1.0

4.5K 690 42
                                    

Warning : typo and underage dni. Mention of violance and harshword.

— 🐾—

"Haduh. Sebenernya gue nggak mau ngeladenin lo sih, Riche. Tapi lo selalu aja mancing. Kemarin numpahin jus ke seragam gue, tadi pagi lo tumpahin tinta spidol ke buku tugas gue. Kayak nggak ada tenang tenangnya hidup gue kalau masih ada lo didunia ini." Semesta memasang wajah sedih berlebihan, dan kembali tersenyum lebar. Perubahan ekspresi Semesta yang secepat kilat membuat seisi kantin terkesiap.

"You hit me first." Tekan cewek itu dengan tatapan mengunus.

"Jadi gue udah boleh musnahin serangga apa belum?" Abel menopang dagu bosan, Semesta kembali menyender pada bahu cowok itu dengan senyum pongah.
"Abel, megang serangga bisa bikin kumannya nempel di kita." Kata Fiennes seolah menasehati.
"Fienn, gue juga nggak sudi. Tapi gimana ya, muak." Balas Abel lalu tertawa keras.

"Gue tau lo nyuruh Ansel bully Riché dikamar mandi kemarin sore, Semesta." Jihan menyorot Semesta dengan tatapan benci, semestara yang ditatap memasang wajah bingung.
"Woi anjing gue diem kok dibawa bawa!" Ansel, cowok dengan garis wajah imut itu protes. Walau Ansel suka mumbully, cowok itu hanya membully sesama cowok. Difitnah membully cewek lemah tai kambing semacam Richè membuat harga dirinya terluka parah.

"Atas dasar apa gue bully... si runtah ini? Jabarkan dengan jelas Jihan Arabella." Semesta bergidik jijik saat mengucapkan kata 'runtah' dari bibir cantiknya. Cewek itu masih tersenyum walau terkesan dipaksakan.

"Lo masih iri sama dia, gue tau lo cinta mati sama Ditrian." Semesta sweatdrop.
"Nggak ada yang begitu anjing, gue udah nggak mau berurusan sama marga Tedjanegara. Liat dia napas ada rasanya muak, gue muak berbagi oksigen sama orang modelan lo, dan temen temen lo itu." Jawab Semesta. "Kalau lo semua kenal gue, lo pasti tau kalau kekerasan bukan style gue."

"Kayaknya, kali ini bakal jadi pengecualian." Gumam Fiennes sambil memasukkan permen kedalam mulutnya. Cowok itu menyayangkan kepergian Geez tadi, sayang sekali tidak bisa menyaksikan amukan Semesta.

Padahal kemarahan Semesta adalah salah satu hal favorite Geez Ephraim.

"Beatrische. Dari awal lo deketin Ditrian yang notabenenya pacar gue aja udah nggak masuk akal. Lo tau kalau dia punya gue, tapi lo tetep deketin. Lo tau kalau gue bukan orang yang diem aja saat diusik, tapi lo tetep usik gue. Satu sekolahan juga tau kali kalau gua ga akan gangguin lo, misal lo nggak ganggu gue duluan." Semesta mengambil langkah maju, berdiri didepan meja Ditrian dengan senyum manis.

Cewek itu menyentuh telinga kirinya selama beberapa saat, dan membuat penghuni kantin tercekat saat menunjukkan benda yang ada ditangannya. "Lo selalu pengen jadi gue kan? Makanya lo pakai barang yang hampir sama kayak gue, deketin Ditrian, dan abang gue pun ikut lo deketin."

Mengambil jeda, Semesta menarik Riche agar berdiri dihadapannya. "Harusnya kalau bener bener menjiwai, lo ikutan koma kayak gue." Cewek itu mengerlingkan mata, membanting benda ditangannya membuat Abel maupun Angkasa berteriak, lanjut menekan bahu Riche agar terduduk dilantai kantin. Tapi seperti kenyataan yang ada, Semesta tidak akan bisa mendengarnya. "Atau bahkan lo harus tuli, Beatriche."

Tatapan Semesta menggelap, cewek itu hampir menusukkan garpu kearah telinga kanan Riche. Detik detik terakhir, cewek itu malah tersungkur, dan berteriak tidak terima. "Jangan gila!" Angkasa menepis garpu ditangan kanan Semesta, nafasnya memburu dengan jantung berdetak kencang tidak karuan, tidak menyangka adiknya akan memberikan 'pertunjukan' seberbahaya ini.

"Angkasa!" Abel menarik Angkasa dari dekat Semesta, beralih memeluk cewek itu, dan mengusap bahunya. Matanya menyiratkan kemarahan kepada Angkasa yang kini menatapnya juga. "Harusnya lo biarin aja! Gue bisa urus semuanya begitu selesai!" Bentaknya.

