chapter 12 🔞

897 5 0
                                    

Mia terus menyungingkan senyuman tipisnya kepada William. Dia baru menyadari jika pria itu sangat tampan. Rahangnya yang tegas, iris birunya yang kelam dan hidungnya yang mencung membuat siapa pun yang melihat pria itu akan setuju dengan pendapatnya. Mungkin itu juga alasan Renata jatuh hati kepada pria itu.

Kepala mungilnya di miringkan ke samping, ditopang oleh kepalan tangannya sedangkan kedua kakinya ditekuk ke atas yang membuat pria itu bisa melihat lututnya.

Semerbak harum mawar menguar dari dalam air hangat yang ada di bathub, sesekali air itu tumpah ke bawah karena penggerakkan dari keduanya. Apalagi sekarang pria itu menarik tubuh mungil itu dan memosisikan dirinya berada di belakangnya. Kedua tangan besarnya berada di pinggang wanita itu sedangkan kedua kakinya melingkupi sisi tubuh Mia.

Kepalanya ditempatkan di ceruk leher wanita itu, dan mulut besarnya menghisap dengan keras leher jenjang wanita itu yang membuat si empunya memejamkan kedua mata dengan erat.

"Hentikan William, aku sudah lelah," ujar Mia ketika merasakan kejantanan pria itu sudah mengeras dibelakangnya. Rasanya tubuhnya akan hancur jika pria itu terus mengajaknya untuk bercinta. Dia juga merasa menyesal karena telah menggoda pria itu di dapur tadi.

Hanya saja, William tidak mengindahkan perkataan yang keluar dari mulut manis itu, terlihat dari kedua tangan besarnya yang terus mermas kedua payudara gadis itu dengan keras.

"William!" Mia menjerit dengan keras, kemudian melepaskan tangan pria itu dari payudaranya dengan kekuatan penuh. Setelah berhasil lepas dari kangkungan pria itu, dia segera berdiri dari bathub dan memakai handuk kimononnya. Gadis itu meninggalkan pria itu dengan wajah sebal dan berjalan mendekati ranjang.

William benar-benar gila. Kenapa pria itu masih punya kekuatan setelah mereka melakukannya beberapa kali? Jika seperti ini dia akan mati!

Ketika pria itu muncul di hadapannya, Mia menutup kedua matanya dengan erat. "Apa yang kau lakukan! Pakai handukmu!"

William benar-benar sinting. Pria itu berdiri di hadapan wanita itu tanpa menggunakan sehelai benang pun. Sebelum dia menutup matanya, dirinya melihat dengan jelas kejantanan pria itu yang sudah menegak dengan sempurna. Mia sangat syok dengan tingkah pria itu.

"Kau yang sudah memulainya tadi. Jadi sekarang kau harus bertanggungjawab," ujar pria itu sambil mendorong tubuh Mia agar terlentang di atas kasur. Kedua tangannya membuka ikatan kimono itu dan pandangannya berubah menggelap ketika melihat kedua payudara wanita itu.

Mia membuka kedua matanya dan menatap William yang sudah berada di atasnya. Kedua tangan mungilnya mengusap rambut hitam pra itu dan memandangnya dengan tatapan dalam. "Ini yang terakhir, aku akan mati jika kau terus-menerus melakukannya kepadaku."

Seperti balita yang diberi semangkuk es krim besar, pria itu menganggukkan kepalanya dengan cepat dan langsung menghisap puting kecokelatan itu dengan erat.

"William," ujar wanita itu dengan lirih ketika merasakan isapan keras yang dilakukan pria itu kepada payudaranya. Di tambah kejantanan keras itu terus menggesek kewanitaannya membuat Mia kalang kabut dibuatnya.

"William cepat lakukan!" Mia tidak bisa bersabar kembali apalagi dis tahu jika kewanitaannya sudah basah dan siap untuk dimasukkan oleh pria itu.

William tidak menjawab perkataan wanita itu. Dia tetap fokus menghisap payudara itu tanpa mendengar sama sekali keinginan Mia. Dia sedang menghukum wanita itu. William ingin Mia merasakan yang tadi dia rasakan. Sangat menyakitkan. Bahkan jika bukan wanita itu yang ada di sini sekarang, misalkan Renata yang sedang bercinta dengannya dia tidak akan ragu untuk melayangkan pukulan kerasanya. Sayangnya yang sedang bersamanya sekarang adalah Mia. Wanita yang paling dia sayangi.

"William, aku mohon," ucap wanita itu dengan nada memohon. Mia ingin kejantanan pria itu memasukinya, hanya saja pria itu malah menggesekkannya membuat wanita itu menderita.

Hisapan yang ada di kedua payudara itu berhenti, iris biru itu menatap lekat kedua mata wanita itu dan mengelus dengan lembut kedua pipi mungil itu. "Itulah yang aku rasakan sayang, jadi mulai dari sekarang kau tidak boleh mengerutu seperti tadi, mengerti?"

Mia menganggukkan kepalanya. Saat ini dia tidak bisa berdebat dengan pria itu. Dia ingin kejantanan William terbenam di kewanitaannya.

Pria itu pun melebarkan kedua kaki jenjang wanita itu dan tersenyum lebar ketika melihat titik sensitif itu sudah basah. Dia melesakkan batang kerasnya ke dalam liang sempit itu dan terpekik dengan keras ketika merasakan bagaimana kewanitaan itu menjepitnya dengan keras.

"Sial, Mia kau selalu membuatku menggila," erang pria itu kemudian bergerak dengan brutal di atas wanitanya.

Tubuh Mia terantuk-antuk, menerima semua perlakuan pria itu kepadanya. Kedua tangannya menggenggam erat seprai yang ada di bawahnya dengan kedua kaki yang melingkat dengan kuar di pinggul pria itu. Ini sangat nikmat, meski pun ada sedikit rasa perih ketika pria itu bergerak dengan agresif di dalamnya.

Desahan wanita itu lolos dari bibirnya saat pria itu menghisap dengan kuat payudaranya. Kepala mungilnya menengadah ke atas dengan kedua mulut yang terbuka lebar. Lalu tak berselang lama iris hijaunya tertutup dengan rapat ketika berhasil mendapatkan gelombang kenikmatannya.

Pria itu melepaskan kejantanannya dan ambruk di samping tubuh wanita itu. Dia menarik Mia agar berada di dalam pelukannya, kemudian melingkarkan kedua tangan besarnya di pinggang mungil itu.

"Besok kau akan bekerja di rumahku?" tanya pria itu sambari mengecup punggung wanita itu.

Mia menganggukkan kepalanya. Kedua tangannya menyentuh talapak tangan pria itu dan bermain dengan jari-jari besarnya. "Aku akan menjadi pelayan utama di rumah kau. Sepertinya aku harus resign dari pekerjaanku di Wellmart."

"Semuanya terserah kau Mia. Kau mau menjadi pelayan di rumahku atau tidak itu pilihan kau. Aku tidak akan memaksa kecuali jika kau menolak bercinta denganku seperti tadi."

Wanita itu terkekeh pelan. Rasanya lucu sekali mengingat kejadian tadi. Jadi William tadi benar-benar sedang menghukumnya? Itu bukan hukuman tapi penyiksaan.

Mereka berdua pun terdiam. Tidak ada satu pun yang membuka suara. Kemudian tawa keduanya meledak saat mendengar suara perut yang dikeluarkan oleh wanita itu.

"Sepertinya aku harus memesan makanan," ujar pria itu ketika tawanya sudah mereda. Kedua matanya sampai mengeluarkan air mata sangking lucunya suara perut wanita itu. William berguling ke sampung mendekati telepon hotel yang ada di sana.

Mia pun bangkit dari tidurnya dan melilit tubuhnya menggunakan selimut. "Aku mandi terlebih dahulu," ucapnya sambil meningalkan pria itu. Sebelum masuk ke dalam kamar mandi dia menatap William.

"Jangan lupa untuk membelikan baju untukku."

Pria itu menganggukkan kepalanya, dan segera memesan apa yang mereka butuhkan setelah sambungan telepon tersambung.

"

SELINGKUHAN CEO [PINDAH KE KARYAKARSA]Where stories live. Discover now