Chapter 7 Run to you

295 7 0
                                    

Gadis berambut pirang itu menatap dengan tatapan datar ke arah Renata yang sekarang sedang tersenyum sambil mengabadikan foto dengan teman-temannya. Tangannya mengepal dengan kencang saat melihat kebahagiaan yang terpancar dari gadis itu. Renata duduk dengan manis di sebuah sofa yang telah dihias oleh bunga mawar berwarna putih. Gadis itu juga memakai gaun putih dengan potongan bahu rendah dan mengembang di bagian bawah. Gaun itu persis seperti yang Cinderella kenakan ketika pergi ke pesta dansa.

Sedangkan Mia memakai kemeja dan rok hitam selutut sambil berdiri di dekat pintu bersama dengan mami bella menunggu aba-aba dari dalam untuk membawa sang pengantin ke dekat altar.

Perhatiannya teralihkan ketika teman-teman wanita gadis itu masuk dan memberikan ucapan selamat kepada Renata. Mereka juga mengabadikan momen dengan penuh kebagian. Melihatnya membuat Mia sangat kesal. Gadis itu belum tahu saja jika William, pria yang akan dinikahinya hari ini telah jatuh cinta kepadanya. Pria itu bersedia untuk melakukan semua yang diucapkannya. Bahkan yang lebih gilanya lagi, William bersedia untuk membatalkan pernikahannya dengan Renata agar bisa menikah dengannya.

Namun, Mia tidak mau hal itu terjadi. Dia ingin melihat Renata menderita secara perlahan, seperti apa yang dia rasakan selama ini.

Selama 30 tahun hidupnya dia mengalami ketidak adilan di rumah itu. Christopher sangat mencintai anaknya dan tidak sedikit pun membiarkan Mia berada di atas Renata. Pria itu bahkan menggagalkan beasiswanya karena dia termasuk anak dari keluarga konglomerat, yang bisa membiayai sekolahnya sendiri. Setelah berhasil mencabut beasiswa itu dari tangannya, Christopher malah angkat tangan dari tanggungjawabnya membiayai kuliahnya. Membuat Mia tidak bisa melanjutkan sekolahnya sampai saat ini.

"Pengantin pria sudah berada di altar, pengantin wanita dipersilahkan untuk masuk ke dalam," ujar seorang pria dengan pakaian serba hitam yang melekat di tubuhnya.

Mia segera berlari ke arah Renata dan membantunya untuk berdiri. Tubuhnya menegang ketika gadis itu mendekatkan bibirnya kepadanya. "Sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Poulter, dan kau harus bersiap-siap untuk menjadi pelayan utama di rumahku nanti. Bukannya aku sangat baik hati?"

Mendengar perkataannya membuat bibir gadis itu menyunggingkan senyuman lebarnya. "Terima kasih atas kebaikanmu Renata, dengan senang hati aku akan menjadi pelayan kau."

Kau memudahkan rencana aku Renata.

Renata menegakkan dagunya sambil memandang ke depan. Gadis itu merasa bangga karena Mia akan menjadi pelayan di rumahnya. Dia akan menunjukkan kepada sepupunya itu bagaimana berkuasanya dia di rumah itu nanti, sebagai nyonya Poulter.

Ketika mereka sudah berada di depan pintu gereja, Christopher mendekati anaknya dan menggenggam tangan mungil itu dengan erat. Dia menyunggingkan senyuman lebarnya saat memandang wajah anaknya.

"Sebentar lagi kau akan mengarungi kehidupan yang baru. Apa pun yang terjadi kau harus menjaga status kau sebagai istri dari keluarga Poulter. Kau tahu bukan, hidupmu akan terjamin jika kau hidup sebagai nyonya Poulter," jelas pria paruh baya itu sambil melayangkan tatapan seriusnya. Dia ingin anaknya terus mendapatkan kehidupan yang layak, dan menjadi istri dari William adalah jawabannya.

"Tentu saja. Aku akan mempertahankan posisi ini Daddy, aku tidak akan mengecewakanmu."

Kemudian mereka berdua memandang ke depan ketika pintu dibuka. Di ujung sana ada William yang sedang menatap ke arah Renata. Pria itu terlihat begitu gagah dengan tuxedo hitam yang melekat di tubuh bidangnya. Sayangnya mereka berdua tidak tahu, jika tatapan itu tertuju kepada Mia yang sedang memegang gaun belakang gadis itu agar tidak terinjak oleh bridesmaid yang berada di belakang.

"Jaga anakku dengan baik," ucap Christopher ketika mereka sudah berada di hadapan William.

Pria itu menyunggingkan senyumannya sambil menggenggam tangan Renata dengan lembut. "Aku akan membahagiakannya." Dikecupnya tangan itu membuat seluruh tamu yang ada di sana terharu melihatnya.

Janji suci pun terdengar, keduanya saling berciuman setelah resmi menjadi sepasang suami. Tepuk tangan pun terdengar dari berbagai sudut, mereka semua bahagia karena akhirnya penerus utama keluarga Poulter sudah menikah.

Sedangkan Mia terus menatap kedua pasangan itu di sudut ruangan, sambil menyandarkan punggungnya di dinding.

"Astaga, aku tidak percaya akan bertemu dengan kau lagi," ujar seorang pria dengan wajah yang hampir mirip dengan William. Hanya saja dagu pria itu terbelah membuat Mia langsung mengingat pria itu.

"Alison? Kenapa kau ada di sini?" jawabnya dengan wajah berbinar. Sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan pria itu.

"Kau akan marah jika mendengar hal ini. Aku adalah adik William."

Gadis itu terbelalak ketika mendengar fakta yang satu itu. Di berita atau pun media sosial tidak pernah ada yang mengatakan jika Alison adalah adik dari William.

"Bukannya William adalah anak satu-satunya?"

Pria itu memangkas jarak diantara mereka dan berbisik dengan lembut di telinga mungil gadis itu. "Aku anak haram keluarga William." Lalu pria itu memandang Mia dengan lembut.

Gadis itu menutup bibirnya dengan menggunakan kedua tangannya sambil membulatkan iris hijaunya. "Pantas saja, kau tidak menggunakan nama keluarga ayahmu ketika sekolah dulu."

"Kau tidak apa-apa dengan semua itu?" tanya gadis itu dengan tatapan iba. Dia sangat tahu bagaimana rasanya tidak diakui. Sangat menyakitkan.

Pria itu memandang ke arah Robert yang sedang tersenyum sambil memandang William. "Aku baik-baik saja, karena aku tidak terlalu membutuhkan uang mereka."

Mia memandang pria itu dengan tatapan takjubnya dan memberikan dua jempol mungilnya.

"Sekarang kau bekerja di mana?" Sekarang Alison yang sedang berusaha untuk mengorek informasi tentang gadis itu.

Mia menghela napasnya dan berdiri di hadapan pria itu. "Aku masih menjadi pelayan di rumah keluargaku sendiri. Padahal kau tidak perlu bertanya karena kau bisa tahu dari pakaian yang sedang dikenakan olehku," jelasnya sambil memperlihatkan pakaian yang melekat di tubuhnya.

Pria itu terkekeh pelan, "Kau mau menikah denganku? Meski pun aku anak haram tapi aku mempunyai perusahaan yang bisa menghidupi anak dan istriku nanti?"

Mia tergelak mendengar lamaran Alison yang secara tiba-tiba seperti ini. Bisa-bisanya pria itu melamarnya ketika mereka menghadiri acara pernikahan orang lain. Gila.

"Alison."

Tubuh gadis itu membeku saat mendengar suara yang sangat dikenalnya itu. Dia membalikkan badan dan mundur secara perlahan ketika melihat sosok jangkung itu.

"Bukannya sudah aku bilang jangan datang? Sepertinya kau sudah tidak mengerti dengan bahasa yang aku gunakan."

William memandang sosok gadis itu yang berlari ke arah bekang. Dia akan menanyakan kenapa Mia mengenal Alison. Sial, berani-beraninya gadis itu memamerkan senyuman indahnya kepada pria lain!

"Aku juga tidak sudi untuk datang ke sini. Hanya saja Robert menginginkan aku datang ke sini," jelas Alison sambil berbalik ke belakang, dia ingin kembali berbincang dengan Mia. Akan tetapi tangannya di tahan oleh pria itu membuat mereka bertatapan dengan tatapan sengit.

"Kau ke sini untuk bertemu dengan Robert bukan? Temui dia," ujar pria itu sambil mendorong Alison agar mendekati Robert.

Mendapatkan dorongan keras seperti itu membuat Alison menghela napas dalam-dalam. Jika dia tidak pintar dalam menahan emosi, satu pukulan akan melesat di pipi pria itu. Sayangnya, dia harus menghargai Robert. Dengan berat hati dia melangkahkan kakinya mendekati pria paruh baya itu, dan mengabaikan William yang berjalan menuju belakang gereja.

SELINGKUHAN CEO [PINDAH KE KARYAKARSA]Where stories live. Discover now