2. Pertemuan Pertama

269 35 0
                                    

Hari ini aku dibawa ke dalam istana. Aku telah menikah dengan Sang Raja. Akulah pengganti Ratu yang sudah meninggal. Istana ini begitu besar. Begitu banyak orang. Saat aku masuk ke dalam istana, banyak orang yang terpesona saat menatapku. Mereka terpukau dengan kecantikkanku. Ya, akulah wanita paling cantik di negeri ini.

"Baginda Ratu, akan ditaruh di mana cermin ini?" tanya salah satu pelayan dan hal itu mengembalikan kesadaranku. Aku melihat cermin tua yang dibopongnya. Cermin itu benar-benar terlihat tua dan warna alami pinggiran kayunya terlihat sedikit kusam. Aku tak bisa membuang cermin itu. Karena itu adalah satu-satunya warisan keluarga. Satu-satunya barang yang kubawa ke dalam istana ini. "Taruh saja di situ." Aku memintanya memasang cermin tersebut di dalam kamarku, sehingga aku bisa terus melihatnya.

Saat semua pelayan keluar, aku mendekati cermin tersebut. Cermin ini adalah cermin ajaib yang bisa membantu menjawab pertanyaanku. Bagi orang yang tak mengerti, mereka mengatakan cermin ini adalah cermin sihir. Tapi bagiku, cermin ini bukanlah cermin sihir. Ini adalah cermin yang memantulkan isi hati yang terdalammu.

Aku menutup mataku dan mulai berbicara, membangunkan cerminku. "Cermin oh cermin di dinding. Apakah kau bisa mendengarku?"

Dan aku mendengar suara bergetar pelan dari dalam cermin tersebut saat dia mulai bersinar terang.

"Aku mendengarmu, Paduka Ratu."

"Ah ... kau sudah di sini," kataku kepadanya. "Bagaimana menurutmu?"

"Mereka kasar."

"Kasar?"

"Ya, mereka menaruhku begitu saja dan mengangkatku dengan seenaknya. Sisi bagian kiriku hampir tergores," keluh cermin itu. Aku hanya bisa tertawa mendengarnya.

Aku pun memulai kebiasaanku, bertanya segala hal kepada cermin itu. Kepada hatiku sendiri. "Apakah dengan menjadi seorang ratu, aku sudah merasa bahagia?"

"Anda sudah tahu jawabannya di dalam hati Anda, Paduka Ratu."

"Apa Baginda Raja benar-benar mencintaiku?"

"Keraguan selalu menemanimu Paduka Ratu, tapi ada keyakinan kecil di dalam diri Anda. Percayalah hal itu."

Aku tersenyum mendengarnya. Raja menemukanku saat dia berkunjung ke salah satu rumah menteri-nya. Dan kami bertemu di sana, saat aku meramu obat untuk istri menteri tersebut . Dan Raja langsung menyukaiku dan memintaku untuk menikah dengannya. Aku yang bukan siapa-siapa, tidak menolak hal tersebut. Waktu itu, dalam pikiranku, seorang raja akan membuat hidupku berbeda. Tidak akan hidup dalam kelaparan. Sebelum bertemu dengan Baginda Raja, aku adalah seorang pembuat ramuan. Aku mempelajarinya di masa mudaku-dari keahlian turunan keluargaku. Keluargaku adalah keluarga ahli ramuan yang bisa membuat berbagai macam obat maupun racun. Dan ramuan yang dibuat oleh keluargaku sangat berkhasiat, sampai-sampai kami pernah dipanggil sebagai seorang penyihir.

Ada beberapa orang yang takut kepada kami, tapi ada beberapa yang terus mencari kami untuk meminta bantuan. Saat desa kami diserang, Ayah dan Ibu memintaku lari sambil membawa cermin itu. 'Pergi dan lindungi harta keluarga kita.' itu pesan ibuku yang masih kuingat. Sejak saat itu, aku bertahan hidup dengan ramuan keluargaku dan tak sengaja aku merapalkan sebuah kalimat yang membangunkan cermin tersebut dari tidur panjangnya. Dan cermin itu lah yang terus membantuku untuk mendapatkan beberapa poundsterling agar aku tidak kelaparan.

Keahlianku dalam membuat ramuan dan cermin itu, membuatku benar-benar seperti seorang penyihir.

Aku kembali bertanya hal ini dan hal itu kepada cermin tersebut. Untukku, cermin itu adalah seorang teman yang bisa kuajak bicara saat kumerasa kesepian. Aku sering bercanda dengannya. Dan seperti biasa, aku pun bertanya hal yang tak perlu kutanyakan, aku hanya ingin berbicara dengannya.

"Cermin oh cermin di dinding, siapa yang tercantik di antara semua wanita di dunia ini?"

Dan seperti biasa, aku tahu jawabannya. "Tentu saja Anda, Paduka Ratu. Anda adalah wanita yang tercantik di dunia ini."

Aku tersenyum mendengarnya. Cermin itu selalu mengatakan hal tersebut. Aku tahu aku cantik. Aku menghargai kecantikkan yang diberikan kepadaku. Tapi aku tidak hanya cantik, aku lebih dari itu.

Dan tiba-tiba cermin itu menggelap, sinarnya menghilang, dan kembali tak bersuara.

Aku berbalik dan melihat seorang anak perempuan kecil berambut hitam berumur enam tahun di depan pintu kamarku yang sudah terbuka.

Itu pertemuanku pertamaku dengan gadis kecil itu.

***

Queen GrimhildeWhere stories live. Discover now