Color Palette IV

979 205 95
                                    


Pukul setengah 7 petang Felix sudah duduk manis di ruang tamu. Pakaiannya sudah rapi, badannya pun wangi. Jangan berpikir bahwa Felix bersemangat kencan dengan Changbin, ia hanya terbiasa merawat diri dan bepergian kemanapun tepat waktu. Bagi Felix,  siapapun teman kencannya ia harus berdandan rapi untuk menghargai orang yang akan ia temui.

Beberapa menit kemudian Felix melihat Changbin keluar rumah, berdiri bersandar pada pilar sembari bermain ponsel. Felix mengedikkan bahu sebelum kemudian menyibukkan diri dengan ponselnya. Tepat pukul 7 Felix keluar dan menghampiri Changbin yang kelihatan sedang sibuk bermain game. Felix tak mau berkomentar, malas jika mendapat bentakan sekali lagi dari si tetangga.

Selama beberapa menit Felix hanya berdiri menunggu Changbin selesai, namun kesabarannya tak sebesar itu. Seakan mengulang sejarah, Felix kembali merebut ponsel Changbin. Kali ini Felix lebih dulu melotot, menahan Changbin untuk tidak membentak atau ia akan membatalkan acara kencan mereka.

"Ayo kak berangkat," ucap Changbin dengan suara tertahan dan ekspresi kecut di wajahnya. Ha, tidak bisa marah kan?

"Naik mobilku saja," ucap Felix ketika Changbin membuka pintu mobilnya.

"Naik mobilku juga sama saja, ayo segera masuk."

"Kenapa kita tidak bawa mobil sendiri-sendiri saja?" Tanya Felix pada akhirnya karena malas berdebat.

"Kakak mau kencan atau mau iring-iringan pejabat?" Tanya Changbin telak menyinggung Felix.

Akhirnya Felix mengalah karena merasa dirinya yang lebih tua. Pemuda manis itu masuk ke mobil Changbin, memasang sendiri sabuk pengamannya sebelum Changbin cari kesempatan untuk kembali mendekatinya. Oke, Felix punya pengalaman tidak baik di dalam mobil itu, wajar kan kalau ia jadi was-was?

"Santai saja menyetirnya, aku masih sayang nyawa."

"Sebentar lagi sayang aku," ucap Changbin sembari melajukan mobilnya.

Felix melirik malas. Ia sudah memutuskan, setelah kencan ini dirinya akan menjelaskan pada Changbin bahwa pendekatan mereka tak bisa dilanjutkan. Felix ogah, melihat Changbin saja bawaannya ingin marah-marah, bagaimana kalau pacaran? Bisa-bisa umur Felix terpotong beberapa tahun karena ia mengalami hipertensi akut.

"Kita nonton ya kak? Tidak keberatan kan?"

Klasik, kencan pertama selalu antara nonton dan makan malam bersama. Sebenarnya apa enaknya kencan sambil nonton? Tidak bisa mengobrol, yang ada malah mengantuk di dalam ruangan gelap itu. Tapi bukan masalah, Felix lebih suka jika mereka tidak banyak mengobrol karena ia tidak mau menambah keriput di wajahnya untuk marah-marah.

"Terserah," jawab Felix sembari memandangi jalanan yang ramai orang. Biasalah, malam Minggu.











Singkat cerita Changbin dan Felix selesai menonton, tidak perlu diceritakan detailnya karena mereka hanya menonton selayaknya penonton bioskop pada umumnya. Keduanya pun memutuskan untuk makan, kali ini Felix yang menentukan tempatnya. Sebuah restoran waralaba yang menjual makanan Jepang. Pilihan terbaik mengingat tak ada seorangpun yang bisa menolak kelezatan sushi dan ramen.

"Aku tidak suka saus mentai," ucap Changbin tanpa ditanya.

"Pesan lainnya," jawab Felix acuh sembari tetap membaca daftar menu di hadapannya.

"Tidak suka makanan mentah juga."

"Lainnya."

"Sebenarnya aku tidak begitu suka ramen juga."

Kali ini Felix mendongak, menatap datar Changbin yang baru saja bicara seolah menantangnya untuk bertengkar.

"Pesan saja apa yang kau suka, ah tidak, yang bisa kau makan," ucap Felix dengan cepat sebelum Changbin kembali membuka mulutnya.

Three Words 6 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang