Dek,"ucap Dirga mengusap perut datar ku.

"Ih malu, Mas,"ucapku melihat sekitar tersenyum melihat komandannya berlutut.

"Kenapa harus malu? Nanti setelah saya dinas perutmu akan bertambah lebih besar. Mungkin disaat itu saya sulit berkabar seperti biasanya. Tetapi percayalah saya akan baik-baik saja. Satu lagi, jangan lupa gunakan masker. Saya pernah mengantarmu ke pabrik dan mencium amoniak menyengat,"ucap Dirga.

Amoniak menyengat?

Dia bahkan hanya mengantar ku sampai gerbang belum sampai masuk ke dalam pabrik. Aroma yang tercium hanyalah sisa terbawa angin. Aroma itu jauh tidak sebanding dengan di dalam pabrik saat terjadi kebocoran pipa. Sepertinya hal itu juga menjadi keresahan Dirga sama seperti ku yang khawatir dengan kondisi pesawat.

"Pabrik itu bidangnya engineer, Mas,"ucapku membuatnya mencubit pipi pelan.

"Pesawat itu bidangnya pilot, Dek. Jangan suka begadang lagi, ya,"ucap Dirga memberikan sebuah kotak membuatku menatapnya lelah.

"Sekarang, ini untuk apa? Saya sudah malas berpikir untuk mengingat ini hari apa,"ucapku membuatnya terkekeh geli meraih jemari.

Sebuah hard disk yang terlihat mampu menyimpan file cukup banyak. Tetapi aku masih bingung tujuannya memberikan hard disk untuk apa? Laptop ku sudah terpisah fungsi antara kerja dan pribadi. Lagipula di ruang kerja juga ada komputer dan tidak perlu susah menyimpan file. Celine pun sudah menyimpan data-data itu dengan baik dalam website Pupuk Anumerta.

"Ini bisa dibuka setelah sampai di rumah. Karena setiap hari bagimu istimewa, maka itu barang yang sesuai,"ucap Dirga membuatku mengangguk pelan.

"Saya tidak pernah memberimu apa-apa. Tidakkah rasanya tidak adil?"tanyaku.

"Cukup dengan kamu tetap baik-baik saja disana. Merasakan gempa sebesar itu padahal berada dalam radius aman saat alat meledak sudah membuat saya tidak tidur. Kehadirannya sudah menjadi hadiah terbesar yang pernah saya terima,"ucap Dirga membuatku terkekeh geli.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Renjana : Arutala Dirgantara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang