4. Putri baik hati

133 22 0
                                    

Tak terasa, aku pun sudah cukup lama tinggal di istana. Selama ini, aku selalu membantu pemerintahan suamiku dengan diam-diam. Aku mencari orang-orang kepercayaanku. Dan semua laporan yang masuk kepadaku, sangat jauh berbeda dari laporan-laporan yang dibaca suamiku. Laporan-laporan negara seperti sebuah buku sastra yang indah berada di tangannya. Tapi laporan tentang kegelapan sebuah dunia ada di tanganku, kematian, kelaparan, penyakit dan perang-perang kejam antar kerajaan.

Beberapa rakyatku menderita.

Aku harus membantu mereka.

***

Selama itu pula, aku melihat pertumbuhan Snow White yang dari anak-anak menjadi seorang remaja. Snow White sudah berumur empatbelas tahun sekarang. Dia tumbuh menjadi anak remaja yang cantik. Dia selalu terlihat ceria di mana saja. Suaranya semakin terdengar indah saat dia menyanyi. Snow terlihat seperti seorang wanita remaja yang lembut dan dia suka sekali menolong orang-orang. Waktu itu aku pernah melihat dia bertanya kepada seorang pelayan tua yang sedang mengangkat sebuah guci. "Mari kubantu Bibi."

Aku pun pernah melihat dia yang ingin membantu di dapur dan pengurus-pengurus dapur yang sudah dewasa sangat menyukainya.

Snow terlihat selalu ingin membantu semua orang. Dan semua orang pun menyukainya.

Aku tersenyum saat melihat anak tiriku yang sudah tumbuh menjadi anak yang baik.

***

Hari itu aku sedang berjalan di lorong pintu dekat taman. Dan aku mendengar tiga orang anak muda sedang berbicara. Mereka tidak melihat kedatangan diriku dari belakang. Mereka sepertinya seumuran dengan Snow White. Mungkin anak-anak para koki di dapur atau anak pelayan. Dan tanpa sengaja langkahku terhenti saat mereka membicarakan sesuatu.

"Aku suka Snow White. Walaupun seorang putri tapi dia tidak sombong. Dan dia mau membantu yang lainnya." Kata seorang anak laki-laki yang terlihat lebih tua.

"Ya. Aku juga suka. Dia baik sekali. Dia juga ramah. Kita beruntung memiliki putri seperti itu. Senyumnya juga indah sekali." Kata anak laki-laki lainnya. Sementara satu-satunya anak perempuan di sana yang lebih muda diam saja.

Aku tersenyum mendengar pembicaraan mereka. Aku senang bila mereka menyukai putri tiriku. Senyumku pun terhenti saat mendengar anak pertama berbicara lagi.

"Tapi aku mendengar Snow White tidak cocok dengan Paduka Ratu." Kedua anak lainnya menatap anak laki-laki itu. Anak laki-laki paling tua itu meneruskan. "Aku tak pernah melihat Snow White dan Ratu Grimhilde berbicara. Mereka selama ini sepertinya hanya saling menyapa. Aku rasa Snow White tidak cocok dengan Paduka Ratu."

"Ya. Kurasa mereka memang tidak cocok. Snow White begitu ceria. Dan Paduka Ratu biasanya hanya tersenyum seadanya. Aku merasa senyum ratu sangat dingin. Mungkin karena arti nama mereka pun membuat kepribadian mereka berbeda. Snow White, salju putih, karena itu dia berkulit sangat putih tapi juga membuat kita senang dengan kehadiran sebuah salju. Sama seperti kita saat perang bola salju." kata anak laki-laki lebih muda. "Sedangkan nama ratu, Grimhilde. Dari namanya saja, sudah membuatku takut. Itu kan artinya Pahit dan Kemarahan. Kita semua tahu, seperti apa Snow White karena sejak kecil dia lahir di istana. Tapi Paduka Ratu? Dia berasal dari luar istana ini. Entah kehidupan seperti apa yang dulu pernah dilewatinya. Aku mendengar banyak orang jahat di luar istana."

Aku terhenyak, sampai sekarang masih banyak yang membicarakan masa laluku. Rasanya begitu sedih, orang jahat di luar istana? Memang banyak, tapi ada beberapa dari mereka yang melakukan hal tersebut untuk bertahan hidup. Sangat berbeda dengan kehidupan di istana yang begitu sejahtera bahkan untuk para pelayannya. Mereka lebih beruntung dariku.

"Aku tak suka Snow White."

Kata-kata itu membuatku melihat anak perempuan kecil yang sedari tadi diam. Dan kedua anak laki-laki itu pun melihatnya.

"Aku membencinya," kata anak itu lagi.

"Aku tidak suka padanya." Anak perempuan itu sepertinya sudah lama menyimpan rasa itu.

Kami bertiga tak bisa berkata dan hanya mendengar kata-katanya.

"Gara-gara dia. Aku selalu dibandingkan oleh keluargaku. Gara-gara dia, aku selalu disalahkan. Aku selalu dianggap anak yang tak becus. Aku dianggap sebagai anak yang tak berguna." Anak perempuan itu kemudian menangis. "Aku selalu dibandingkan dengan Snow White. Semua yang jelek adalah aku. Dan semua yang bagus adalah Snow White. Aku kan tidak melakukan apa-apa. Apa salahku bila aku seperti ini. Mereka lebih menginginkan Snow White menjadi putri mereka dibanding diriku. Aku benar-benar benci Snow White." Tangis anak perempuan itu semakin pecah tak tahan selalu dibandingkan dengan putri dari kerajaannya.

"Aku tidak suka Snow White, dia terlalu ingin terlihat baik di hadapan orang tuaku. Di hadapan semua orang. Aku benci dia." Anak perempuan itu terus menangis. "Hikss ...."

Setelah anak itu menangis reda, dia kembali bertanya kepada kedua anak laki-laki itu. "Apa kalian pernah melihat Snow White membantu anak lain?" anak itu langsung menjawabnya sendiri. "Tidak. Dia hanya membantu para orang tua. Dan ingin terlihat baik di depan mereka. Dia hanya ingin terlihat baik bila orang-orang sedang melihatnya."

Kedua anak laki-laki itu terdiam.

"Aku benci Snow White. Dia sengaja melakukannya." Anak perempuan itu kemudian lari dan pergi dari sana. Meninggalkan kedua anak laki-laki itu yang diam tak bisa berkata apa-apa.

***

Seandainya aku menyadari dan mengerti yang dirasakan anak itu.

Mungkin aku bisa menghentikan sifat Snow White yang seperti itu.

Tapi masalahnya, bukan aku yang mengalaminya.

Aku tidak mengerti.

Hal itu berlalu begitu saja di dalam ingatanku.

Seandainya instingku berteriak lebih keras.

Semuanya pasti tidak akan jadi seperti ini.

Aku baru menyadarinya setelah semua itu terjadi.

***

Queen GrimhildeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora