Bab 33. Duri Rasa Sakit

587 164 86
                                    

If love makes me cry

I don't need love - Unknown.

I don't need love - Unknown

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

[ Play mulmed ]

Faktanya, Ega memiliki ego yang benar-benar tinggi. Wajar kalau Bara memintanya untuk menurunkan ego jika ingin menyelesaikan masalahnya dan Tiana saat ini. Sayangnya, Ega masih membutuhkan waktu untuk berdamai dengan hatinya.

Hei, 11 tahun saja bahkan tidak cukup untuk Ega berdamai dengan hatinya setelah dia dikecewakan oleh sang papa. Jadi, sah-sah saja kan kalau Ega memerlukan waktu beberapa hari untuk sekadar menata hatinya yang dihancurkan oleh Tiana, kan?

Hari ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh, Ega masih menjauhi Tiana. Apa pun yang terjadi pada gadis itu, Ega berusaha untuk tidak peduli. Setiap kali ada kesempatan untuk berbicara dengan Tiana, Ega malah melepaskan kesempatan itu.

Perundungan yang terjadi pada Tiana makin brutal. Pernah suatu siang Ega melihat seragam Tiana yang basah karena gadis itu baru saja diguyur dengan seember air. Pernah juga dia melihat sepatu Tiana dioper bergiliran seperti bola.

Bahkan saat jam kosong kemarin, Ega pun menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kalau barang-barang Tiana dirusak oleh teman-teman yang lain. Jam tangan gadis itu dibanting sampai rusak, kardigannya pun digunting, bahkan tas yang dipakai tidak luput dari coretan spidol permanen.

Lalu, apa yang Ega lakukan ketika gadis yang dia anggap sebagai rumah diperlakukan seperti itu oleh yang lain? Tidak ada.

Ega tetap diam di tempat duduknya dan membiarkan semua hal-hal buruk itu menimpa Tiana. Laki-laki itu masih bertahan dengan egonya dan memilih untuk keluar dari kelas karena tidak ingin ikut campur.

Sementara Tiana harus menahan semua penderitaan itu sendirian.

***

Karena Tiana tidak memiliki teman, maka tidak ada yang bisa gadis itu ajak bercerita. Dia tidak mungkin menceritakan hal yang terjadi belakangan ini pada sang ibu. Gadis itu menyimpan semuanya sendiri seperti tahun-tahun sebelumnya.

Namun, ketika hari ini dia pulang dari sekolah dan membuka pintu kamarnya, Tiana mendapati sang ibu yang duduk di balik meja belajarnya dengan punggung bergetar.

"Bu?" Tiana memanggil dan melangkahkan kakinya untuk masuk.

Ibu Tiana menoleh dengan wajah yang dipenuhi dengan air mata. "Kenapa kamu nggak pernah cerita sama Ibu?" tanyanya dengan suara parau yang begitu menyayat hati Tiana.

Tidak pernah Tiana melihat sang ibu menangis kesakitan sampai seperti ini, yang mana hatinya juga ikut terasa sakit sekarang.

"Apa yang nggak Tiana ceritain sama Ibu?" Tiana bertanya balik dan berlutut di depan sang ibu. Air matanya jatuh tanpa gadis itu perintahkan. Kesedihan ibunya seakan-akan melompat padanya untuk minta digantikan.

Dua Dunia Tiana [ END] Donde viven las historias. Descúbrelo ahora