chapter 14

278 7 0
                                    

Pria itu memandang sosok yang sedang terbaring di hadapannya dengan tatapan datar. Setelah mendengarkan penjelasan dokter tadi, ternyata yang membuat wanita itu pingsan adalah karena kekurangan asupan makanan dan juga mengalami dehidrasi. Lalu tekanan darahnya yang rendah membuat gadis itu tak sadarkan diri dan perlu diberi asupan vitamin.

Jadi, yang membuat Renata pingsan bukan karena dorongan darinya. Itu semua murni karena wanita itu tidak bisa menjaga kesehatannya.

Kemudian pintu itu terbuka yang menampilkan sosok pria jangkung dengan pakaian serba hitamnya. Pria itu mendekati William dan terdiam ketika berada di samping pria itu.

Pria itu menatap Renata dengan tatapan intens. Kedua iris matanya meneliti tubuh wanita itu dengan tatapan serius. Dia tertegun ketika melihat luka di pipi kanan wanita itu. "Kau bermain kasar kepadanya?" tanya pria itu ketika William beranjak dari duduknya.

"Aku tidak berniat untuk berdebat dengan kau. Setelah dia sadar dan kondisinya sudah membaik kau harus mengantarnya pulang," jelas pria itu sambil menepuk pundak lebar itu.

Samuel membalikkan badannya dan menatap pria itu dengan tatapan tajam. "Bukannya kau suaminya! Seharusnya kau yang ada di sini!" teriakknya dengan suara menggelegar. Dia tidak peduli jika Renata terbangun karena suaranya, lagi pula bagus jika wanita itu tahu bagaimana kelakuan suaminya itu.

William tidak mempedulikan amarah sekertaris pribadinya itu, dia bahkan melambaikan tangan kanannya sambil tersenyum lebar ke arah Samuel. "Renata tidak akan terbangun dengan teriakan kau itu. Dia sudah meminum obat yang bisa membuatnya tertidur dengan pulas." Setelah menjelaskannya dengan panjang lebar, dia segera menutup pintu dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar rawat wanita itu.

Kedua kaki jangkungnya masuk ke dalam lift dan terdiam ketika pintu tertutup. Kedua sudut bibirnya tertarik ke samping ketika mengingat senyuman cantik yang dipancarkan oleh Mia. Entah kenapa wanita itu tiba-tiba melintas dipikirannya. Lalu ingatannya kembali saat di mana dia membawa Renata keluar rumah.

William saat itu sangat panik, bahkan dia mengabaikan Mia yang saat itu baru saja tiba di rumahnya. Wanita itu tidak akan salah paham dengan kejadian malam ini bukan?

Suara dentingan pintu lift terbuka terdegar, yang membuat pria itu tersadar dari lamunannya dan segera melangkah kedua kakinya keluar rumah sakit. Dia segera mendekati BMW hitamnya dan melajukan mobil itu dengan kecepatan penuh. William harus menanyakannya langsung kepada Mia, dia tidak mau gadis itu salah paham dan membuat hubungan mereka terganggu.

Samuel berdecih pelan ketika melihat BMW hitam milik William sudah menjauh dari rumah sakit dari balik jendela rumah sakit ini, apa yang membuat pria itu menjadi tidak peduli sama sekali kepada Renata? Padahal dahulu mereka terlihat sangat dekat bahkan kemana pun William pergi pasti ada wanita itu di sampingnya.

Di kembali menutup gorden itu dan duduk di samping Renata. Pria itu menatapnya dengan tatapan intens, lalu menggenggam tangan mungil itu dengan erat.

"Padahal jika kau menikah denganku, aku akan membahagiakan kau sepanjang hidupmu, Renata," ujarnya dengan suara lirih.

Kedua mata pria itu terbelalak hebat ketika melihat iris biru itu terbuka. Dia melepaskan genggaman kedua tangannya dan segera menjaga jarak dari wanita itu.

Kepala mungil itu bergerak ke samping, dan mengedarkan arah pandangannya ke seluruh ruangan yang ada di sana. "William kemana?" tanyanya dengan lirih.

"Seperti yang kau lihat, William tidak ada di sini," jelas Samuel dengan tatapan datar.

Wanita itu kembali menatap langit-langit kamar dan tanpa bisa dibendung lagi kedua matanya banjir oleh air mata. Dia menangis dengan kencang, mengabaikan keberadaan Samuel yang termenung di sebelahnya. Dadanya begitu sesak, bahkan sekarang rasanya dia tidak mampu bernapas sedikit pun.

"Apa salahku, sampai William berbuat seperti ini kepadaku? Semenjak kita berpacaran pria itu baik dan selalu perhatian. Akan tetapi semenjak menikah dia berubah drastis." Renata mengusap kedua pipinya kemudian menatap pria itu melalui ekor matanya.

"Apakah kau tahu alasan William berubah seperti ini?"

Tentu saja Samuel tahu. Apa yang tidak dia ketahui mengenai William? Dari lulus Universitasdia bekerja menjadi sekertaris pribadinya, bahkan sebelum dia bisa membaca pun pria itu sudah menjadi teman terdekatnya. Samuel adalah sepupu terdekat pria itu, jadi semua hal buruk dan baik mengenai William dia mengetahuinya. Hanya saja kesetiannya kepada pria itu tidak bisa membuatnya membuka kedua mulutnya. Bahkan kepada wanita yang sangat dia cintai.

"Bukannya sudah aku bilang agar kau menikah denganku?" perkataan itu bagaikan pedang yang menusuk hati wanita itu, dia tidak bisa mengeluarkan perkataan apa pun lagi setelahnya.

"Tujuan awal kau menikah dengan William bukan untuk membangun keluarga yang bahagia, akan tetapi membuat hidupmu tidak kekurangan sepeser pun uang. Kenapa sekarang kau mengemis cinta kepadanya? Nikmatilah pilihan kau ini Renata," jelas pria itu dengan melayangkan kata-kata menyakitkan itu.

Wanita itu kembali berurai air mata, dia membalikkan badannya yang membuat pria itu menatap punggung mungil itu dengan tatapan sendu.

Samuel tidak bisa menahan perasaannya lagi. Dia beranjak dari tidurnya lalu menaiki ranjang itu dan memeluk wanita itu dari belakang. Tidak ada penolakan dari Renata, wanita itu terus saja menangis meratapi nasibnya.

"Lupakan William dan menikah denganku Renata. Aku berjanji akan membahagiakan kau. Meski pun aku tidak sekaya William aku bisa membiayai hidupmu yang super mewah itu," ucap pria itu dengan meletakkan kepalanya di ceruk leher wanita itu.

Renata menggelengkan kepalanya, dia tidak bisa mengabulkan permintaan pria itu begitu saja. Apalagi dengan kedua orang tuanya yang sangat menginginkan dirinya menjadi nyonya keluarga Poulter. Jika saja William bagian dari keluar Poulter dia akan dengan senang hati menerima lamaran pria itu.

"Kau tahu bukan, jika kedua orang tuaku tidak akan setuju dengan hubungan kita berdua. Mereka akan sangat marah," jelas wanita itu sambil menggenggam kedua tangan itu dengan erat.

Samuel menjauhkan kepalanya dari wanita itu dan membalikkan tubuh mungil itu agar menghadap kepadanya. Dia menyatukan dahi mereka berdua dan memandang iris biru itu dengan tatapan lekat.

"Dua tahun yang lalu kita belum pernah mencobanya, jika kita mencoba mungkin semuanya akan berubah." Pria itu mengecup bibir tipis itu dengan lembut untuk menyalurkan rasa rindunya yang sudah tertahan sejak lama.

Kecupan mereka terlepas membuat kepala mungil itu mendongak dan memandang pria itu dengan tatapan intens. Dia memejamkan kedua matanya ketika merasakan tangan besar itu mengelus pipinya.

"Jika kau siap, aku akan membicarakan semua ini kepada kedua orang tuamu."

Renata membuka kedua matanya dan memeluk pria itu dengan erat. "Sebaiknya aku yang akan menjelaskannya terlebih dahulu kepada kedua orang tuaku. Jika mereka setuju, aku akan memberitahukan kepada kau."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SELINGKUHAN CEO [PINDAH KE KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang