Epilog - Dua Dunia; Ega dan Tiana

1K 172 33
                                    


You're my home

Where I can cry – Erlangga Auditama.

Ega menatap sebentar deretan harapan yang ditulisnya setelah dia bertemu kembali dengan Tiana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ega menatap sebentar deretan harapan yang ditulisnya setelah dia bertemu kembali dengan Tiana. Laki-laki itu sudah berjanji kalau dia akan memberikannya pada Tiana kalau semuanya sudah berhasil dia penuhi.

Meski harus menelan pahit karena kegagalan tempo hari, Ega akan tetap menunjukkannya pada Tiana dan membuat gadis itu bangga padanya.

Ega tersenyum lembut, kemudian melipat kertasnya untuk dimasukkan ke saku celana, lalu berangkat ke sekolah. Dia siap untuk bertemu Tiana. Hehehe.

Saat melewati koridor, Ega tidak berhenti melihat ke arah anak-anak yang hampir semua terlihat seperti sedang menggosipkan sesuatu. Laki-laki itu tidak tahu pasti dengan gosip yang dibicarakan. Namun, samar-samar mendengar nama Safana disebutkan dan mencoba untuk merangkumnya selagi dia berjalan menuju kelas.

"Bokapnya Safana ditangkap KPK karena kasus suap penerimaan mahasiswa jalur mandiri, ya?" Begitu melepaskan tasnya dari punggung, Ega langsung mengajak Tiana untuk bergosip ria pagi ini.

Tiana yang sudah mengetahui hal ini dari berita televisi hanya bisa mengangguk. Tanpa memberikan komentar apa pun.

Ega mendecih dengan tawa. "Ngejek lo pura-pura kaya, taunya dia sendiri kaya karena bokapnya tukang terima suap. Karma tuh pasti karena jahat sama lo."

"Ega, nggak boleh gitu, ih!" Tiana mengingatkan dengan ekspresi yang tampak tidak nyaman. "Orang temannya lagi kena musibah, masa digituin."

Tiana akui kalau apa yang Safana lakukan padanya malam itu sangat keterlaluan. Namun, bukan berarti dia akan menertawakan balik atas musibah yang menimpa Safana saat ini.

"Ya biarin, Ta! Orang dianya jahat gitu sama lo." Ega menyahut ketus dengan bola mata berputar malas, pertanda dia tidak sedikit pun bersimpati atas musibah yang menimpa Safana. Karena Ega pikir, itu adalah balasan atas kesombongan Safana selama ini.

"Ayo, samperin Safana ke kelasnya, Ta. Gue pengen liat, dia masih bisa sombong di saat kayak gini atau malu sampai ubun-ubun terus nutupin kepala pakai tong sampah," oceh Ega dengan nada menyindir yang begitu tajam.

Sungguh, Tiana tidak pernah menyangka kalau lisan Ega bisa setajam ini. Memang Tiana tahu kalau Ega tidak suka dengan Safana, tetapi yang baru saja laki-laki itu katakan agaknya terlalu kasar.

"Duduk!" Tiana menarik tangan Ega yang sudah berdiri untuk menghampiri Safana. "Bentar lagi bel masuk."

Ega kembali duduk dan mengalah. "Ya udah, berarti nanti pas istirahat aja kita nyamperin Safana."

Tiana hanya menggeleng. Dia sudah jauh lebih mengenal Ega sekarang dan tahu betapa jahatnya laki-laki itu kalau sudah membalas seseorang yang membuatnya marah.

Dua Dunia Tiana [ END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang