3. Raja dan Putrinya.

179 24 0
                                    

Raja yang kunikahi adalah pria yang sangat baik. Dia suami yang sangat baik dan dia pun terlihat seperti ayah yang baik untuk putrinya. Tapi, ada yang kurang. Ada sebuah kelemahan yang kudapat dari pria itu. Suamiku itu terlalu mudah percaya kepada setiap orang. Dan menurutku, itu adalah salah satu kelemahannya dalam memimpin negara ini.

Raja yang kunikahi ini selalu mendengar dan memercayai apa yang dilaporkan kepadanya. Dia tidak memiliki sedikit pun rasa curiga. Untuk seorang manusia, mungkin sifat itu adalah sifat yang baik. Tapi untuk seorang Raja? Dia tak bisa seperti itu.

Semua laporan yang masuk kepadanya adalah bahwa negaranya aman dan tenteram, semua hidup bahagia. Kehidupan penduduk pun sejahtera. Mendengar semua laporan itu, seakan-akan membuat negara ini adalah sebuah surga di atas bumi. Tapi, tidak. Semua laporan itu tidak semuanya benar. Aku mengetahuinya. Karena aku pernah merasakan hidup di luar istana. Perang, kelaparan, penyakit semua ada di luar tembok ini. Tapi, tak ada satu pun laporan tentang hal tersebut. Untuk perang pun, yang dibawakan oleh mereka bahwa perang berlangsung aman dan damai. Aman dan damai? Sebuah perang tidak pernah memberikan rasa aman dan damai. Tidak Pernah. Karena aku pun pernah merasakannya.

Semua terasa tak benar.

"Cermin oh cermin di dinding. menurutmu apa yang harus ku lakukan?"

"Anda sekarang adalah seorang Ratu, Paduka. Dan itulah yang harus Anda lakukan. Lakukan tugas Anda."

Aku mengangguk dan sudah memutuskannya.

Aku akan membantu suamiku. Aku akan membantu kerajaan ini. Dan aku akan membantu rakyatku.

***

Hari ini aku berjalan menuju taman istana dan aku mendengar sebuah nyanyian anak-anak yang merdu dan suara itu terdengar bening. Aku melihat putri tiriku yang masih kecil bernyanyi di sana sambil mengejar merpati-merpati itu hingga berterbangan. Aku menutup mataku dan mendengarkan melodi tersebut, indah dan terasa polos. Dia terlihat sangat ceria.

Aku kembali membuka mataku dan terus melihatnya bernyanyi. Aku rasa dia sadar, aku telah memerhatikannya. Wajah kecilnya kemudian menatapku. Dalam tiga detik dia membuang pandangannya dan kembali berlari mengejar merpati. Anak kecil memang suka sekali bermain. Lalu aku melihat suamiku yang baru saja berjalan masuk ke dalam taman istana, aku menghampirinya dan menyapanya. Kami pun kemudian jalan berdua di dalam sana.

Dan tak lama kemudian, Snow White kecil menghampiri kami berdua. Dia menyapa ayahnya dengan ceria. "Hai Ayah. Bagaimana kabarmu hari ini? Pasti sangat cerah, seperti suasana di atas langit."

Raja tertawa mendengar itu. "Ya, Snow White. Hari ini sangat cerah berkat dirimu."

Snow white terus tersenyum dan bertanya ini dan itu kepada ayahnya. Mereka terlihat seperti seorang Ayah dan putri yang bahagia. Aku tersenyum. Ikut merasakan kebahagiaan itu walau pembicaraan didominasi oleh Raja dan Putrinya tersebut.

***

Matahari terlihat berada tepat di atas langit. Aku melihat Snow White yang berada di lorong kastel seorang diri. Dia sedang berdiri jauh dari jendela. Aku yang kebetulan sedang sendiri pun menghampirinya. "Apa kau tidak ingin bermain di luar, Snow? Di luar terlihat sangat cerah."

Dia yang melihatku terdiam sebentar. "Tidak. Aku tidak ingin. Aku tak ingin terkena matahari."

Ya. Aku tahu. Aku memerhatikan kebiasaan anak ini. Apabila matahari bersinar sangat terang, dia akan mengurung dirinya di dalam istana. Aku melihat kulit putihnya lagi, kulitnya memang putih, tapi untukku kulit anak tiriku terlihat pucat. "Sinar matahari sehat untuk kulitmu, Snow," kataku lagi yang ingin dia sekali-kali bermain lepas di siang hari.

"Tidak!" katanya dengan keras kali ini.

Aku sedikit terkejut saat mendengar bentakkannya.

Dan aku pun kemudian mendengar dia meminta maaf. "Maafkan aku, Baginda Ratu. Aku tidak ingin bermain di luar." Lalu dia pergi meninggalkanku di lorong itu.

Saat melihat anak itu, aku sedikit sedih. Karena tak pernah sekalipun, dia memanggilku Ibu.

*** 

Queen GrimhildeOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz