Bab 22. Tangisan Penyesalan

525 142 42
                                    

It's okay to smile through tears. Everything happens for a reason - Tatiana Salarasa.

 Everything happens for a reason - Tatiana Salarasa

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

"Tentang masalah lo sama Rafael."

Ekspresi wajah Ega pun langsung berubah saat mendengar nama Rafael. Senyumnya dipaksa untuk merekah demi gadis di depannya.

"Tadi Bayu cerita ke gue, katanya pas di hari pemakaman adeknya, Rafael sempat mukulin orang, terus Bayu nanya ke gue, apa mungkin kalau yang Rafael pukuli waktu itu lo?" Tiana menggigit ujung bibir akibat menahan setengah rasa takutnya karena pertanyaan yang dia tanyakan sepertinya sangat sensitif.

"Kita cari tempat buat cerita, ya. Nggak enak kalau cerita di kuburan." Ega masih memberikan senyumnya untuk Tiana, tetapi mata laki-laki itu terlihat begitu terluka di balik bibirnya yang merekahkan senyum.

Tiana menyetujui lewat anggukan, kemudian menerima semua perlakukan lembut Ega yang lagi-lagi memakaikan helm untuknya. Meski gadis itu bisa melakukan dengan tangannya sendiri.

Ega memilih taman sebagai tempatnya untuk berbagi cerita pada Tiana, dengan segelas es krim di masing-masing tangan mereka. Ega hanya tidak ingin terlalu tegang selama dia bercerita nanti dan es krim yang dibelinya diharapkan bisa sedikit mengurangi ketegangan saat ini.

"Bayu bener, gue emang dipukulin sama Rafael waktu itu di pemakaman adeknya." Ega membuka suara sambil membuka penutup es krimnya.

"Kok lo bisa ada di pemakaman adeknya Rafael? Lo sengaja datang ke sana?"

Ega menggeleng pelan, kemudian memaksakan diri untuk menyantap es krim yang dibelinya. "Gue ke sana niatnya mau curhat sama mama dan nggak sengaja ngeliat Rafael. Ya, gue refleks aja nyamperin, terus pas dia liat gue ...." Ega mengangkat bahu, seakan-akan mengatakan pada Tiana kalau gadis itu pasti tahu bagaimana kelanjutannya.

"Rafael mukulin lo dan lo sama sekali nggak ngebalas dia." Tiana menyempurnakan kalimat penjelasan Ega dengan penuh keyakinan.

"Ya, gimana mau balas, Ta, orang gue yang salah." Ega menyahut dengan tawa, menunjukkan pada Tiana kalau dia baik-baik saja. Padahal ulu hatinya terasa seperti dirobek paksa sekarang.

"Ingat nggak waktu gue bilang kalau gue sama adeknya Rafael dulu satu sekolah?" Ega menoleh menatap Tiana dan bertanya lebih dulu sebelum menceritakan masalahnya dan Rafael. Kalau gadis itu tidak mengingatnya, maka Ega akan menjelaskan sekali lagi.

Tiana mengangguk. Tentu saja dia ingat. Hari di mana dia mengerjakan soal di depan kelas karena ditegur akibat keasyikan mengobrol tidak akan pernah dia lupakan.

"Sekadar informasi aja, ya, buat lo, Ta...," kata Ega seraya menyendok es krim miliknya, tetapi alih-alih menyantapnya, laki-laki itu malah menyombongkan diri lebih dulu. "... gue waktu di Bakti Mulia itu banyak yang naksir. Mulai dari yang seangkatan, kakak kelas, sampe adek kelas pun diam-diam naksir gue."

Dua Dunia Tiana [ END] Où les histoires vivent. Découvrez maintenant