Ya tentu. Ia lebih tidak terima saat Angkasa membuat Semesta tersungkur daripada fakta bahwa Semesta hampir menjadi kriminal atas perbuatannya di kantin. Sudah Angkasa katakan, Abel itu tidak waras.
"Gue bakal laporin ini ke BK! Cewek sialan itu udah keterlaluan!" Ditrian memeluk Riche. Tatapan Ditrian menyiratkan rasa marah, dan kecewa. Sementara Semesta berdiam diri dengan leher dirangkul oleh Abel. Bunyi gemelatuk gigi terdengar.

"Cewek sialan yang lo hina ini udah bawa lo jadi suksesor terkuat, Tedjanegara!" Teriak Angkasa. Hatinya terasa sakit mendengar hinaan Ditrian untuk adiknya.
"SEMANGAT SAYANG!" Abel hanya diam saat Semesta melepas pelukannya, dan langsung melesat menuju Riche dengan gelas berisi jus jeruk ditangan kiri, dan piring siomay ditangan kanan.

"No... NO!" Luca langsung berdiri menghadang Semesta saat gadis itu melemparkan piring kearah Riche, dan Ditrian. Dan,

PRANGG

Sayangnya Luca terlalu gegabah. Pergerakan Semesta beralih kearah kanan, dan melemparkan piring itu tepat mengenai bahu Riche.
"SEMESTA!"

Kantin hening saat Semesta meluruh ke lantai dengan napas terengah engah. Cewek itu menunduk dengan bahu bergetar, tidak lama kemudian suara tawa mengudara bebas.
"Lo gila!" Maki Jihan

"Sayangnya gue nggak denger lo ngomong apa." Balas Semesta enteng, napasnya cepat, dan putus putus. Angkasa, dan Abel masih tercekat hingga kalah cepat dengan Luca yang lebih dulu berjongkok dihadapan Semesta.

"Izinin Semesta ke BK. Sa, lakuin tugas lo."

Cowok yang berstatus teman Angkasa itu mengusap kepala Semesta sekilas, dan beralih menatap Abel yang kini sibuk berbicara dengan Davin.
"Aman." Ucap Abel, cowok itu membantu Semesta berdiri, memeriksa tubuh lemas Semesta. "Ada yang sakit, babe?"
"I can't..." Abel tersentak dengan lirihan Semesta.

Sial! Ia lupa Semesta merusak alat bantu dengar milik gadis itu sendiri saat marah tadi.
"Nggak papa. Semuanya nggak apa apa, Ily..." Angkasa memeluk Semesta erat, cowok itu merasa lega sebab kini Semesta sudah tenang.

"Tolol, itu Semesta pingsan goblok!" Abel memukul kepala Angkasa dengan kesal, bisa bisanya Angkasa...

Ah sudahlah.

Detik berikutnya gerombolan pria berbadan kekar dengan setelan hitam memenuhi kantin, menghalangi para murid untuk melihat kondisi sang nona.
"Minggir! Aku mau liat, Semesta!" Mielle mendesak bodyguard dengan garang, ia ingin melihat Semesta sakit barang sekali saja.

Mielle benar benar ingin melihat Semesta lemah.

Mielle benar benar ingin melihat ketidak berdayaan Semesta.

"Maaf nona, tidak bisa." Salah satu bodyguard dengan kasar mendorong Mielle hingga cewek itu hampir tersungkur, untungnya ada Jian.

"Biarin aja kenapasih? Mielle kan nona kalian juga." Jian menyahut kesal

"Maaf, tapi Tuan Astana mempekerjakan kami untuk menuruti perintah Tuan, dan Nona Jagrata. Bukan orang lain." Balas bodyguard tersebut datar.

"Khallen!"

"Ya, Tuan." Bodyguard dihadapan Jian, dan Mielle itu menyingkir, menghampiri Angkasa yang kini berada di kursi kantin.

"Bungkam. Jangan sampai terdengar keluar, jelaskan apa yang terjadi pada papi atupun kakek seperti biasa, dan pastikan mereka tau apa yang harus mereka lakukan."

"Sesuai perintah." Khallen – bodyguard muda itu menyahut lantang, dan langsung menjalankan perintah Angkasa.

Dan jika penasaran, Riche dilarikan ke rumah sakit beberapa saat lalu, sementara Semesta sendiri sudah berada di helikopter medis milik Destramahatma.

Ya, tentu. Pemeran utama cerita selalu menggunakan sesuatu yang wow. Seperti Semesta sekarang.

Sebab kini, pemeran utama cerita ini adalah Semesta sendiri.

Hillary Semesta Varomichélle .J

— 🦭 —

Long time no see, yh. Mffkn ak yg jrg hibur kalian ini, ak nie sibuk bet ges. Jadi mohon mffkan yh.

Ak apdet sesempetnya btw

See you.

I'm The Main Characters Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora