Color Palette V

952 196 72
                                    


Felix menatap langit-langit kamarnya dalam diam. Selimut menutup tubuhnya hingga sebatas leher dan ia sengaja menyalakan lilin aromaterapi agar bisa cepat tidur. Sayangnya semua itu tak berguna. Pikiran tentang Changbin yang mengecup pipinya sangat jelas terekam di kepala dan menyebabkan dirinya sulit tidur.

"Keluarlah dari pikiranku," ucap Felix secara repetitif untuk mensugesti dirinya sendiri.

Jarum jam hampir menunjuk angka 2 namun Felix belum juga terlelap sedangkan besok ia harus pergi kerja. Sungguh, ini hanyalah kecupan di pipi, bukan bibir apa lagi di badan, tapi kenapa rasanya sangat menggelitik? Rasanya seperti ia ditarik kembali ke masa SMA dimana ia pertama kali mengenal yang namanya cinta. Iya, rasanya seperti kali pertama, bagaimana bisa ini terjadi di usianya yang sudah cukup matang?

"Haruskah aku menerima tawaran kencan buta dari Jisung?"

Felix buru-buru mengambil ponselnya, memencet nomor rekan kerjanya tanpa sadar diri bahwa sekarang telah memasuki dini hari. Beberapa kali suara sambungan terdengar hingga sebuah suara serak terdengar.

"Halo?"

"Jisung! Bisakah kau menghubungi temanmu untuk datang kencan buta besok sore sepulang kerja? "

"Ha? Apa?"

"Kencan buta! Aku mau pergi ke kencan buta!"

"Kau mengganggu tidurku hanya untuk mengatakan itu? Sungguh? Apa kau kerasukan Roro Jonggrang? Apa depresi menghadapi Pak Bos membuatmu perlahan bertransformasi sama sepertinya? KAU SUDAH GILA YA LEE?!"

"Bukan begitu, aku hanya– Jisung? Halo? Kenapa dimatikan sih."

Felix mendengus kesal sebelum kemudian ia bangun untuk menyeduh teh hangat, menyerah dengan acara berusaha tidurnya. Matanya benar-benar tak bisa diajak kompromi, mau menghitung jutaan kambing imajiner pun tak akan berhasil.

Pemuda manis itu duduk di ruang tengah. Meminum seteguk demi seteguk teh sembari merilekskan diri. Perlahan matanya terpejam, meminta tubuhnya untuk mau diajak berdamai dan segera tidur. Sayangnya ini cerita dunia oranye dimana si pemeran utama seringkali mendapatkan kesialan.

Tok tok

Felix menoleh dan seketika ia terkejut melihat Changbin berdiri di balik jendela ruang tengah.

"Kenapa anak itu belum tidur?" Gumam Felix yang kemudian membalik tubuhnya membelakangi jendela. Malas membukanya karena tak mau dini harinya diganggu Changbin.

"Kak buka dong, di luar dingin," ucap Changbin dari balik jendela.

"Siapa suruh kau di situ? Pulang sana!"

"Masa iya kakak tega membiarkan kekasih kedinginan di luar?"

"Kekasih kepalamu!"

Felix berusaha abai, tapi kerusuhan Changbin yang terus memanggil-manggil sambil mengetuk jendela membuatnya lelah juga. Akhirnya dengan terpaksa Felix membuka jendelanya, memperlihatkan wajah tampan Changbin yang tersenyum senang ke arahnya.

"Sayang kenapa belum tidur?" Tanya Changbin membuat Felix seketika mengerutkan keningnya.

"Panggil sayang sekali lagi aku tidak sudi pergi kencan denganmu lagi," ucap Felix mengancam. Serius, Felix tidak sedang main-main sekarang.

"Makin galak makin manis," ucap Changbin dengan senyum tampan yang berhasil membuat Felix salah tingkah karena teringat kecupan di pipinya tadi. Tapi, Changbin itu masokis atau apa? Kenapa malah suka ketika Felix galak padanya?

"Kenapa belum tidur?" Tanya Changbin sekali lagi. Tangannya terulur, mengusap pelan kepala Felix sekaligus merapikan rambut pemuda manis itu.

"Kerja," jawab Felix dengan singkat. Tak mungkin ia mengaku Changbin sebagai penyebabnya kan? Gengsi.

Three Words 6 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang