Bab 25. Ketergantungan

465 141 10
                                    

I was the only one overflowing with love
Maybe I was too dependent on you — Erlangga Auditama.


Saat Ega mengatakan kalau dia akan menjemput Tiana selama penskorsannya, laki-laki itu sama sekali tidak bercanda. Dia benar-benar menjemput Tiana pada hari pertamanya diskors dan tampak begitu santai menunggu di pinggir gerbang sambil memainkan handphone.

Melihat Ega menunggunya di depan sekolah membuat Tiana menggeleng pelan. Padahal dia sudah mengatakan pada Ega untuk tidak menjemputnya, tetapi rupanya laki-laki itu memang tidak pernah mendengarkan Tiana sedikit pun. Dengan embusan napas kasar, Tiana melangkah menghampiri Ega.

"Kan udah gue bilang nggak usah jemput." Nada Tiana terdengar protes begitu dia berdiri di samping Ega. "Lo tuh lagi diskors tau. Malu dikit kenapa sih?"

"Gue juga di rumah nggak ada kerjaan, Ta. Daripada kayak anak ayam hilang yang plonga-plongo, mending gue jemput lo di sekolah." Ega menyanggah omelan Tiana dengan sedikit penekanan.

Tiana membalas dengan decakan sebal. Apa yang harus dia lakukan untuk membuat Ega berhenti melakukan hal-hal yang dilarangnya?

"Kan bisa belajar di rumah daripada keluyuran di jalan," kata Tiana mengingatkan. "Lo tuh lagi diskors, bukannya liburan."

Ega mendelik sebal dengan bibir yang tampak mengerucut. "Bosan juga kalau belajar mulu, Ta. Ya, kali gue belajar 24 jam."

"Ya, nggak 24 jam juga, Ega!" Tiana menyahut dengan nada gemas yang ingin memukul kepala laki-laki di depannya. Kenapa Ega selalu memiliki bantahan atas setiap kata yang Tiana ucapkan?

"Naik," titah Ega. Dia enggan berdebat lagi dengan Tiana mengenai masalah belajar. Laki-laki itu sedang diskors. Jadi, bisakah dia juga tidak disangkutpautkan dengan pelajaran apa pun? Hanya untuk 3 hari saja sampai masa skorsingnya selesai.

"Mau ke mana?" Tiana bertanya lebih dulu sebelum menuruti perintah Ega.

"Ke mana aja, yang penting sama lo." Ega membalas dengan cengengesan, membuat Tiana menatapnya dengan setengah datar. "Ke Segitiga Bermuda juga hayuk aja kalau berdua sama lo mah."

Tiana mengembuskan napas kasar. Namun, diam-diam menyimpan senyumnya di sudut bibir atas gombalan receh yang sejak tadi pagi tidak didengarnya karena si pemilik gombalan sedang diskors.

"Kalau lo jawabnya nggak serius, gue nggak mau ikut," ancam Tiana.

"Ke acara ulang tahunnya Bima." Ega menjawab dengan kecepatan kilat karena mendengar ancaman serius Tiana.

Laki-laki itu sudah hampir terbakar matahari karena menunggu. Rasanya tidak menyenangkan kalau dia sampai tidak bisa membonceng Tiana siang ini setelah mengorbankan waktu dan kulit berharganya.

Tiana mengerut alis bingung. "Siang-siang gini acaranya?"

"Nggak dirayain kayak pesta gitu sih, cuma kumpul biasa aja sama anak-anak."

Tiana mengangguk sambil mempertimbangkan ajakan Ega, kemudian menggeleng pelan sebagai bentuk penolakan. "Lo aja sama temen-temen lo. Gue kan nggak kenal sama mereka."

"Ya, makanya ini mau mau gue kenalin sama mereka. Waktu nyari gue ke makam juga udah ketemu sama mereka, kan?" Ega pikir, tidak ada salahnya kalau dia mengenalkan Tiana pada sahabat-sahabatnya secara resmi. Toh, sahabat dan calon pacar sudah seharusnya saling mengenal, kan?

"Lo nggak diapa-apain kan sama mereka waktu itu?" tanyanya dengan berapi-api kala melihat ekspresi Tiana yang tampak begitu tidak nyaman.

"Bilang ke gue, Ta, kalau mereka ngapa-ngapain lo! Biar gue patahin tangan mereka." Ega menambahkan. Matanya tampak memancarkan binar kemarahan yang tidak pernah benar-benar Tiana lihat. "Enak aja calon jodoh masa depan gue diapa-apain!"

Dua Dunia Tiana [ END] Where stories live. Discover now